AMBON, Siwalimanews – Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku terus menggali bukti dugaan tindak pidana korupsi dana Covid-19 Tahun 2020 Kabupaten Maluku Barat Daya.

Sejak pagi hingga sore hari, di markas Polres MBD sejumlah pim­pinan organisasi perangkat daerah di lingkup Pemkab MBD diperiksa polisi.

Pantauan Siwalima, Senin (9/9), sejumlah pimpinan OPD yang bersentuhan langsung dengan dana Covid-19 Tahun 2020 di kabupaten berjulukan Kalwedo ini diperiksa.

Mereka yang diperiksa dianta­ranya, mantan Kepala BPBD Ka­bupaten MBD Yosua DD Philippus, mantan Plt Kepala Dinas Kesehatan Dony Loyra, dan Plt Kepala Dinas Kesehatan MBD Marthin Rahak­bauw.

Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber di Polres MBD, para pimpinan OPD ini mendatangi Polres sejak pagi dan langsung dimintai keterangan oleh 3-4 penyidik dari Ditreskrimsus Polda Maluku.

Baca Juga: Tuntaskan Laka Lantas Maut di Buru Libatkan Tim Gakkum

“Sejumlah pimpinan OPD datang sejak pagi,” ujar sumber yang tak mau namanya dikorankan.

Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena belum berhasil dikonfirmasi Senin (9/9).

Diminta Transparan

Sementara itu, praktisi hukum Fileo Pistos Noija meminta Ditreskrimsus Polda Maluku serius dan transparan dalam penanganan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 Tahun 2020 di Kabupaten MBD.

Pasalnya, kasus tersebut sudah menjadi perhatian dan konsumsi publik, sehingga penanganannya juga diharapkan haruslah trans­paran.

Kepada Siwalima melalui sam­bungan selulernya, Senin (8/9) Noija mengatakan, secara administrasi negara Bupati MBD dinilai ber­tanggung jawab memberi kete­rangan sesuai program penyaluran dana covid.

Menurutnya, bupati dinilai memiliki peran penting dalam penanganan dana tersebut, sehingga selain pimpinan OPD yang bersentuhan langsung dengan penanganan dana tersebut, tetapi Bupati MBD juga harus dimintai keterangan, karena dinilai bertanggung jawab.

“Bupati tidak boleh luput dari pemeriksaan untuk melihat dugaan korupsi dimaksud benar atau tidak,” ungkapnya.

Dalam kaitannya dengan hal ini, dirinya meminta polisi untuk transparan sebagai bukti kese­riusan dalam pengusutan kasus tersebut.

“Kasus ini sudah diumumkan untuk diusut, apalagi tim sudah diturunkan, artinya tidak boleh ada yang di tutup tutupi, karena keterbukaan penyidik bukan hal yang tabu, masyarakat harus tahu siapa yang diperiksa dan bukti apa yang diperoleh. Artinya segala progresnya harus disampaikan, sehingga masyarakat tahu ada keseriusan dalam penanganan kasus ini,” pungkasnya.

Ada Pemotongan

Diberitakan, penyidik Polda Maluku sudah mulai memeriksa sejumlah pihak, terkait penggunaan dana covid di Kabupaten Maluku Barat Daya.

Pantauan Siwalima, Jumat (6/9) sejumlah saksi terlihat mendatangi Polres MBD untuk dimintai kete­rangan.

Sayangnya mereka irit bicara dan tak mau berkomentar perihal materi pemeriksaan. “Nanti saja,” jawab salah satu kepala desa yang minta namanya tidak ditulis.

Sejumlah kepala desa di kabu­paten kalwedo itu disasar polisi, lantaran diketahui ada pemotongan dana desa dengan alasan refocusing untuk anggaran covid.

Adapun jumlah potongan yang diwajibkan jumlahnya bervariasi, disesuaikan dengan arahan.

Kendati begitu, lima penyidik yang diterjunkan ke Tiakur, belum bisa ditemui, lantaran masih sibuk melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.

Desakan LIRA

Terpisah, koordinator LSM Lumbung Informasi Rakyat Maluku, Yan Sariwating menjelaskan untuk membongkar kasus dugaan korupsi dana covid-19 di MBD, Ditres­krimsus harus melakukan peme­riksaan dari kepala desa, kepala OPD terkait dan Sekda.

