AMBON, Siwalimanews – Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie mengaku, belum menerima surat panggilan dari Kejari Malteng untuk diperiksa terkait kasus dugaan illegal logging di Solea, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah.

Sesuai agenda Sadli diperiksa pada Selasa (10/3). Ini untuk kedua kalinya Sadli dipanggil oleh penyidik Kejari Malteng.

“Sampai sekarang, saya memang belum terima surat panggilan jaksa untuk diperiksa,” kata Sadli saat dikonfirmasi Siwalima, melalui telepon selulernya, Jumat (6/3).

Kendati begitu, kata Sadli, dirinya siap memenuhi panggilan tersebut, dan akan menjelaskan apa adanya.

“Kalau terima saya siap diperiksa jaksa. Sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, saya siap, tapi surat panggilan belum saya dapat,” ujarnya.

Baca Juga: Balap Liar, 9 Motor Diamankan Polisi

Penyidik Kejari Malteng mema­nggil lagi Sadli untuk diperiksa ter­kait  kasus illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Seram Utara.

Sadli sudah pernah diperiksa, namun keterangannya masih dibu­tuhkan lagi. Olehnya dalam surat panggilan, ia diminta untuk meng­hadap penyidik Kejari Malteng pada Selasa (10/3).

“Untuk kadis sudah kita agenda­kan diperiksa Selasa depan nanti. Kami harap yang bersangkutan koo­peratif dan menghadiri panggilan yang telah kami layangkan itu,” kata Kasi Intel Kejari Malteng, Karel Benito kepada Siwalima di Masohi, Kamis (5/3).

Ditanya soal dugaan keterlibatan Sadli, Benito mengatakan, perannya masih didalami. Kalau terbukti ter­libat, ia tidak akan lolos.

“Kita tidak boleh berspekuasi, prinsipnya pemeriksaan masih ber­lanjut dan jika kemudian dapat di­buktikan yang bersangkutan terlibat dan turut bermain dalam kasus ini, pasti tidak akan kita loloskan. Intinya semua masih berjalan dan kami pastikan hukum tetap harus ditegakan,” tandasnya.

Dikatakan, penyidik saat ini fokus untuk menuntaskan kasus ini. Kalau dalam pengembangan penyidikan ditemukan ada pihak lain yang terlibat, maka pasti dijerat.

“Kita konsen dulu, pemeriksaan masih terus berjalan, saya pastikan tidak akan meloloskan siapapun dalam kasus ini. Jadi nanti kita lihat dulu hasilnya, penyidik tidak boleh berandai-andai. Hasilnya harus sesuai dengan fakta dan alat bukti yang ada. Jadi tunggu saja, intinya kita konsen dulu menuntaskan kasusnya,” ujarnya.

Sadli tak Gentar

Sebelumnya, Kepala Dinas Ke­hutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie menyatakan tak gentar menghadapi proses hukum kasus illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Seram Utara.

Sadli mengaku sudah diperiksa dan menjelaskan perannya kepada penyidik Kejari Malteng.

“Tak ada masalah kalau nama saya disebut oleh Fence Purimahua, karena mungkin saja ada hubungan kerja. Fence itu mantan staf saya yang terhitung sejak bulan November dimutasikan di Dinas Lingku­ngan Hidup Provinsi Maluku,” tandas Sadli, kepada wartawan, di Kantor DPRD Maluku, Selasa (3/3).

Disinggung soal arahan dirinya kepada Fence untuk memback up PT Kalisan Emas, Sadli membantahnya. “Oh, itu tidak benar. Nanti kita bukti­kan saja karena saya juga sudah diperiksa dua minggu lalu oleh jaksa Kejari Malteng,” tegasnya.

Prinsipnya, kata dia, mendukung proses hukum yang dilakukan oleh Kejari Malteng terkait kasus illegal logging itu.

“Prinsipnya, saya mendukung proses hukum di Kejari Malteng, hal ini ditandai dengan menghadiri pa­ng­gilan jaksa untuk diperiksa, dua minggu yang lalu,” ujarnya.

