AMBON, Siwalimanews – Musda IX Golkar Kota Ambon  belum berakhir. Masih dis­kor­sing sampai batas waktu yang tidak di­tentukan oleh pimpi­nan sidang.

Musda yang dibuka Ketua DPD I Golkar Maluku, Ramly Umasugi Rabu (9/9) menyisakan banyak masalah. Mulai dari upaya menabrak Juklak DPP Nomor 02 Tahun 2020 untuk memuluskan Elly Toisuta sebagai calon ketua, pimpinan si­dang  Yusri AK Mahedar yang condong mendukung Elly, hingga dugaan terjadinya politik uang.

Politik uang diduga dimainkan oleh Elly Toisuta. Ia nekat mengge­lontorkan jutaan rupiah untuk membeli suara, agar dukungan sejumlah kecamatan dialihkan dari Max Siahay kepada dirinya.

Tak hanya itu, Musda Golkar Kota juga dikotori oleh aksi “teror” Wali­kota Ambon, Richard Louhenapessy terhadap Ketua Golkar Kecamatan Teluk Ambon, Pemy Souissa agar memilih Elly Toisuta.

Menyikapi hal itu, Akademisi Fisip Unpatti, Victor Ruhunlela me­ngatakan, transaksi politik merupa­kan hal biasa yang hampir terjadi dalam partai politik di Indonesia.

Baca Juga: 11 Bapaslon Kepala Daerah Lolos Tes Kesehatan

“Janji dan transaksi di partai po­litik sering terjadi, kadang politik uang dilakukan secara terbuka tetapi juga dilakukan selain deal-deal yang lain misalnya proyek dan janji yang lain,” kata Ruhunlela kepada Siwa­lima, Senin (14/9)

Walupun AD/ART sudah sangat mengatur jelas, namun kata Ruhun­lela, biasanya orang akan dising­kir­kan oleh kepentingan-kepentingan be­sar dari orang yang ingin tetap berkuasa dalam organisasi. Tetapi perlu diingat bahwa dalam politik masih terdapat etika dan moral yang mesti dijunjung tinggi.

Ruhunlela mengatakan, bagi orang yang paham politik akan menge­tahui etika dan moral. Tetapi kalau hanya memahami poltik sebentar saja dan langsung memberanikan diri terjun maka segala cara akan dipakai untuk mencapai tujuannya.

“Jadi kalau orang yang paham politik dia tahu itu, tapi kalau hanya memahami politik sebentar saja dan langsung turun, itu segala cara akan dipakai untuk mencapai tujuannya,” ujarnya.

Selaku akademisi ia sangat me­nyanyangkan orang-orang yang su­dah dibesarkan di partai, tetapi ma­sih mencoba untuk melanggengkan kekuasan dengan cara-cara yang tidak sehat.

“Apalagi, orang-orang yang se­lama ini memiliki dedikasi diper­cayakan oleh masyarakat masih mencoba untuk bermain dalam arena yang tidak memiliki etika dan bermoral,” ujarnya.

Sementara Akademisi Fisip UKIM, Marthen Maspaitella meng­kri­tik praktek “main kayu” yang dilakukan oleh Walikota Ambon, Richard Louhenapessy yang menge­kang kebebasan seseorang untuk menentukan pilihan politiknya.

Maspaitella mengatakan, setiap warga negara memiliki hak politik dan kekebasan berpolitik yang dija­min oleh undang-undang. Aturan hanya membatasi ruang bagi se­orang  yang berstatus sebagai ASN yang dilarang untuk terjun dalam dunia politik praktis.

“Setiap warga negara dilindungi oleh UU maka tidak bisa ditekan oleh siapapun,” ujarnya.

Dikatakan, dengan statusnya se­ba­gai pegawai kontrak maka wali­kota tidak memiliki hak untuk melakukan intimidasi terhadap hak politiknya. Jika itu terjadi maka tindakan itu sudah berada diluar ba­tas kewajaran. “Walikota tidak ber­hak melakukan intimidasi terhadap  hak politik seseorang,” tegasnya

Dalam posisi walikota selaku pemerintah yang juga sebagai pem­bina parpol di daerah, kata Maspai­tella, semestinya melakukan pende­katan yang lebih santun dan elegan.

Beberkan Politik Uang

Dugaan politik uang dalam Musda Golkar Kota Ambon yang diprakten Elly Toisuta dibeberkan oleh Pemy Souissa.

Souissa kepada Siwalima, Sabtu (12/9) mengungkapkan, awalnya Zeth Pormes mengontak dirinya dan menyampaikan Max Siahay tidak memiliki ijazah dan pasti digugurkan  saat pemeriksaan berkas sesuai dengan Juklak Nomor 2 Tahun 2020.

“Waktu itu Zeth telepon lalu bincang-bincang kalau dirinya tidak tahu pak Max ini belum punya ijazah dan pas dia tahu dia langsung ambil sikap untuk lawan Max, dan dia sampaikan Pemi apapun resikonya Max pasti digugurkan,” jelasnya.

Mendengar penjelasan Zeth Pormes, Souissa lantas memikirkan karir politik semua kader Golkar Teluk Ambon jika nantinya Max Siahay kemudian digugurkan dari pencalonan sebagai ketua DPD.

Keesokan harinya, Zeth menghu­bungi Souissa kembali untuk berte­mu dengan Fatli, salah satu tim pe­menangan  Elly Toisuta dan selan­jut­nya diantarkan bertemu dengan Elly. Sedangkan Zeth sementara menjemput Sekretaris Golkar Teluk Ambon Ari Persulessy dan ketua Ke­camatan Nusaniwe, Marlen Nikiju­luw.

