Polisi Tetapkan Tiga Orang Tersangka Penganiaya Perawat
AMBON, Siwalimanews – Satuan Reskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease bergerak cepat dan akhirnya menetapkan tiga orang sebagai tersangka penganiaya Jumima Orno, perawat pada RSUD Haulussy Ambon.
Tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu yakni NK, SK dan NH. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus laporan penganiaya perawat Jumima Orno. Menurut Kasubbag Humas Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Ipda Titian Firmansyah, dua tersangka yakni NK dan SK pada Senin (29/6) memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa.
“Iya jadi kasus penganiayaan perawat RSUD Haulussy itu kami dari Reskrim sudah memeriksa dua orang NK dan SK pada hari ini (kemarin Red). Keduanya memenuhi panggilan penyidik dan sudah diperiksa sebagai tersangka,” jelas Titian.
Ia mengatakan, dalam kasus ini kemungkinan akan ada penambahan tersangka, tergantung penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan untuk kasus perampasan jenazah HK, pihak Reskrim sampai saat ini masih terus mengembangkan penyelidikan. “Untuk yang perampasan jenazah itu tersangka masih tetap 8 orang, penyidik masih terus mengembangkan penyelidikan,” ujar Titian.
Gutu tak Dipercaya
Baca Juga: Pemuda Penabrak Pejalan Kaki Dituntut 2,6 TahunPerawat RSUD dr. M Haulussy, Jumima Orno dikeroyok dan dianiaya oleh keluarga almarhum HK, pasien Covid-19, Jumat (26/6) pagi.
Kasus penganiayaan itu dalam pengusutan polisi. Namun berbagai kalangan menilai, aksi kekerasan yang dilakukan bukti dari ketidakpercayaa warga terhadap Gugus Tugas Covid-19.
Akademisi Hukum Unpatti, George Leasa mengatakan, gugus tugas tidak pernah transparan dalam penanganan Covid-19, sehingga warga kecewa dan melakukan tindakan kekerasan.
“Selama ini kami melihat tidak ada transparansi dari pemerintah daerah dalam penanganan covid, sehingga jangan salah kalau ada masyarakat yang melakukan tindakan kekerasan sebagai bentuk dari rasa ketidakpuasan mereka terhadap kinerja pemerintah,” tandas Leasa, kepada Siwalima, Minggu (28/6).
Ia mencontohkan, ada masyarakat yang masuk rumah sakit dengan penyakit bawaannya lalu kemudian dilakukan rapid test lalu divonis positif corona. Belum lagi yang orang tanpa gejala (OTG) dan sebagainya. Mestinya pemerintah transparan terkait dengan rekam medis yang dimiliki oleh pasien tersebut.
“Kami kuatir jika pemerintah tidak bekerja dengan baik maka jangan salahkan masyarakat jika ada tindakan kekerasan lainnya. Aksi aniaya terhadap perawat di RSUD Haulussy ini jadi bahan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah khususnya tim gustu,” ujar Leasa.
Kendati begitu, mantan Dekan Fakultas Hukum Unpatti ini mendukung proses hukum terhadap pelaku penganiayaan. “Siapapun mereka harus diproses hukum karena perawat tersebut sementara menjalankan tugasnya sebagai abdi negara,” tandas Leasa.
Hal senada disampaikan Praktisi Hukum, Ronny Sianressy. Ia mengatakan, tindakan pemukulan tidak boleh dilakukan, karena itu merupakan tindakan pidana dan tidak bisa ditolelir dengan alasan apapun. Tetapi disatu sisi, tindakan yang dilakukan oleh keluarga almarhum HK merupakan ekspresi dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah daerah dalam hal ini gustu.
“Aksi penganiayaan itu dilakukan karena ketidakbecusan pemerintah dalam rangka mengatasi Covid-19, karena ada hasil rapid test yang tidak sesuai fakta dan ini yang menjadi opini universal yang sudah terbangun ditengah masyarakat,” tandasnya.
Lanjutnya, semuanya ini karena minimnya sosialisasi dan pemahaman edukatif yang tidak dilakukan oleh pemda. Justru sebaliknya pemda hanya memberikan anjuran jaga jarak, rajin cuci tangan, pakai masker dan sebagainya tetapi tidak ada langkah-langkah penanganannya dengan baik.
