Potensi Korupsi, KPK Harus Usut Utang Rekanan
AMBON, Siwalimanews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mengusut juga utang Pemerintah Kota Ambon terhadap pihak ketiga/rekanan, yang sudah dua tahun lebih ini belum dibayarkan.
Praktisi Hukum Marcel Maspaitella mengungkapkan, jika selama ini Pemkot Ambon tidak memberikan penjelasan yang pasti tentang utang rekanan mencapai Rp70 miliar, maka hal ini bisa berpotensi korupsi yang membuka peluang KPK bisa usut.
“Ada dugaan potensi korupsi disitu. Sehingga KPK jangan hanya fokus pada kasus dugaan korupsi soal gratifikasi pemberian izin gerai Alfamidi saja. Tapi harus masuk juga pada persoalan utang pihak ketiga ini. Karena sudah cukup lama. Masa dalam setiap penetapan anggaran, pemerintah tidak menyisipkan itu,sementara itu hak orang yang harus dibayar,”ujar Maspaitella saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (5/6).
Kata dia, sistem pengelolaan keuangan masing-masing pos anggaran itu sudah tersedia, termasuk anggaran milik rekanan. Untuk itu, aneh ketika sudah dua tahun lebih ini belum dibayarkan.
Di tempat berbeda, anggota DPRD Kota Ambon Julius Toisuta juga meminta Pemkot komitmen dengan janjinya membayar hak-hak rekanan.
Baca Juga: Penyuap Tagop Jalani Sidang Perdana, KPK Beber Peran IvanaAnggota Fraksi Demokrat ini minta Penjabat Walikota Ambon untuk memberikan perhatian serius melunasi utang rekanan. “Itu hak mereka (kontraktor) yang harus dibayar,” ujarnya
Tak Saja Korupsi
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi diminta tidak saja fokus pada kasus dugaan korupsi dan gratifikasi pemberian izin gerai Alfamidi dengan tersangka mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, tetapi juga mengusut hutang pihak ketiga yang sampai saat ini belum dibayarkan.
Tercatat Pemerintah Kota Ambon belum membayar hutang pihak ketiga sebesar Rp70 miliar sejak tahun 2020 lalu, padahal seluruh infrastruktur jalan, drainase maupun talud yang dibebankan bagi rekanan telah dikerjakan.
Belum lagi laporan keuangan Pemerintah Kota Ambon kala dipimpin RL, sapaan akrab Richard Louhenapessy dan Syarif Hadler sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Maluku alami disclaimer. serta hak-hak pegawai yang belum terlunasi.
Kondisi pengelolaan anggaran yang demikian tentu saja sangat memprihatinkan, dimana pekerjaan tersebut tidak lalu harus diberikan tanggung jawab kepada penjabat Pemkot Ambon, pemerintahkan sebelumnya dinilai paling bertanggung jawab termasuk pimpinan-pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Kota Ambon.
Akademisi hukum Unidar, Rauf Pelu mengharapkan, lembaga anti rasuah juga memberikan perhatian serius mengusut hal ini karena sangat disayangkan kondisi pengelolaan anggaran yang demikian yang menyebabkan banyaknya hak-hak rekanan maupun pegawai yang tidak diperhatikan.
“Ini seharusnya juga menjadi perhatian KPK, karena hutang pihak ketiga saya ikuti berita-beritanya belum dilunasi dan ini sudah berlangsung lama. Ini kan sangat disayangkan bisa terjadi sehingga KPK juga harus memberikan perhatian serius kearah ini,” ujar Pelu.
Pelu memberikan apresiasi bagi lembaga anti rasuah tersebut yang bekerja maksimal dan profesional dalam membongkar kasus-kasus dugaan korupsi di Maluku, tetapi proses tersebut tidak hanya difokuskan pada kasus korupsi saja, hak-hak pegawai, hak-hak rekanan yang bernilai milyaran rupiah dan belum terbayarkan ini perlu juga diusut.