“Besoknya beta ditelepon Zeth dan disampaikan hal yang sama, lalu dong bilang nanti bakudapa dengan Fatli di muka mesjid An-Nur dan dibawa ke ibu Elly, sementara beta duduk beta telepon Zeth dan dia katakan kalau ada ambil Ari sekre­taris  dan ketua Kecamatan Nusani­we,” terang Souissa.

Lanjut Souissa, sementara duduk dirinya disuruh untuk menandata­ngani surat yang dibuat oleh tim Elly Toisuta, namun dirinya menolak.

“Tiba-tiba disuruh tanda tanggan surat yang dong buat sendiri, me­mang beta baca juga tapi kan dong ada banyak orang seng mungkin katong mau batalkan akang,” tutur Souissa dengan dialeg Ambon.

Souissa kemudian beralasan tidak membawa cak dan meminta izin kembali ke rumah untuk mengambil cap. Namun tim Elly memaksa untuk ikut dan mengantar dirinya dengan mobil dinas Ketua DPRD Kota Ambon DE 3.

“Waktu itu beta seng bawa cap lalu dong sampaikan kalau bagitu katong pi ambil di rumah, lalu beta bilang nanti beta pi ambil sendiri tapi seakan-akan dong mau paksa saja lalu dong pigi dengan beta pakai mobil DE 3,” terangnya.

Setelah kembali, ternyata Sekre­taris Golkar Teluk Ambon Ari Per­sulessy juga telah berada di rumah Elly Toisuta dan keduanya pun me­nandatangani surat pembatalan dukungan dengan alasan Max Sia­hay akan digugurkan saat kembali dilakukan verifikasi berkas.

Setelah surat itu ditandatangani, Elly memintahkan Fatli untuk me­ngambil uang untuk diberikan ke­pada Ketua Kecamatan Teluk Ambon dan Nusaniwe masing-masing lima juta rupiah.

“Ibu Elly suruh Fatli ambil uang di dalam kamar kasih katong 1 orang 5 juta dan ketua Nusaniwe juga terima uang, sedangkan malamnya itu Ketua Leitisel baru datang dan Ketua Nusaniwe kasih uang ke ketua Leitisel,” ungkap Souissa.

Sambungnya, setelah masuk dalam tahapan musda, dirinya kaget saat melihat Zeth Pormes memasu­kan berkas dukungan bagi Elly Toi­suta kepada pimpinan musda.

Selaku anggota DPRD Kota Ambon  yang terpilih dari dapil Teluk Ambon, kata Soulissa, mestinya Zeth Pormes memberikan pendidikan politik yang baik, bukan memberikan pembodohan politik bagi kader-kader di kecamatan. “Katong sangat malu saat musda,” tandasnya.

Elly Toisuta saat dikonfimasi, ter­kait dengan pemberian uang kepada beberapa ketua kecamatan untuk memuluskan dirinya menolak untuk berkomentar. “Untuk semen­tara beta no comment,” tandasnya, saat dihubungi Minggu (13/9) malam melalui telepon selulernya.

Sementara Zeth Pormes yang dihubungi, Senin (14/9) beralasan akan mengikuti rapat, dan ia berjanji menghubungi Siwalima, kalau sudah selesai rapat. Namun Zeth tak memenuhi janjinya. Beberapa kali dihubungi Siwalima, Zeth enggan mengangkat telepon.

Ngaku Ditekan RL

Ketua Golkar Kecamatan Teluk Ambon, Pemy Souissa mengaku ditekan oleh Walikota Ambon, Richard Louhenapessy untuk mengalih­kan dukungan ke Elly Toisuta.

Souissa yang juga pegawai kon­trak di Pemkot Ambon kepada Si­walima, Sabtu, (12/9) menjelaskan, sebelum Musda walikota menghu­bunginya untuk mempertanyakan arah dukungan dirinya.

“Sebelum musda itu siangnya walikota telepon beta dan bertanya Pemy pilih siapa di musda,” ujar Souissa menirukan pertanyaan walikota.

Mendengar pertanyaan itu, Soui­ssa lantas menjawab jika dirinya bersama Golkar Teluk Ambon telah memberikan dukungan kepada Max Siahay. Alasannya selama bekerja untuk pemenangan pileg maupun pilkada, Golkar Kecamatan Teluk Ambon selalu bekerja dengan Max.

“Beta sampaikan kalau beta bilang beta pilih Max Siahay. kenapa pilih Max Siahay? Beta bilang kan dari dolo sama-sama dengan pak Max pilkada maupun pileg,” tuturnya.

Mendengar jawab Souissa, RL, sapaan Richard Louhenapessy mem­pertanyakan alasan Golkar Teluk Ambon tidak memilih Elly Toisuta. Walikota bahkan menge­luarkan nada ancaman.

“Kenapa tidak pilih ibu Elly? hati-hati loh ibu Elly itu ketua DPRD apalagi you kan kontrak di pemerintah kota,” beber Sousissa menirukan kata-kata RL.

Namun Souissa tak goyah. Ia menyatakan siap menerima semua resiko atas pilihannya. Namun RL yang dikonfirmasi di arena musda, membantah fakta yang dibeberkan oleh Souissa.  “Tidak pernah saya la­ku­kan itu,” tandasnya singkat. (Cr-2)