“Dalam penanganan masalah Covid-19 ini, mestinya ada upaya preventif dan representif, tetapi yang saya lihat pemerintah telah menunjukan ketidakmampuannya dalam penanganan masalah ditengah masyarakat. Mengapa?, yang masyarakat rasa, mereka hanya dibiarkan hidup begitu saja dan tidak ada tempat untuk mengadu,” tandasnya.
Sianressy menilai, pemerintah sudah gagal memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, sehingga jangan salahkan masyarakat apabila masyarakat sampai pada titik klimaks dan sudah tidak mempercayai pemerintah, sehingga melakukan tindakan yang sewenang-wenang.
Penganiayaan
Peristiwa penganiayaan perawat RSUD dr. M Haulussy, Jumima Orno pada Jumat (26/6) pagi itu berawal saat Orno sedang piket malam hari sampai pagi di lantai dua pada bagian ruang isolasi pasien Covid-19. Sementara teman perawat lainnya, Sely, bertugas di lantai satu yang pada salah kamar isolasi ditempati HK.
Ketika Orno turun ke lantai satu sekitar pukul 07.00 WIT, temannya meminta bantuan dia mengantarkan jasad pasien ini ke ruang kamar mayat yang dikhususkan bagi pasien Covid-19.
Namun saat Orno dan Sely dibantu seorang petugas lain membawa jasad almarhum HK, kebetulan pintu ruangan jenazah tertutup. Lalu teman Orno hendak membukanya, namun tiba-tiba muncul keluarga pasien dari arah belakang.
Selanjutnya keluarga pasien yang diketahui berinisial NK menarik dan memukuli Orno. Keluarga HK lainnya juga turut memukuli. Orno berusaha menyelamatkan diri, tetapi salah satu anak laki-laki HK menahan dia lalu ikut mengeroyok.
Dalam kondisi seperti itu, Orno masih berupaya melarikan diri, tetapi ada yang menendang bagian belakang korban hingga terjatuh dan mereka kembali memukulinya di bagian kepala.
“Korban dipukuli keluarga pasien tanpa alasan jelas, dan diduga ada informasi sepihak yang berkembang bahwa pasien saat masuk RSUD tidak dirawat secara baik, sempat minta makan jam 02.00 WIT namun tidak dilayani hingga menyebabkan pasien meninggal dunia,” jelas kuasa hukum korban, Rony Samloy, kepada Siwalima, kemarin.
Samloy mengungkapkan, pihaknya sudah membuat laporan ke Polresta Pulau Ambon untuk diproses lebih lanjut. “Yang dilaporkan ke SPKT Polresta Ambon ada tiga orang pelaku,” jelas Samloy.
Polresta Pulau Ambon telah menindaklanjuti laporan tersebut, dan saksi-saksi sudah diperiksa. “Saksi-saksi sudah diperiksa dan polisi telah membuat surat pemanggilan terhadap para terduga atau terlapor untuk menghadap Senin besok (29/6),” kata Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Leo Simatupang, Minggu (28/6).
Sementara pihak keluarga almarhum HK, yang dikonfirmasi enggan berkomentar, dengan alasan sudah dalam penanganan polisi.
“Keluarga sudah sepakat seng boleh berbicara, karena sudah di ranah hukum,” kata Andi Keiya, saat dihubungi tadi malam.
Jadi Bahan Evaluasi
Menyikapi ketidakpercayaaan terhadap gugus tugas, Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Maluku, Kasrul Selang mengatakan, gugus tugas akan berusaha sebaik mungkin memperbaiki kinerja. Kritikan masyarakat akan menjadi bahan evaluasi.
“Yang kurang-kurang kita perbaiki dan yang pasti akan ada evaluasi menyeluruh dari awal sampai sekarang,” ujar Selang, kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Sabtu (27/6).
Kasrul mengklaim, pemerintah sudah transparan, dan sosialisasi dan edukasi terus dilakukan.
“Mungkin ada segmen-sehmen tertentu yang belum mendapatkan informasi, tapi edukasi terus kita lakukan, setiap hari edukasi,” jelasnya. (S-32)
Tinggalkan Balasan