Pemeriksaan perangkat peme­rintahan di bawah ini dilakukan guna melihat aliran dana atau perintah penggunaan anggaran covid-19 yang tidak sesuai dengan per­untukannya.

“Memang kepala OPD terkait seperti Dinas Kesehatan dan BPBD itu harus diperiksa dahulu. Kalau ada dugaan mengarah ke bupati polisi tidak boleh ragu melakukan pemeriksaan,” tegas Sariwating.

Menurutnya, Ditreskrimsus Polda Maluku tidak boleh tebang pilih dalam mengusut kasus ini apalagi dasar dilakukan pengusutan kasus ini karena adanya temuan BPK.

Temuan BPK kata Sariwating dapat digunakan sebagai dasar yang kuat bagi Ditreskrimsus untuk membongkar kasus ini hingga tuntas.

Siapapun yang diduga terlibat dalam kasus ini termasuk Bupati MBD Benjamin Thomas Noach harus diperiksa dan jika sudah ada calon tersangka, maka kasus ini wajib dinaikan ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka.

Periksa Bupati

Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku diminta memeriksa semua pihak yang terlibat dan juga yang bertanggung jawab terhadap dana Covid-19 Tahun 2020.

Pemeriksaan itu jangan hanya menyasar kepala desa dan pimpinan organisasi perangkat daerah, tapi juga ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu sekda dan bupati.

Pasalnya, sebagai penanggung jawab keuangan di lingkungan Pemerintah Kabupaten MBD, Bupati tentu sangat mengetahui dan memiliki peranan penting dalam penggunaan dana Covid-19 Tahun 2020.

Menurut praktisi hukum Munir Kairoty, setiap pergerakan keuang­an di dalam instansi pemerintah pasti dilakukan atas dasar koordinasi dengan kepala daerah.

Dalam kaitan dengan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 di MBD, menurut Kairoty Bupati harus dimintai keterangan terkait kasus tersebut.

“Kalau ada dugaan anggaran Covid-19 yang dipergunakan tidak jelas atau tidak sesuai perun­tukannya, maka harus diusut dan secara hukum Bupati harus diperiksa,” ungkap Kairoty kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (5/9) siang.

Dikatakan, sebagai pimpinan daerah atau kuasa pengguna anggaran (KPA) tentu jika terjadi pergeseran atau penggunaan anggaran pasti dikoordinasikan dengan bupati.

Pemeriksaan Bupati bertujuan untuk mengkonfirmasi langsung peruntukan anggaran tersebut sudah sesuai dengan perencanaan atau tidak.

“Polisi tidak boleh melindungi bupati artinya, siapapun harus diperiksa. Jangan hanya Kepala OPD saja lalu bupati tidak. Jadi bupati harus juga diperiksa,” pintanya.

Kairoty menegaskan polisi, jaksa dan KPK itu penegak hukum yang dibayar oleh negara untuk melakukan penegakan hukum. Artinya ketika ada dugaan seperti itu maka tidak boleh melindungi.

Sebaliknya tambah dia, jika polisi tidak memeriksa bupati maka polisi sedang menyalahi perintah jabatan sebagai penyidik sehingga publik pasti mempertanyakan hal ini.

Apalagi, kasus ini mencuat setelah ada temua BPK atas laporan penggunaan anggaran Covid-19 maka tidak ada pilihan bagi polisi untuk memeriksa Bupati MBD.

“Hasil audit BPK itu harus dijadikan dasar untuk membongkar kasus ini agar terang benderang dan publik tidak mencurigai persoalan ini,” pungkasnya.

Kirim Tim

Polda Maluku sudah mengirim tim ke Tiakur, ibukota Kabupaten MBD, untuk menyelidiki penanganan dana Covid- 19 Tahun 2020 di kabupaten itu.

Demikian dikatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Selasa (3/9) lalu.

Kedatangan tim reskrimsus dimaksudkan untuk melakukan klarifikasi terhadap sejumlah saksi yang dirasa perlu untuk didengar keterangannya.

“Kasus ini sedang kita tangani dan sementara berjalan. Ada sejumlah saksi yang kita mintai klarifikasi,” ungkap Kombes Hujra.

