DALAM era modern ini, politik tidak lagi hanya mengacu pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan semata. Dinamika politik semakin dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, terutama dalam bentuk politik uang. Politik uang yang merujuk pada penggunaan uang sebagai alat untuk memperoleh pengaruh politik telah merusak integritas politik dan membahayakan prinsip-prinsip demokrasi.

uang mengubah politik menjadi arena transaksi, di mana kepentingan pribadi atau kelompok dipertaruhkan untuk mencapai tujuan politik tertentu.

Dalam konteks ini, kepentingan publik sering kali terabaikan dan kebijakan yang dihasilkan cenderung mendukung pihak yang memiliki kekayaan finansial.

Pilkada merupakan peristiwa yang sangat penting dalam negara demokrasi. Pilkada bukan hanya soal “partai demokrasi” yang kerap dicalonkan. Apalagi, pemilu merupakan motor penggerak yang menentukan nasib rakyat  dan pemerintahannya lima tahun kedepan.

Pilkada tanpa kecurangan yang menjaga amanah seluruh warga negara adalah impian kita semua. Namun, pilihan kita selalu datang dengan risiko besar. Risikonya ada  pada politik uang.

Baca Juga: Lemahnya Pengawasan di Lapas

Politik uang dapat merusak upaya untuk memastikan Pilkada yang bersih dan adil. Politik uang bisa membuat Pilkada kotor, curang, dan penuh penyalahgunaan kekuasaan.

Maka timbul pertanyaan: berapa  biaya untuk terjun di politik ? Bukan rahasia lagi bahwa sebagian besar pemilih lebih mementingkan berapa “banyak uang” daripada apa “visi dan misi “ pasangan calon.

Politik uang juga memicu korupsi dan praktik politik yang tidak etis. Para politisi yang mencari pendanaan besar-besaran sering kali terjebak dalam jaringan korupsi dan menawarkan konsesi yang tidak bermanfaat bagi kepentingan publik hanya untuk mendapatkan dukungan finansial.

Apa sebenarnya politik uang itu ? Politik uang dapat diartikan sebagai pemberian uang kepada pemilih atau bantuan lainnya untuk mendukung pasangan calon tertentu. Atau dia bisa meminta penyelenggara pemilu untuk tidak memalsukan hasil pilkada. Bentuk politik uang yang paling terlihat adalah jual beli suara.

Namun, politik uang bukan hanya soal jual beli suara, politik keras adalah pembajakan dan pemaksaan pilkada.

Cryptocurrency dan kebijakan kredit disiapkan di setiap tahap pemilihan. Misalnya, pencalonan di  partai politik, penertiban parpol dan pasangan calon di KPU, rekrutmen PNS di TPS, penghitungan suara, rekapitulasi hasil pilkada dan jual beli suara.

Adanya politik uang menimbulkan berbagai dampak yaitu menghilangkan predikat pemilih yang cerdas dan kompeten dari pemilih, merusak tatanan demokrasi, merendahkan martabat manusia. Karena dapat dikatakan bahwa politik uang merupakan salah satu bentuk penipuan publik.

Sebagai masyarakat, kita harus dapat memantau, memprakirakan, dan melaporkan pelaksanaan politik uang. Kita diharapkan Jangan mudah tergoda. Siapa yang tidak mau dibayar hanya untuk voting? Tapi kita harus bisa melawan agar tidak mudah tergiur  suap. Bayangkan sejumlah kecil uang menentukan nasib kita selama lima tahun ke depan. Jika kita hanya memilih  uang dan ternyata kita memilih pemimpin yang salah, kita dalam masalah.

Kita bisa memilih atas nasib daerah kita lima tahun ke depan dan tidak termakan janji manis para pemilih, jadi biarlah pemilu yang adil dan lebih peduli pada visi dan misi para kandidat daripada berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh para calon. (*)