AMBON, Siwalimanews – Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease diminta serius menuntaskan kasus dugaan korupsi  SPPD fiktif Pemkot Ambon.

Kasus SPPD fiktif sudah dua tahun lebih berada di tahap penyi­dikan. Surat pemberitahuan dimulai­nya penyidikan (SPDP) sudah diki­rim ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018. Hasil audit kerugian negara dari BPK juga sudah dikanto­ngi.Tetapi belum juga ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Kalau sudah jalan kembali maka harus ada keseriusan untuk menun­taskan kasus ini,” tandas Akademisi Hukum Pidana Unpatti, Diba Wadjo, kepada Siwalima, Minggu (15/11).

Wadjo mengatakan, berdasarkan hukum acara, penyidik dapat mela­kukan pemeriksaan saksi guna mem­buat terang perkara. Karena itu, se­mua orang yang diduga mengetahui kasus SPPD fiktif harus dimintai keterangan, termasuk walikota yang telah siap untuk diperiksa.

“Siapapun yang diduga terlibat harus diperiksa dan dibuka peran mereka dalam tindak pidana ini,” tegasnya.

Baca Juga: Sinode GPM Dukung Proses Hukum Pendeta Narkoba

Apalagi, kata Wadjo, penyidik te­lah mengantongi hasil audit BPK se­bagai bukti yang menyatakan memang telah terjadi tindak pidana. Olehnya penyidik harus membuka kasus ini terang benderang dan menetapkan secepatnya menetapka tersangka, agar masyarakat dapat mengetahui keseriusan Polreta Ambon menyelesaikan kasus hukum.

“Semua orang dimata hukum sama maka penyidik harus membuka kasus ini secara terang benderang agar diketahui siapa saja yang terlibat dalam kasus ini,” tandasnya.

Hal senada disampaikan Praktisi Hukum Rony Samloy. Ia meminta penyidik Satreskrim Polresta Ambon serius menuntaskan  kasus dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon.

Menurutnya, penyidik sudah mengantongi hasil audit kerugian negara sehingga tak ada alasan un­tuk berlama-lama menuntaskan kasus SPPD fiktif.  “Harus segera tun­tas, apalagi sudah ada audit kerugian negara,” tandasnya.

Samloy minta siapapun yang terbukti terlibat harus bertanggung jawab. Jangan ada yang dilindungi. “Harus dilihat dari kacamata hukum bahwa siapapun yang ber­salah harus bertanggung jawab,” katanya.

Apabila sudah mengantongi minimal 2 alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP, kata Samloy, segeralah te­tapkan tersangka.

Praktisi Hukum Muhammad Nur Nukuhehe meminta penyidik trans­paran. Tak wajar, kalau sudah dua tahun di tahap penyidikan, tapi be­lum juga tuntas.

“Tidak wajar kalau polisi usut sudah lama kasus belum tuntas. Mestinya polisi transparan supaya diketahui publik,” tandasnya.

Ia berharap kasus SPPD fiktif diselesaikan secepatnya agar tidak menimbulkan berbagai ragam pen­dapat masyarakat.

Sementara Kapolresta Ambon, Kombes AKBP Leo Surya Nugraha Simatupang dan Kasat Reskrim, AKP Mido J. Manik yang hendak dikon­firmasi, Jumat (13/11) sulit ditemui dengan alasan sibuk. Di­hubungi melalui telepon, namun tak diangkat. Pesan whatsapp juga tak dibalas.

Siap Diperiksa

Walikota Richard Louhenapessy menyatakan siap memenuhi pang­gilan penyidik Polresta Pulau Ambon untuk diperiksa dalam kasus SPPD fiktif tahun 2011.

Louhenapessy sudah dua kali di­periksa penyidik. Ia yakin tidak terli­bat. Namun kalau dipanggil lagi, ia akan hadir. “Seng ada masalah, kalau dipang­gil,” kata walikota saat dikon­firmasi Siwalima, Kamis (12/11) di Balai Kota.

Louhenapessy mengatakan, diri­nya sama sekali tidak terkait dengan SPPD fiktif. Olehnya itu ia tak gentar kalau dipanggil. “Seng ada masalah saya, seng ada masalah,” tegasnya.

Lanjutnya, SPPD fiktif terjadi tahun 2011. Saat itu, dirinya baru menjabat walikota empat bulan. Karena itu,  kata Louhenapessy, tak masuk akal kalau dirinya terlibat.

“Itu yang saya bilang buat you to, coba ale berpikir secara logika itu kan 2011 saya baru jadi walikota empat bulan, bagaimana itu, itu logika itu aja,” ujarnya.

