SIKAP Pemerintah Provinsi Maluku yang masih mempertahankan Nasarudin sebagai Direktur RSUD dr M Haulussy, merupakan bentuk kegagalan Gubernur Maluku, Murad  Ismail dalam memajukan RSUD Haulussy.

Penasihat Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku, Richard Rahakbauw kepada Siwalima, di kantor DPRD, Selasa (1/8) menga­takan, sejak lantik pada 22 April 2022 oleh Gubernur Maluku Murad Is­mail, Direktur RSUD belum menunjukkan kinerja yang baik dalam memimpin rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.

Sebaliknya, kepemimpinan Di­rektur RS Haulussy, Nasaruddin justru menimbulkan segudang per­soalan yang membuatku citra peme­rintah daerah rusak dimata publik.

Mulai dari persoalan hutang obat-obatan yang belum mampu disele­saikan hingga pembayaran hak-hak tenaga dokter yang terkatung-katung hingga saat ini.

Terakhir  persoalan jasa dokter spesialis selama tiga tahun belum ju­ga tuntas, alhasil Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, Sadli Ie pun turun tangang dengan melakukan perte­muan secara tertutup dengan Direk­tur RS Haulussy dan dokter spe­sialis untuk tahapan pembayaran terhadap jasa dokter.

Baca Juga: Bupati Sambut Kepulangan Jamaah Haji

“Skema pembayaran seperti apa kita belum tahu tetapi harus dicatat oleh Sekda bahwa bukan baru per­tama kali terjadi keterlambatan atau sikap masa bodoh dari Direktur untuk pembayaran hak nakes,” kesal Rahakbauw.

Dijelaskan, tidak adil jika Sekda memerintahkan pembayaran hak dokter spesialis dengan skema ber­tahap tetapi harus dibayarkan selu­ruhnya, karena masalah akibat per­soalan ini telah menimbulkan kegaduhan dan keluhan dari tenaga medis dan tenaga medis.

Rahakbauw bilang bagaimana orang mau bergairah untuk bekerja kalau hak tidak dibayarkan dengan tuntas sehingga skema pembayaran bertahap ini tidak bisa diterima dengan akal sehat.

“Orang sudah menjalankan tugas dan tanggungjawabnya lalu Pemda hadir bicara bukan untuk menyele­saikan tapi menambah masalah de­ngan skema pembayaran bertahap tidak boleh seperti itu harus pem­bayaran seluruhnya aar gairah be­kerja dari dokter spesialis dan nakes kembali bangkit,” jelasnya.

Disisi lain, seharusnya menjadi kewajiban pemda untuk memper­hatikan hak tenaga kesehatan di RS Haulussy karena merupakan milik pemerintah daerah yang diharapkan sebagai fasilitas utama bagi masya­rakat dalam memeriksa kesehatan.

Tenaga medis di RS Haulussy telah memberikan seluruh kemam­puan untuk melayani masyarakat dengan baik tetapi tidak ditunjang oleh Pemda dengan melakukan pem­bayaran hak apalagi selama tiga tahun.

Pada akhirnya pelayanan terha­dap pasien akan menjadi terganggu apalagi dengan kemarin dengan aksi mogok kerja dari dokter spesialis kemarin menyebabkan RS Haulussy dapat turun setingkat menjadi pus­kesmas.

Hal ini karena setiap pasien yang datang hanya dilayani oleh mantri dan suster akhirnya harus dilakukan rujukan ke RST, GPM , Siloam dan Leimena.

Persoalan yang terjadi kata Ra­hak­bauw akan berdampak pada citra dari RSUD sebagai rumah sakit besar di kota Ambon yang tentunya diisi dengan tenaga dokter spesialis dibidang masing-masing guna memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Rahakbauw, Sekda ja­ngan hanya datang duduk dan bicara tetapi juga harus melakukan koreksi terhadap kehadiran direktur RSUD sebab infomasi yang diper­oleh direktur jarang hadir di kantror.

“Saya dapat informasi kalau direktur ini sudah bikin diri seperti Gubernur lagi, satu hari datahg ke kantor lima hari diluar daerah, pertanyaan kalau satu hari didalam daerah lima hari keluar daerah itu dia kemana saja,” kecam Rahakbauw.

Ketidakhadiran hadiran Direktur di rumah sakit ini telah dikeluhkan, tenaga dokter dan perawat sebab akan menghambat koordinasi ketika terjadi persoalan.

Sebagai seorang direktur yang ber­tanggung jawab terhadap kema­juan RSUD, Nasarudin harus me­nunjukan contoh dan tauladan yang baik bagi bawahannya tetapi kalau tidak memberikan contoh yang tidak baik apa yang harus dipertahankan.

“Sudah tidak punya kemampuan untuk melakukan pembayaran hak nakes yang ditangguhkan, bahkan DPRD sudah mengingatkan tetapi seakan-akan dia cuek dengan semua hak itu. Apakah dia orang penting atau siapa yang kemudian Pemda ti­dak bisa melakukan evaluasi terha­dap kinerja yang bersangkutan. Ini kan memalukan citra Pemerintah Daerah dimata masyarakat,” bebernya.

Politisi Golkar Maluku ini meng­ungkapkan daerah ini memiliki be­gitu banyak orang dengan kemam­puan diatas rata-rata melebihi Di­rektur maka sudah sepatutnya direk­tur RS Hau­lussy tidak perlu dipertahankan.

Jika kinerja Direktur RS Haulu­ssy seperti ini maka patut diduga, kedatangan Direktur RS Haulussy hanya untuk uang dan setelah itu kembali ke daerah asalnya dengan meninggalkan sejumlah persoalan yang terjadi di RSUD yang tidak mampu ditangani.

Sebagai ketua Tim Badan Per­tim­bangan Jabatan dan Kepang­katan (Baperjakat), Sekda Maluku mesti­nya melakukan evaluasi dan mem­berikan pertimbangan kepada Gu­ber­nur agar mengganti Direktur RS Haulussy.

“Sekda harus tunjuk gigi, minimal memberikan pertimbangan kepada gubernur Maluku sebab kegagalan direktur dalam memim­pin RSUD menjadi kegagalan Gubernur dalam menjalankan pemerintahan khusus­nya dibidang kesehatan,” tegasnya.

Rahakbauw pun memastikan ke­tika saudara Gubernur turun dibulan Desember ini maka DPRD akan meminta penjabat Gubernur meng­evaluasi dan ganti direktur karena orang ini tidak mampu untuk men­ja­lankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai direktur utama. (S-20)