DOBO, Siwalimanews – Polres Kepulauan Aru mulai melakukan penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan salah satu oknum kepala sekolah di Pulau Aru berinisial WP.

Menurut Kanit Pidum, Ipda Ginting Pradana untuk mengungkapkan perbuatan oknum kepsek tersebut, pihaknya melaku­kan kerja sama dengan Di­nas Pemberdayaan Pe­rem­puan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kepulauan Aru, untuk melakukan pendampi­ngan kepada korban yang masih berusia dibawah umur.

“Hari ini kita mulai penye­lidikan dengan meminta kete­rangan dari korban. Kita juga ber­koordinasi dengan Dinas P3A Kabu­paten Kepulauan Aru meng­ingat kor­ban merupakan anak di­bawah um­ur,” ungkap Ginting ke­pada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (19/9).

WP sebelumnya telah mengakui perbuatannya ketika keluarga kor­ban membuat laporan polisi (LP) di SPKT. Namun karena dalam ka­sus ini tidak ada saksi yang meli­hat atau tertangkap tangan, sehi­ngga Polres Aru tidak bisa begitu saja menahannya.

“Kita harus hati-hati dalam pro­sesnya,” ujarnya sembari menam­bahkan, pihaknya terus melakukan pengembangan.

Baca Juga: Polresta Selamatkan 50 Motor dari Tangan Pencuri

“Memang saat ini ada dua kor­ban, namun tidak menutup ke­mung­­kinan bisa bertambah korban lainnya. Pada intinya kami tetap pro­ses dengan baik dan cepat, ka­rena di kawatirkan akan membias dan berdampak terhadap psiko­logis korban mengingat korban anak di bawah umur,” ujarnya.

Ginting menambahkan, karena kejadian terjadi di lembaga pen­didikan, sehingga pihaknya tidak bisa secara transparan mengung­kap­kan kronologis kasus tersebut.

“Pertimbangan lainnya yakni terjadi di lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat bela­jar yang aman, sehingga krono­logis kejadian untuk sementara kita tidak bisa sampaikan,” ungkap Ginting.

Dipolisikan

Salah satu kepala sekolah di Pulau-Pulau Aru berinisial WP dipolisikan, karena diduga mela­kukan tindakan bejat dengan men­cabuli tiga siswa.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Siwalima di Mapolres Aru, kasus pelecehan seksual ter­sebut sudah masuk laporan polisi setelah dikonfirmasi di bagian SPKT Polres Kepulauan Aru.

Salah satu anggota piket saat dikonfirmasi mengaku, LP tersebut tercatat dengan nomor, LP/GAR/B/178/IX/2024/SPKT. Reskrim Kepu­lauan Aru Polda Maluku tanggal 13 September 2024.

Diketahui, perbuatan bejat sang kepsek tersebut sudah berlang­sung sejak bulan Juni 2024 lalu, dan kembali terulang pada Rabu (10/9) kemarin.

Berdasarkan pengakuan salah satu korban bahwa tindakan bejat kepsek bukan saja sekali tetapi beberapa kali.

“Pertama di bulan Juni 2024 dimana korban di panggil ke ruang kepsek kemudian sang kepsek pe­luk dan cium, kemudian bulan Juli 2024, kepsek miminta salah satu korban untuk membersihkan rua­ngan kepsek, dan kembali men­dapatkan perlakuan pelecehan seksual,” ujarnya.

Korban kembali mendapatkan pelecehan yang sama pada bulan Agustus 2024, koban dijinta untuk menyapu ruangan, dan setelah korban masuk ke ruang kepsek lagi-lagi kepsek melakukan tinda­kan bejatnya.

Terakhir pada 10 September 2024 kemarin, korban lagi diminta sapu ruangan, ketika korban ma­suk ruangan, Kepsek langsung menariknya ke dinding tepatnya disamping lemari dan langsung memeluk korban dari belakang dan kedua tangannya meraba dan merampas buah dada korban.

Kejadian tersebut kemudian korban menceritakan kepada salah satu guru, dan dari situlah guru menyampaikan kepada orang tua korban.

Ketika orang tua korban mende­ngar hal tersebut, korban dipanggil orang tuanya kemudian ditanya oleh orang tuanya dan korban menceritakan semuanya.

Tidak terima perbuatan bejat kepsek keluarga korban lalu mela­porkan ke Polres Kepulauan Aru  pada Jumat (13/9) dan dibuat laporan polisi.

Dalam video tersebut juga, ayah korban mengatakan saat di SPKT sang kepsek telah mengakui per­buatannya dan meminta agar dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Namun, keluarga mengatakan, kejadian terhadap putrinya ditakut kembali terjadi pada siswi atau anak-anak lainnya, sehingga permasalahan ini tetap dilaporkan dan di proses hukum.

Menyikapi kejadian tersebut para guru telah membuat surat terbuka/petisi menolak kepemimpinan WD

Surat terbuka/petisi bersama ditanda tangani oleh 26 guru, 5 orang tua korban dan satu korban ditujukan kepada kepala cabang Dinas Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kabupaten Kepulauan Aru. (S-11)