AMBON, Siwalimanews – Pemberian remunerasi oleh jajaran direksi dan ko­misaris dinilai melanggar aturan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan ter­batas.

Pemberian remunerasi ter­sebut tidak melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan usulkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dilaksanakan Circular letter bertentangan dengan aturan, dimana Circular letter tidak berlaku surut.

Advokat, Anthony Hatane mendesak Kejati Maluku membongkar borok pembe­rian remunerasi yang salahi aturan itu, karena terindikasi korupsi.

Kepada Siwalima di Peng­adilan Negeri Ambon, Sebut Tindakan yang dilakukan oleh direksi Bank Maluku Malut bertentangan dengan UU No 40 Tahun 2007 tentang Per­seroan Terbatas.

Menurut Hatane, harus ada persetujuan RUPS dalam hal ini seluru Bupati/Walikota Se-Ma­luku dan Malut termasuk Peme­rintah Provinsi sebagai pemilik saham terbesar.

Baca Juga: PT BPT Ancam Proses Hukum RR

“Untuk pembayaran remunerasi harus didasari keputusan RUPS, untuk persetujuan lain misalnya yang diusulkan OJK yakni circular letter itu bisa jika keadaan men­desak namun jika tidak, maka di­sini kita akan ketemu yang nama­nya indikasi korupsi karena hal ini berkaitan dengan uang negara dimana ada unsur tanggung gu­gatnya disitu, serta melanggar UU no 40 Tahun 2007 tentang PT”. Kata Hatane

Kata dia, segala keputusan dalam bentuk apapun baik itu sa­ham maupun pembayaran remu­nerasi mestinya diputuskan dan disetujui dalam RUPS, tidak bisa diputuskan secara pribadi tanpa di­ketahui pemegang saham, karena hal itu berkaitan langsung dengan pemegang saham.

“Pemegang saham kan seluruh bupati/walikota yang ada di Maluku. Tentunya gubernur sebagai mayo­ritas pemegang saham tersebut, sehingga pembayaran remunerasi ini harus disetujui mereka,” Tan­das Hatane.

Lebih jauh Hatane meminta aparat penegak hukum agar bisa menindaklanjuti dan melihat kasus ini secara komprehensif dengan maksud, penanganan terhadap kasus Korupsi ini tidak boleh tebang pilih karena berkaitan dengan uang negara.

“Fungsi kejaksaan kan ada beberapa, salah satunya meng­awasi. Untuk diketahui sekarang terkait dugaan korupsi yang paling diutamakan adalah pencega­han­nya. Dari pada uang itu dikeluarkan yang berujung tindak pidana korupsi, dimana ketika terjadi ko­rupsi orang atau tersangka korupsi akan susah untuk melakukan pengembalian,” tuturnya.

Dia berharap dan meminta Kejati Maluku untuk dapat melihat kasus ini secara serius. Selain itu, Pemerintah Provinsi Maluku juga akan ikut bertanggung jawab se­bagai pemegang saham tertinggi jika terjadi persoalan.

“Pemegang saham mestinya ada tindakan pencegahan, bukan malah membiarkan persoalan remunerasi ini terus berlanjut, mes­tinya ada persetujuan 2/3 pe­milik saham walaupun pemegang saham pengendali adalah guber­nur,” tuturnya.

Misalnya saja terkait remunerasi, untuk satu direksi menerima 100 juta dimana tidak sesuai dengan pekerjaan dan sepengetahuan, maka sudah pasti ada unsur kerugian yang terindikasi korupsi

Pintu Masuk Jaksa Usut

Sebelumnya, akademisi Fakul­tas Hukum Unpatti, Reimon Supu­sepa mengungkapkan, Kejaksaan Tinggi Maluku dapat menjadikan proses penerbitan circular letter sebagai pintu masuk untuk meng­ungkapkan pemberian remunerasi direksi dan komisaris Bank Maluku Malut yang tidak sesuai aturan.

Pasalnya, penerbitan circular letter oleh direksi dengan tujuan ditandatangani pemegang saham kata Supusepa, harus menjadi bagian dari proses pemeriksaan perkara.

Hal ini karena Kejaksaan Tinggi harus mencari tahu alasan pemba­yaran tanpa ada persetujuan sebab penetapan besaran remu­ne­rasi berdasarkan UU Perseroan Terbatas harus dengan kesepaka­tan RUPS dan bukan circular letter.

“Itu dapat sebagai temuan bahwa kebijakan yang diambil telah me­nyalahi aturan, sehingga menjadi dasar bahwa ada penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh direksi terhadap RUPS,” tegas Supusepa saat diwawancarai Si­walima melalui telepon selulernya, Rabu (6/9).

Kata Supusepa, pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku yang bakal mengusut kasus du­gaan korupsi pembayaran remu­nerasi oleh direksi PT Bank Maluku-Malut disambut baik.

Namun, pernyataan tersebut harus diikuti dengan keseriusan dari Kejaksaan Tinggi Maluku untuk melakukan telaah terhadap kasus pembayaran remunerasi.

Dikatakan, jika memang Kejak­saan Tinggi Maluku ingin mengusut pembayaran remunerasi maka harus diikuti dengan keseriusan

“Kalau Kejati mau usut ini baik tapi nanti kita akan melihat keseriusan jaksa dalam menangani perkara ini, karena jaksa harus mencari bukti awalnya seperti apa,” ujar Supusepa.

Dijelaskan, Kejaksaan Tinggi akan mengalami sedikit kesulitan sebab sampai dengan saat ini belum ada satu pun LSM atau masyarakat yang melaporkan kasus ini kepada kejaksaan.

Selama ini kasus remunerasi hanya diketahui dari pemberitaan media massa, maka Kejaksaan Tinggi akan mencari bukti dari awal karena belum ada orang yang menyerahkan berkas itu.

“Kalau orang ada membantu untuk memberikan dokumen pasti kejaksaan lebih mudah memproses perkara itu. Tetapi yang pasti kejaksaan dalam proses itu akan melakukan telaah karena belum ada data konkret jaksa untuk dijadikan sebagai petunjuk,” jelasnya.

Kendati demikian, Supusepa mengatakan Kejaksaan Tinggi dapat menjadikan proses penerbitan circular letter sebagai pintu masuk untuk mengung­kapkan kasus tersebut. (S-26)