AMBON, Siwalimanews – RSUD dr Haulussy, Kudamati Ambon, Senin (8/1), kembali disegel ahli waris akibat sikap Pemprov Maluku yang cuek melunasi sisa pembayaran lahan.

Tercatat sudah beberapa kali pe­nyegelan dilakukan ahli waris Johanes Tisera terhadap RS Haulussy milik daerah Maluku ini. terakhir pada Kamis, 28 Desember 2023 lalu dan se­belumnya pada 22 Desember 2023.

Ahli waris melalui kuasa hukum menutup dua pintu utama yang me­rupakan akses jalan masuk RS Haulussy.

Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan terhadap Pemprov Maluku yang be­lum membayar lahan RS Haulussy seluas 31.880 meter persegi kepada pemilik lahan.

Dari total nilai lahan sebesar Rp65 miliar, Pemprov Maluku baru mem­bayar Rp18 miliar lebih. Sudah lebih tiga tahun, sisa uang senilai Rp31,9 belum dibayarkan Pemprov Maluku kepada keluarga ahli waris.

Baca Juga: Ratusan Pedagang Demo Tolak Kebijakan Pemprov

“Jadi ini tidak ada keseriusan Pemprov untuk membayar Lahan ini, mereka menganggap kita seperti sampah sehingga kegiatan penu­tupan ini kami lakukan lagi supaya mereka bisa membuka mata untuk melihat persoalan ini,” ungkap kuasa hukum Johannes Tisera, Adolof Ge­rits Suryaman kepada Siwalima me­lalui Telepon selulernya, Senin (8/1).

Dikatakan, pihaknya akan meminta pegawai RS Haulussy dan tenaga kesehatan untuk memindahkan pa­sien ke rumah sakit lainnya hingga proses pembayaran ini  dilakukan Pemprov Maluku.

“Kita sudah tutup aktivitas di RS Haulussy sejak tanggal 22, 28 De­sember dan tanggal 8 Januari 2024 ini. Penutupan kali ini kita akan sampaikan kepada pegawai dan nakes untuk pindahkan keseluruhan pasien-pasien yang ada di RS Haulussy ke rumah sakit lain dulu hingga persoalan pembayaran sele­sai,” ujarnya.

Jika ikuti aturan, lanjutnya, maka Pemprov pun tak punya hak mela­kukan aktivitas disini sebenarnya. Dan ini bagian dari dispensasi ahli waris sebagai pemilik lahan untuk beberapa pasien yang masih berada di RS Haulussy seperti pasien HD, MDR dan Aids.

Dia bahkan mengecam pernyataan Sekda Maluku, Saldi Ie yang me­ngungkapkan bahwa, Pemprov masih menelaah sertifikat lahan.

“Bagi kami ini bukan merupakan objek persoalan, sebab pihaknya telah memperoleh putusan penga­dilan yang mempunyai putusan tetap,” ujarnya

Menurutnya, jika Pemprov masih harus telaah maka harus juga ada putusan lain yang bisa membantah putusan kliennya.

Kata dia, Sekda sebagai jabatan tertinggi dalam ASN mestinya pa­ham bahwa hukum tak boleh di­samakan dengan klaim-klaim ter­sebut, tidak ada sangkut pautnya. Hukum itu berbeda. Kita bicara soal keabsahan dimana klien kami telah mempunyai putusan pengadilan untuk objek sengketa yaitu, RS Haulussy dan putusan itu inkrah.

“Hari ini semua orang bisa klaim itu miliknya, milik yang sana tetapi itu harus dengan putusan penga­dilan yang Inkrah, sehingga bisa membantah putusan kita,” Beber Kuasa Hukum.

Pemprov Hanya Janji

Lebih lanjut ungkapnya, Pemerin­tah Provinsi Maluku hanya janji kosong tanpa bukti nyata dalam me­nyelesaikan persoalan RS Haulussy Ambon, hal itu tergambar ketika hasil rapat menetapkan pembayaran la­han RS, namun hingga kini hanya janji tak ada realisasi.

“Setelah rapat di kediaman sekda, Pemerintah Provinsi Maluku telah bersepakat untuk membayar pada tanggal 29 Desember malam, dan diinformasikan kepada kami bahwa mau di proses untuk membayar namun sampai saat ini tidak ada realisasi.

Dengan demikian sekali lagi saya mau bilang Pemprov tidak mempu­nyai etiket baik untuk membayar, masih ada alasan pembenaran diri soal klaim, padahal jika kita ikuti aturan itu bukan urusan soal klaim mengklaim tersebut,” ujarnya.