Kata dia, pengusutan hak-hak rekanan dan pegawai ini justru secara tidak langsung mendorong agar para pejabat pada setiap OPD-OPD di lingkup Pemkot Ambon bekerja dengan tepat dan benar dan memperhatikan apa yang menjadi hak-hak warga. “Kita berikan apresiasi bagi KPK, dan kita minta KPK bila perlu usut dan berikan perhatian serius untuk ini,” ujarnya saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (2/6) malam.
Sementara itu, praktisi hukum Munir Kairoty juga meminta, KPK memberikan perhatian juga pada masalah pengelolaan keuangan Pemkot yang boleh dibilang sangat memperhatikan.
Hal ini karena sebanyak Rp 70 miliar hak rekaman belum dibayarkan, bahkan laporan keuangan juga alami disclaimer.
Kata advokat senior ini, masyarakat menaruh harapan dan mempercayai lembaga anti rasuah itu untuk mengusut masalah ini sehingga menjadi efek jera bagi setiap pejabat dalam proses pengelolaan anggaran. Terutama pengelolaan anggaran yang pro rakyat dan bukan sebaliknya merugikan rakyat.
“Masyarakat menaruh harapan besar kepada KPK untuk pemberantasan korupsi. Tetapi juga terharap kasus-kasus yang berbau korupsi yang ada di Pemkot Ambon termasuk hutang pihak ketiga, hal-hak pegawai dan lainnya. Dan ini harus tuntas,” kata Kairoty yang diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, tadi malam.
Dia berharap, KPK tidak saja menangani masalah korupsi saja, tetapi juga masalah-masalah ini yang ditangani setiap OPD-OPD di lingkup Pemkot Ambon.
Keluhkan
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah kontraktor yang sudah menyelesaikan pekerjaan pembangunan infrastruktur jalan, drainase dan talud di Kota Ambon 100 persen sejak tahun 2020 lalu, namun pemkot belum membayar hak mereka.
sejumlah kontraktor mengeluh dan meminta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan ruang (PUPR) serta Kepala Keuangan Pemkot Anbon untuk segera melunasi hutang pihak ketiga.
“Kita sudah kerja, pekerjaan sudah selesai 100 persen hanya kita belum dibayar. padahal mustinya akhir Desember 2020 lalu Pemkot sudah musti bayar, kami tunggu ternyata tidak,” ujar saja satu kontraktor yang meminta namanya tak dikorankan kepada Siwalima, Rabu (6/1) lalu.
Menurutnya, sejumlah kontraktor baik jalan, talud dan drainase sudah menyelesaikan pekerjaan pembangunan, namun pembayaran hak mereka belum dilakukan. alasannya kondisi keuangan kosong. Karena itu, mereka meminta Pemkot Ambon segera melunasi hutang-hutang tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Ambon, Apries Gaspersz mengakui, Pemkot Ambon belum membayar hutang pihak ketiga yang telah menyelesaikan fisik pekerjaan tahun 2020.
“Sampai sejauh ini memang belum,” kata Gaspersz kepada Siwalima di ruang kerjanya, Rabu (6/1)
Gaspersz mengungkapkan, pencairan yang dilakukan harus sesuai dengan sistim informasi pembangunan daerah (SIPD) yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri agar tidak terjadi kesalahan teknis.
“Yang jelas itu kan sistim baru SIPD tidak gunakan simdal lagi. simdal sistim informasi pengelolaan keuangan yang punya BPKP, hanya saja di tahun 2021 sudah ada sistim baru menggunakan SIPD punya Mendagri,” tuturnya
Gaspersz mengakui, pihaknya akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan Kemendagri barulah pencairan itu dilakukan. Ketika ditanyakan kapan akan dilakukan pembayaran, tambah Gaspersz, tetapi akan dibayarkan hanya menunggu koordinasi dengan Kemendagri. “Nah untuk proses pembayaran kembali itu kan kami harus koordinasi ulang dengan Kementerian Dalam Negeri. kira-kira kapan dicairkan, saya belum bisa pastikan,” ujarnya. (Mg-1)
Tinggalkan Balasan