AMBON, Siwalimanews – Komisi III DPRD Maluku me­milih bungkam usai me­lakukan rapat dengar pen­dapat bersama direksi Bank Maluku-Malut terkait perso­a­lan Kelompok Usaha Bank (KUB).

Pantauan Siwalima di Kantor DPRD Maluku, rapat dengar pen­dapat dihadiri Direktur Utama Bank Ma­luku-Malut, Syahrisal Imbar bersama jajaran komisaris utama.

Rapat yang berlangsung di ruang paripurna DPRD Ma­luku ini di­pimpin Wakil Ketua Komisi III, Richard Rahak­bauw, Selasa (10/12).

Rapat yang berlangsung selama lima jam ini tertutup dari awak media, bahkan di­jaga ketat oleh pengamanan dalam.

Usai pertemuan, Komisi III DPRD Maluku memilih bung­kam terkait dengan hasil pertemuan.

Baca Juga: HL-AV Resmi Jadi Gubernur & Wagub Terpilih

Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Ra­hakbauw yang dikonfirmasi terkait hasil pertemuan eng­gan berkomentar dengan alasan rapat tersebut ter­tutup.

“Karena rapat tertutup ma­ka kita tidak bisa menyam­paikan kepada publik terkait isi pertemuan,” ujar Rahakbauw.

Ditanya alasan rapat dengar pendapat bersama direksi Bank Maluku-Malut dibuat tertutup, padahal menyangkut kepentingan masyarakat, Rahakbauw enggan berkomentar.

Sementara itu, Direktur Utama Bank Maluku-Malut Syahrisal Imbar yang dikonfirmasi juga enggak ber­komentar, sambil berjalan menuju mobil dan meninggalkan Kantor DPRD Maluku.

Untuk diketahui, rapat dengar pendapat dengan Direksi Bank Ma­luku Malut harusnya berlangsung pada Rabu (4/12) namun ditunda karena dewan melaksanakan reses.

Anggota Komisi III Rovik Akbar Afifuddin mengatakan DPRD ber­kepentingan untuk memanggil di­reksi Bank Maluku-Malut, guna mendapatkan penjelasan terkait persoalan Kelompok Usaha Bank (KUB) yang dihadapi.

Salah satu yang perlu dijelaskan yakni menyangkut realisasi KUB guna menyelamatkan Bank Maluku -Malut dari ancaman.

Rovik sebelumnya mengaku da­lam waktu dekat pihaknya akan dilakukan rapat dengar pendapat antara komisi III dengan Bank Maluku.

“Dalam waktu dekat kita komisi III akan rapat dengan Bank Maluku dan pimpinan bank Maluku harus men­jelaskan kepada kita terkait dengan persoalan yang terjadi selama ini,” jelas Rovik kepada Siwalima di Baileo Rakyat Karang Panjang, Selasa (3/12).

Menurutnya, visi besar gubernur terpilih Hendrik Lewerissa juga terkait dengan BUMD termasuk Bank Maluku-Malut dimana sebagai pemegang saham terbesar kepenti­ngan kita memperbaiki dan menye­hatkan bank Maluku.

Persoalan KUB harus sama-sama dibicarakan, sebab DPRD tidak mau pada akhirnya bank ini kembali menjadi bank kredit usaha bersama.

Selesaikan KUB

Sementara itu, Otoritas Jasa Ke­uangan Maluku meminta manajemen Bank Maluku-Malut agar segera menyelesaikan KUB guna memenuhi syarat yang sudah diatur.

Kepala OJK Maluku Andi Mu­hammad Yusuf kepada Siwalima melalui rilisnya, Selasa (3/10) men­jelaskan, berdasarkan ketentuan POJK Nomor 12POJK.03/2020 ta­nggal 17 Maret 2020 tentang Kon­solidasi Bank Umum, diatur bahwa bagi bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi modal inti minimum paling sedikit 3 triliun, paling lambat tanggal 31 Desember 2024.

Dikatakan, dalam POJK tersebut diatur pula bahwa bagi bank yang tergabung dalam KUB memiliki ketentuan modal inti minimum sebesar Rp1 triliun.

“BPD Maluku Malut tengah melaksanakan strategi pemenuhan modal inti minimum tersebut melalui pembentukan KUB,” tulis Yusuf.

Menurutnya, sesuai laporan ke­uangan publikasi triwulan III 2024 modal inti BPD Maluku Malut se­besar Rp1,45 triliun, sehingga kerja sama KUB ini merupakan langkah strategis yang memungkinkan BPD Maluku Malut untuk memenuhi ketentuan POJK tersebut, sekaligus memperoleh banyak manfaat.