Jika masalah lahan RS belum per­nah dibayarkan oleh Pemprov Ma­luku, maka pernyataan sekda bahwa masih telaah sertifikat lahan hal itu bisa dibenarkan, tetapi Pemprov sudah pernah membayar tiga kali.

Dia menegaskan, jika Pemprov Maluku masih cuek dan belum juga membayar lahan RS Haulussy, maka pihaknya mengancam akan menutup RS milik daerah Maluku sampai pembayaran dilakukan.

“Penutupan ini akan kita lakukan sampai dengan pembayaran dilaku­kan, sebab Kepala Dinas Kesehatan tadi sudah bertemu kami, meminta waktu untuk menunggu hingga Gu­bernur dan Sekda kembali dari SBT, karena sementara disana mengikuti acara HUT Kabupaten SBT. Dengan demikian akan kita tutup hingga gubernur dan sekda tiba,” Tegas­nya.

Gembok RS Haulussy

Setelah menyegel RS Haulussy, Jumat (22/12) lalu, pemilik lahan Johanes Tisera kembali mengamuk dan menggembok rumah sakit yang berdiri di lahan seluas 31.880 meter persegi itu.

Tindakan ini dilakukan akibat tidak adanya itikad baik dari Peme­rintah Provinsi Maluku untuk me­nyelesaikan pembayaran lahan yang terletak di kawasan Kudamati tersebut.

Pantauan Siwalima di RS Hau­lussy, aksi penggembokan RS ter­sebut dimulai sekitar 07.30 WIT, pada pintu gerbang utama dan pintu keluar oleh kuasa hukum pemilik lahan, Adolof Gerrit Suryaman.

Kepada wartawan usai RS Hau­lussy digembok Adolf menjelaskan, penutupan akses masuk RS Hau­lussy merupakan langkah yang diambil sebab, sejak Jumat, 22 Desember lalu ketika dipasang plang pemberitahuan tersebut, Pemerintah Provinsi Maluku sama sekali tak menggubrisnya.

“Untuk tindakan kami ini, kami fokus kepada bagaimana Pemerintah Provinsi Maluku membuka mata mereka untuk segera menyelesaikan masalah pembayaran ini dengan kami,” ujarnya.

Dikatakan, tuntutan pihaknya cukup jelas yakni selesaikan pem­bayaran sebab pihaknya sudah cukup berikan kelonggaran untuk masalah tersebut.

“Ketika kami melakukan ini, ter­lepas dari sisi kemanusiaan yang telah kami lakukan kemarin, karena beri dispensasi dan kelonggaran waktu biar ada etiket baik dari pihak Pemerintah Provinsi, namun dalam hal ini dibiarkan terus. Kami merasa kami tidak dipedulikan oleh pemprov, oleh karena itu harapan kami adalah biar ini cepat selesai,” tandasnya.

dolof mengungkapkan, Pemprov Maluku tidak memiliki etikat baik untuk melakukan pembayaran lahan.

“Tuntutan kami jelas, kami meminta Pemerintah Provinsi Ma­luku membayarkan lahan kami ada 31 miliar lebih, jika tidak kami tetap melakukan penyegelan sampai Pemerintah Provinsi membayarkan lahan. Jika ditanya sampai kapan, ya kami tunggu Pemerintah Provinsi tergantung dari mereka kalau mereka cuek ya kami akan ada di sini terus”, tegas Adolof.

Pelayanan Tetap Jalan

Walau memimpin aksi gembok RS Haulussy, Adolf mengaku, pelaya­nan tetap jalan untuk sejumlah pasien di dalam rumah sakit terse­but. Karena pihaknya sudah mem­bangun komunikasi dengan Sekre­taris RS Haulussy.

“Kami sudah berkomunikasi dengan pihak rumah sakit melalui ibu sekretaris RS dokter Ismi dan kita sudah sepakati pelayanan sisa ini ada dua pasien satunya gagal ginjal, satunya urine, kemudian 54 pasien cuci darah dan mereka ini dian­taranya satu orang itu Senin sampai Sabtu cuci darah, dan 53 orang itu satu minggu dua kali, tetap dilayani dengan dokter yang bersangkutan,” ujarnya.

Tisera Segel

Diberitakan sebelumnya, akibat tidak adanya itikad baik dari Peme­rintah Provinsi Maluku untuk menyelesaikan pembayaran lahan dimana berdirinya RS  Haulussy, maka Yohannes Tisera yang meng­klaim sebagai pemilik lahan tersebut menyegel rumah sakit itu dengan menutup akses masuk.