Nama Sadli Disebut

Seperti diberitakan, nama Kadis Kehutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie disebut dalam kasus illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Se­ram Utara, Kabupaten Malteng saat tersangka diperiksa jaksa.

Tersangka yang mengungkap nama Sadli adalah anak buahnya sendiri, Fence Purimahua.

Aktivitas illegal logging yang dilakukan PT Kalisan Emas sudah diketahui oleh Sadli Ie sebagai Kepala Dinas Kehutanan Maluku. Namun diduga sengaja didiam­kan.

“Diduga ada arahan dari Kadis Kehu­tanan kepada Fence untuk memback up PT Kalisan Emas,” ujar sumber di Dinas Kehutanan Malu­ku, kepada Siwalima, Senin (2/3).

Sumber itu juga mengungkapkan, ada upaya lobi yang dilakukan oleh Sadli agar ia tidak diseret oleh Kejari Malteng. “Nanti cek aja ke jaksa,” ujarnya.

Pemprov Tanya Status Fence

Memastikan status hukum Kepala Seksi Pengembangan Fasilitas Tekni pada Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Fence Purimahua, Pemprov Maluku telah menyurati Kejari Malteng.

“Surat sudah kita layangkan terkait dengan status hukumnya agar pemprov bisa memberikan ke­pastian terhadap status kepegawian dari Fence Purimahua,” ujar kepala BKD Maluku, Jasmono kepada war­ta­wan di ruang kerjanya, Jumat (6/3).

Sesuai ketentuan, kata Jasmono, kalau sudah ditetapkan sebagai ter­dakwa dan ditahan maka BKD akan memproses penonaktifannya se­men­tara dari PNS.

“Kita surati mereka untuk pasti­kan statusnya seperti apa dan kalau sudah ditahan kita akan proses pe­nonaktifan Fence Purimahua seba­gai PNS sementara,” jelasnya.

Jerat Empat Tersangka

Seperti diberitakan,  Kejari Ma­luku Tengah menjerat empat orang sebagai tersangka kasus dugaan illegal logging di Desa Solea, Keca­matan Seram Utara.

Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing Pegawai Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Fence Purimahua, Direktur PT Kali­san Emas Riky Apituley, pemodal dari Su­rabaya Abdullah dan Juanda Pacina, pemilik somel di Wahai Seram Utara.

Kasi Intel Kejari Malteng, Karel Benito menjelaskan, penetapan ke­empat tersangka dilakukan dalam ekspos pada Selasa (25/2) sore.

“Kita maraton kemarin siang hingga kemudian ekspos sampai dengan pukul 20.00 WIT semalam dan langsung menetapkan keempat orang tersebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan illegal logging itu,” kata Benito kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Rabu (26/2).

Benito menjelaskan, keempat ter­sangka memiliki peran strategis dalam kasus ini, mulai dari meren­canakan penebangan kayu hingga proses suplai kayu ke Surabaya.

“Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2019 lalu. Jadi mereka berempat adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini. PT KE sebagai pemilik izin memiliki ikatan kontrak dengan pihak somil, tapi pada kenyataannya mereka melakukan penebangan di luar area izin serta berada dekat dengan daerah penyangga kawasan konser­vasi hutan,” ungkapnya.

Keempat tersangka diancam dengan pasal 94 dan  82 UU Nomor 18 tahun 2013  tentang pencegahan dan pengrusakan hutan dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.

Para tersangka telah ditahan di Rutan Masohi untuk mencegah me­reka melarikan diri, dan menghi­langkan barang bukti.

“Kita punya waktu 50 hari kede­pan untuk merampungkan dan me­nyiapkan tuntutan, serta untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan seperti melarikan diri dan kelancaran penyidikan, para ter­sangka langsung kita tahan di Rutan Masohi,” tandas Benito.

Sebelumnya kasus ini ditangani pihak Balai Gakum Wilayah Maluku Papua, namun kemudian diambil alih oleh Kejari Masohi sejak Januari 2020 lalu.

“Jadi langkah yang kita lakukan adalah untuk menyelamatkan hutan dari pengrusakan yang bakal menye­babkan bencana alam dan lain seba­gainya,” tandas Benito lagi. (Mg-4)