Melalui kerja sama KUB ini, lanjut Yusuf, BPD Maluku-Malut akan memperoleh dukungan likuiditas dan permodalan dalam mendorong pertumbuhan bisnisnya, utamanya mendukung pengembangan potensi ekonomi Provinsi Maluku yang tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2024 sebesar 6,23 persen yoy.

Kerja sama KUB juga akan mempercepat transformasi digital, penguatan manajemen risiko, tata kelola, dan infrastruktur TI termasuk akan mendukung pengembangan SDM di BPD Maluku Malut melalui program pengembangan bersama dan transfer pengetahuan.

“Proses kerja sama KUB ini se­dang berjalan dan diharapkan selesai sebelum akhir Desember 2024, sehingga BPD Maluku Malut dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum dan terus meningkatkan pela­yanan kepada nasabah dan mas­yarakat,” ujar Yusuf.

Akhir Desember

Sementara itu, Dirut Bank Maluku Malut, Syahrisal Imbar memastikan, finalisasi KUB bersama dengan Bank Jabar Banten selesai akhir Desember 2024.

“KUB dengan Bank Jabar Banten itu sudah jalan dan tinggal finalisasi. Semua aspek atau dokumen dari Bank Maluku Malut sudah diserah­kan ke BJB dan sementara diproses sebelum akhir tahun ini sudah finalisasi,” ujar Syahrisal kepada Siwalima melalui telepon selu­lernya, Selasa (3/12).

Syahrisal mengakui, KUB dengan BJB ini juga dikawal oleh OJK, dimana seluruh dokumen telah dipenuhi oleh Bank Maluku Malut sehingga tinggal menunggu penye­to­ran modal dari BJB.

Kata dia, KUB sesuai POJK Nomor 12 Tahun 2020 yang meng­haruskan modal inti minimum pada Bank Maluku akhir 2024 berjumlah Rp 3 triliun, namun dalam peraturan OJK itu juga ada alternatifnya dalam hal tidak mencukupi Rp 3 triliun maka bisa bersinergi dengan bank lainnya atau KUB.

“Jadi KUB itu tidak harus 3 triliun. Saat ini kami punya modal 1,48 triliun, dan itu belum cukup dimana syarat ber KUB itu adalah minimal Rp 1 triliun, karena BPD Maluku sudah diatas 1 triliun maka BPD Maluku KUB dengan BJB. Hal ini juga di­alami oleh 11 bank daerah lainnya,” katanya.

Syahrisal mengungkapkan, de­ngan bersinergi dengan BJB yang direncanakan akhir tahun ini sudah bisa finalisasi.

“Jadi kita bersinergi dengan bank lain namanya BJB, sehingga tidak perlu lagi 3 triliun dengan menda­patkan suntikan 100 miliar dari BJB itu sudah dianggap kita merupakan KUB jadi tidak harus Rp3 triliun,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjutnya, Bank Maluku-Malut saat ini tumbuh sehat walaupun tanpa penambahan modal, dimana peningkatan kesehatan bank itu ada di peringat 2.

“Artinya kita sehat baik sesuai penilaian OJK. Jadi kalau 3 triliun itu berarti harus ada penambahan seto­ran modal dari seluruh pemegang saham. Dan pemegang saham juga mungkin membutuhkan dana bagi pembangunan, sehingga tidak bisa setor modal untuk capai Rp3 triliun, dan ini dialami oleh 11 bank daerah lain,” ujarnya lagi.

Jalan terbaik lanjutnya yaitu melalui KUB, dan di dalam aturan OJK itu juga ada jalan keluarnya, dan Bank Maluku Malut sudah memenuhi syarat KUB sehingga bersinergi dan menghasilkan keun­tungan, baik dari sisi digatilisasi, sumber daya manusia dan liguiditas.

Dia menambahkan, KUB dengan BJB sudah jalan sejak tahun 2023 lalu dan tinggal vinalisasi. Semua aspek atau dokumen dari Bank Maluku Malut sudah diserahkan ke BJB dan sementara diproses sebe­lum akhir tahun ini.

“Sehingga dalam penilaian OJK kita sehat, karena kita bisa kerja sama dalam peningkatan liguditas teknologi digital, kemudian training sumber daya manusia. KUB dan BJB sejak tahun 2023, dan rencana akhir tahun sudah vinalisasi, prosesnya memang lama karena harus ada audit, harus ada penilaian dari kon­sultan dll. Dan semuanya sudah selesai dan sudah terpenuhi dan kami dikawal juga oleh OJK,” ujarnya. (S-20)