Aksi penutupan lahan RS Hau­lussy itu dilakukan sekitar pukul 10.45 WIT dan dilakukan langsung oleh kuasa hukum Tisera Adolof Gerrit Suryaman, Jumat (22/12).

Kepada wartawan disela-sela penyegelan itu, Adolof menjelaskan, penutupan akses masuk RSUD Haulussy merupakan langkah ter­akhir, sebab  upaya secara birokrasi baik persuasif maupun hukum sudah dilakukan.

“Sudah berulang-ulang klien kami dijanjikan, tapi semuanya hanya janji palsu yang disampaikan Peme­rintah Provinsi Maluku, baik sekda, Biro Hukum, bahkan kita sudah rapat dengan tim asistensi yang dibuat gubernur untuk membahas pembayaran, namun tidak pernah terealisasi,” kesal Adolof.

Dijelaskan, berdasarkan putusan pengadilan, luas lahan yang dimiliki Yohannes Tisera yaitu 43.880 meter persegi dan 12.000 meter persegi tenah dihibahkan kepada pemerin­tah provinsi, maka yang menjadi kewajiban pemerintah untuk mem­bayar hanya lahan seluas 31.880  meter persegi yang diatasnya berdiri RS Haulussy, bangsal mayat, bang­sal gila, asrama putri, asrama putra, rumah genarator dan rumah dinas.

Total yang harus dibayarkan pe­merintah provinsi atas lahan seluas 31.880 meter persegi tersebut se­besar Rp65 miliar, namun saat melakukan pertemuan dengan klien Yohannes Tisera, Pemerintah Pro­vinsi menyampaikan kesanggupan membayar dibawah Rp50 miliar, sehingga disepakati dengan harga Rp49.987.000.000.

Nilai tersebut wajar sesuai dengan hasil perhitungan harga tanah yang dilakukan tim appraisal dari Ke­menterian Keuangan, dimana satu meter persegi dikenai dengan harga Rp.1.568.000.

“Yang sudah dibayar itu sebesar Rp18.329.000.000 artinya masih tersisa 31.658.000.000,” jelasnya.

Telaah Sertifikat Lahan

Sekretaris daerah Maluku, Saldi Ie mengatakan, Pemerintah Provinsi Maluku belum melakukan pemba­yaran sisa lahan RS Haulussy disebabkan karena masih menelaah sertifikat lahan rumah sakit tersebut.

Sikap ini diambil Pemerintah Provinsi Maluku ditengah tindakan penutupan lahan RS Haulussy yang dilakukan oleh pemilik lahan Yohannes Tisera melalui kuasa hukumnya, Adolof Suryaman.

Pemprov bersikukuh belum diba­yarkannya sisa lahan RS Haulussy sebesar Rp49.987.000.000.

Sadli Ie kepada wartawan di Kantor Gubernur di kawasan jalan Pattimura, Kamis (4/1) membantah jika Pemprov tidak beritikad baik untuk membayar sisa lahan RS Haulussy.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait pembayaran sisa lahan RS Haulussy sebab menyangkut keuangan negara.

“Pemerintah daerah bukannya tidak mau bayar tapi kita harus berhati-hati dalam melakukan pem­bayaran sebab ini menyangkut keuangan negara. Kalau kita salah bayar pasti kita bermasalah kede­pan,” ujar Sekda.

Sekda mengakui, pasca tindakan penutupan lahan RS Haulussy, Pemprov telah memanggil seluruh pihak terkait guna mencari solusi termasuk BPN.

Hal ini bertujuan agar ada ke­pastian terkait pemilik lahan se­sungguhnya yang harus menerima sisa pembayaran lahan RS tersebut.

Apalagi menurut sekda, diatas lahan RS Haulussy terdapat be­berapa sertifikat yang harus diteliti kembali sebelum Pemprov meng­ambil keputusan pembayaran.

“Kita masih minta para pihak untuk mengkaji sebab ada beberapa sertifikat dalam areal itu termasuk kita akan panggil pertanahan untuk dilihat benar atau tidak itu terkait dengan sisa pembayaran yang diklaim oleh Tisera,” jelasnya.

Mantan Kadis Kehutanan Maluku ini tidak menampik adanya putusan pengadilan terkait tetapi untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam pembayaran.

“Pokoknya kita akan cari solusi supaya dilakukan pembayaran tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari,” tutur Sekda. (S-26)