Sebelumnya Kasat Reskrim Pol­resta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKP Mido J Manik mengata­kan, walikota bisa dipanggil lagi, jika dari hasil pemeriksaan saksi-saksi, dibutuhkan keterangannya.

“Pa wali belum diperiksa, nanti kita lihat pemeriksaan saksi-saksi lain diperlukan atau tidak  untuk walikota diperiksa. Kalau diperlukan ya akan kita panggil untuk dimintai ketera­ngan,” jelas Manik, kepada Siwali­ma, di Mapolresta Ambon, Rabu (11/11).

Manik mengaku, pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi dari Pemkot Ambon, dan proses penyi­dikan terus berjalan.

“Penyelidikan masih berjalan, beberapa waktu lalu kita sudah pa­nggil saksi saksi dari pemkot untuk dimintai keterangan,” katanya.

Manik mengaku, pihaknya telah  melakukan koordinasi untuk me­mintai keterangan ahli dari auditor BKP.

Dua Hari Walikota Diperiksa

Walikota Richard Louhenapessy sudah pernah diperiksa Penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon Pulau-pulau Lease.

Walikota selama dua hari berturut-turut pada medio Mei 2018 lalu. Walikota dicecar dengan 61 perta­nyaan, terkait dugaan korupsi SPPD tahun 2011 di Pemkot Ambon senilai Rp 742 juta lebih.

Hari pertama, Senin (28/5), wali­kota tiba sekitar pukul 10.10 WIT, dengan mobil dinas Toyota Fortuner DE 1. Walikota tak datang sendiri. Ia dikawal ajudan serta lima pe­ngawal pribadi berseragam safari.

Saat tiba, walikota yang mengena­kan safari berwarna coklat langsung menemui Kapolres, AKBP Sutrisno Hady Santoso.

Sekitar 20 menit di ruang kapolres, ia lalu diarahkan ke ruang Unit IV Tipikor Satreskrim.

Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma yang langsung meme­riksa walikota, bersama Kanit Tipi­kor Bripka M Akipay Lessy.

Walikota dua periode ini diperiksa hingga pukul 14.00 WIT dengan 25 pertanyaan. Ia lalu meminta waktu untuk istirahat makan siang.

Sesuai agenda, pemeriksaan akan dilanjutkan usai makan siang. Na­mun ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga walikota meminta pemeriksaannya dilanjut­kan pada Selasa (29/5).

Di hari kedua, Selasa (29/5), walikota datang lebih awal. Ia tiba sekitar pukul 09.00 WIT. Seperti hari pertama, ia dikawal oleh sejumlah pengawal pribadi.

Walikota yang mengenakan safari biru tua lengan pendek dicecar oleh Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma dan Kanit Tipikor Bripka M.Akipay Lessy hingga pukul 12.45 WIT, dengan 36 perta­nyaan.

Saat dicegat wartawan, usai dipe­riksa walikota enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengaku, dimintai keterangan soal dugaan SPPD fiktif.

“Cuma klarifikasi terhadap infor­masi soal perjalanan dinas tahun 2011,” katanya singkat.

Saat ditanya lagi soal pernya­taannya, bahwa tidak ada SPPD fiktif tahun 2011,  walikota tidak mau ber­komentar. Ia langsung berjalan me­nuju mobil dinasnya, dan mening­galkan halaman Mapolres Ambon.

Tak hanya walikota, istrinya Ny. Leberina Louhenapessy juga dipe­rik­sa penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon. Ia diperiksa Ka­mis (27/9), dan dicecar selama 3,5 jam.

Ny. Debby, sapaan akrabnya, juga terdaftar dalam perjalanan dinas saat itu bersama rombongan walikota.

Sebelumnya, Debby sudah dua kali tak memenuhi panggilan penyi­dik, dengan alasan nama yang ditulis dalam surat panggilan salah.

Kasus yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 700 juta ini, naik ke tahap penyidikan saat dilakukan gelar perkara di Kantor Ditres­krim­sus Polda Maluku, Mangga Dua Ambon, pada Jumat 8 Juni 2018.

Gelar perkara dihadiri, Kasat Reskrim Polres Pulau Ambon, AKP Rifal Efendi Adikusuma, Kanit Tipikor Bripka M Akipay Lessy, tim penyidik dan Wakil Ditreskrimsus Polda Maluku, AKBP Harold Wilson Huwae.

Penyidik kemudian mengirim surat pemberitahuan dimulainya penyi­dikan (SPDP) ke Kejari Ambon pada Agustus 2018. SPDP tertanggal 22 Juli 2018 itu, diteken oleh Kapolres  AKBP Sutrisno Hadi Santoso. (Cr-6/S-50)