AMBON, Siwalimanews – Pelaksanaan Pemberlakuan Pem­ba­tasan Kegaiatan Masyarakat (PP­KM) kembali dilanjutkan Pemrintah Kota Ambon. Dunia usaha lagi-lagi men­dapat kelonggaran waktu. Meng­ingat sektor ini pengaruhnya cukup signifikan.

Adapun penerapan PPKM tidak lagi menggunakan istilah darurat atau diperketat. Saat ini istilah yang digu­nakan yakni level sesuai zonasi. Un­tuk Kota Ambon karena sudah ma­suk zona orange, istilah yang dipakai yakni PPKM level III.

Kelonggaran  waktu diberikan kepada sektor-sektor usaha seperti toko, mall, café, rumah kopi, rumah makan, kuliner dan sejenisnya di­izinkan beroperasi mulai pukul 08.00 hingga pukul 21.00 WIT dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

PPKM Skala Mikro level III resmu berlaku hari ini Senin (26/7) hingga Rabu (8/8). Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dalam ketera­ngan pers secara virtual mengata­kan, dalam pelaksanaan PPKM Skala Mikro level III ini, diatur dalam, Instruksi Walikota Nomor 6 Tahun 2021.

Ia mengatakan, kelanjutan PPKM skala mikro level III ini kelonggaran yang diberikan kepada masyarakat sangat aspiratif. Untuk perpanja­ngan ini, kebanyakan menyentuh sektor ekonomi.

Baca Juga: Lekatompessy Harap Ambon Jadi Kota Layak Anak

“Pelaksanaannya kita berikan kelonggaran kepada warung makan, rumah makan, cafe, rumah kopi dan sejenisnya toko-toko modern ter­masuk salon dan lain-lain diizinkan beroperasi sampai dengan pukul 21.00 WIT. Kecuali pasar hingga pukul 20.00 WIT,” ungkapnya Minggu (25/7).

Menurutnya, kelonggaran diberi­kan dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan yang ketat ter­masuk pengawasan ketat akan dilakukan Satgas Covid. “Kita akan tingkatkan terus pengawasannya,” janjinya.

Sementara itu, untuk aktivitas perkantoran, masih tetap menggu­nakan sistem yang lama, yakni 50:50. “Yang pertama, pelaksanaan kegia­tan perkantoran akan diberlakukan pola 50:50 dalam artian ada yang kerja dari rumah (work from home) dan ada yang bekerja dari kantor (work from office),” ungkapnya.

Untuk ibadah pada rumah ibadah masih berlakukan hal yang sama yakni tidak diperbolehkan, namun apabila ingin dilaksankan harus mematuhi protokol kesehatan. Sekolah tatap muka juga, kata Lou­henapessy masih tetap dilaksa­nakan secara daring.

“Pelaksanaan belajar mengajar, sekolah, perguruan tinggi, maupun tempat-tempat pendidikan di lem­baga khursus masih dilaksanakan secara daring,” pungkasnya.

PPKM Ditolak, Pemkot Gagal

Aksi demontrasi mahasiswa meno­lak pemberlakuan PPKM berbasis mikro yang masif dilakukan akhir-akhir ini menuai polemik di tengah masyarakat. Anggota DPRD Pro­vinsi Maluku, Fauzan Husni Alkatiri menilai aksi demonstrasi dari maha­siswa merupakan manifestasi dari kegagalan komunikasi pemerintah atas kebijakan yang dibuat.

Dijelaskan, kebijakan PPKM ber­basis mikro telah diambil oleh pe­merintah Kota Ambon dengan keya­kinan ada itikad baik dari pemerintah untuk menekan laju peningkatan angka terkonfirmasi positif covid-19, namun niat baik itu mestinya dija­lankan dengan komunikasi yang baik kepada seluruh stakeholder termasuk masyarakat kecil dan mahasiswa.

“Yang dilihat banyak aksi peno­lakan maka asumsi yang kita ambil bahwa ada kegagalan komunikasi Pemerintah atas kebijakan PPKM berbasis mikro tersecara sehingga aksi mahasiswa tidak mampu me­nerjemahkan itikad baik pemerintah ini sehingga timbullah aksi mas­yarakat,” ujar Alkatiri.

Jika dilihat secara cermat maka kebijakan pemerintah Kota Ambon yang diberlakukan tentu menim­bulkan banyak pertanyaan dimana pembatasan-pembatasan yang dila­kukan terkesan ada pilah pilih di­sana sini dan tidak substantif seperti kerumunan yang terjadi di pasar.

Hal ini terjadi sebagai akibat dari pembatasan jam berjualan masyara­kat sehingga terjadi penumpukan dipasar dan antrian yang panjang dibeberapa swalayan.

Menurutnya, akibat PPKM ba­nyak sekali kegiatan ekonomi masyarakat yang terbatasi dan dimana tanggungjawab sosial Pemerintah, artinya sampai dengan saat ini tidak ada bantuan yang disalurkan kepada masyarakat.

“Beberapa kali kita turun ke masyarakat dan memang masyarakat saat ini terkena dampak yang sangat kuat karena pembatasan itu,” bebernya.

Persoalan-persoalan inilah yang berusaha disuarakan oleh mahasiswa yang tentunya suara-suara mahasiswa ini tidak perlu direspon secara refresif seperti yang saat ini dilakukan oleh aparat karena itu jelas bertentang dengan logika demokrasi.

Politisi PKS Maluku ini menambahkan untuk mencegah gejolak tersebut maka mestinya aksi mahasiswa mendapatkan saluran yang baik, tetapi saat ini pemerintah tidak membuka kran komunikasi dengan baik secara komprehensif.

Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Alimudin Kolatlena mengatakan pemerintah Kota Ambon mestinya membuka ruang diskusi dan menjelaskan jika PPKM berbasis mikro yang dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk dari pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat di daerah.

“Kalau ada suara-suara dari publik mahasiswa yang menginginkan PPKM itu di tinjau kembali maka dalam dunia demokrasi Pemerintah harus membuka diri kepada mahasiswa untuk berdiskusi,” ungkap Kolatlena.

Menurutnya, bisa jadi apa yang disampaikan oleh elemen masyarakat melalui gerakan demonstrasi yang dilakukan  mahasiswa memiliki kebenaran berdasarkan kajian sosial.

Karena itu ruang diskusi harus dibuka sehingga apa tuntutan mahasiswa dapat menjadi poin diskusi, artinya Pemerintah Kota Ambon harus merespon dengan membuka diri untuk direspon secara akademis agar persoalan dapat diselesaikan. “Evaluasi PPKM yang dilakukan pemerintah kota kalau ada benar­nya dari masyarakat itu harus dipertim­bangkan,” cetusnya. (S-52/S-50)