Penangguhan penahanan adalah upaya mengeluarkan tersangka/terdakwa sebelum waktu penahanannya selesai.

Dalam hukum acara pidana, tersangka atau terdakwa dapat ditahan untuk mencegah mereka melarikan diri. Namun, KUHAP memungkinkan terdakwa/tersangka untuk mengajukan penangguhan penahanan, sehingga dapat ‘bebas’ sementara dari tahanan.

Berdasarkan Pasal 31 ayat (1) KUHAP menerangkan bahwa atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik, atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

Selain itu, sesuai Pasal 26 ayat (1) KUHAP, untuk kepentingan pemeriksaan, hakim berwenang untuk mengeluarkan surat perintah penahanan, dimana terdakwa atau tersangka diwajibkan untuk melapor. Frekuensi melapor ini bisa berbeda-beda, bisa setiap hari, satu kali dalam tiga hari, satu kali seminggu dan lainnya.

Selanjutnya, terdakwa atau tersangka harus tetap tinggal di rumahnya selama masa penangguhan penahanan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan.

Baca Juga: Menunggu Langkah Berani Kejati

Dalam aturan ini juga menjelasan, terdakwa atau tersangka tidak boleh keluar kota karena mereka diwajibkan untuk melapor pada waktu yang ditentukan.

Lebih lanjut, PP 27/1983 menerangkan bahwa ada jaminan yang perlu disyaratkan dalam permohonan penangguhan penahanan. Dengan kata lain, selain tiga syarat yang diterangkan, penangguhan penahanan juga memerlukan jaminan. Adapun jaminan yang dimaksud dapat berupa uang sebagaimana ketentuan Pasal 35 PP 27/1983 dan jaminan orang sebagaimana ketentuan Pasal 36 PP 27/1983.

Jaminan uang atau yang jaminan penangguhan penahanan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri. Kemudian, jaminan orang atau orang penjamin bisa merupakan keluarga, penasihat hukum, atau orang lain yang tidak memiliki hubungan apapun.

Berdasarkan aturan tersebut, Pengadilan Negeri Ambon seharusnya tidak boleh memberikan penangguhan penahanan kepada terdakwa Adam Rahayaan.

Hal ini karena, mantan Walikota Tual itu diduga salah menggunakan penangguhan penahanan yang diizinkan Pengadilan Negeri Ambon kepadanya. Terdakwa mengajukan penangguhan penahanan dengan alasan sakit. Mestinya kebebasan berdasarkan izin pengadilan itu digunakan untuk kepentingan pemeriksaan atau medical cheek up bukan untuk manuver politik.

Tindakan Adam Rahayaan sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi Cadangan Beras Pemerintah di Kota Tual dengan menyalahgunakan izin penangguhan penahanan adalah tidak dibenarkan secara hukum, sehingga pengadilan yang mengeluarkan izin penangguhan penahanan kepada yang bersangkutan haruslah ditarik kembali.

Disisi yang lain, dikhawatirkan terdakwa bisa juga melarikan diri walaupun ada jaminan berupa uang dan kuasa hukum terdakwa. Sehingga pengadilan dalam hal ini hakim harus bertindak tegas terhadap yang bersangkutan. Tidak boleh lengah bila perlu menarik kembali izin tersebut.  Jika izin tersebut tidak ditarik, maka Komisi Yudisial bisa saja menggunakan kewenangan yang ada untuk memeriksa hakim.(*)