Kendati mulai melakukan klarifikasi terhadap sejumlah saksi, Soumena mengaku mengalami kendala lantaran sebagian saksi yang diyakini bisa membuka terang kasus tersebut berhalangan hadir. Sehingga pihaknya membentuk tim untuk turun langsung ke Kabupaten MBD.

“Saat ini kita terkendala, karena beberapa saksi yang dipanggil berhalangan hadir dengan alasan cuaca anggaran, sehingga hari Kamis (5/9) nanti saya turunkan 5 personel ke MBD untuk lakukan klarifikasi kepada saksi,” ungkapnya.

Bermasalah

Dugaan korupsi dana Covid-19 ini mencuat, setelah BPK Perwakilan Maluku menemukan sejumlah persoalan dari laporan penanganan Covid-19 tahun 2020.

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menemukan sejumlah item belanja Covid-19 Tahun 2020 di lingkungan Pemkab MBD, tak sesuai dengan aturan perundang-undangan, khususnya pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Kesehatan.

Berdasarkan dokumen hasil pemeriksaan BPK, diketahui Pemkab MBD melakukan refocusing anggaran sebesar Rp20.865.­834.695.00, namun yang direalisasi hanya sebesar Rp10.467.362.620.00.

Dari realisasi tersebut, BPK menemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 diantaranya, terdapat dana penanganan pandemi Covid-19 yang bersumber dari belanja tidak terduga digunakan untuk kegiatan rutin, di luar kegiatan penanganan Covid-19 sebesar Rp116.710.000.

Ada juga penyimpanan kas tunai dana BTT sebesar Rp1.575.650.000 pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak memadai serta pelaksanaan kegiatan penanganan covid-19 di Kecamatan Letti tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah sebesar Rp37.100.000.

BPK juga menemukan 16 paket pengadaan barang pada Dinas Kesehatan senilai Rp1.199.209.075 tidak didukung dokumentasi/bukti pembentuk kewajaran harga dari penyedia dan tidak didukung juga dengan pemeriksaan kewajaran harga oleh APIP.

Tak hanya itu, terdapat APD set pada Dinas Kesehatan dengan nilai Rp26.800.000 tidak dapat dibandingkan kewajaran harganya.

BPK juga menemukan adanya pemberian bantuan biaya hidup baik mahasiswa yang tidak sesuai dengan peraturan bupati, sehingga menimbulkan kerugian bagi pemerintah daerah.

Kesimpulan BPK

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menyimpulkan OPD pelaksana program dan kegiatan penanganan pandemi Covid-19 belum melakukan identifikasi kebutuhan barang/jasa dan belum mempertimbangkan ketersediaan barang-barang yang telah diterima dari sumbangan pihak ketiga dalam kegiatan perencanaan pengadaannya.

Juga ditemukan pengelolaan kas oleh bendahara pengeluaran dana penanganan Covid-19 yang bersumber dari Belanja Tidak Terduga pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak sesuai kebutuhan.

Ditemukan juga pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 belum sepenuhnya mematuhi ketentuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat.

Temuan berikutnya adalah pelaksanaan barang hasil pengadaan dan barang hasil pemberian hibah dari pihak ketiga dan pemerintah pusat/daerah tidak tertib dan belum dimanfaatkan atau didistribusi dalam rangka pe­nanganan pandemi Covid-19.

Selanjutnya, pelaksanaan pem­bayaran pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp426.790.000 belum sepenuhnya memenuhi ketentuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat dan terdapat pengadaan barang yang sudah selesai dibayar 100% namun belum sesuai dengan volume kontrak.

Sementara pada Bidang Ke­sehatan, Sosial dan dampak ekonomi, dalam temuan BPK itu disebutkan bahwa, Pemkab MBD belum membayar intensif tenaga kesehatan dalam rangka pena­nganan Covid-19.

Selain itu bantuan sosial 9 bahan pokok dari Pemprov Maluku sebesar Rp810.000.000 belum disalurkan oleh Pemkab MBD kepada masyarakat calon penerima manfaat.

Pemkab MBD belum meren­canakan program dan kegiatan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di bidang penanganan dampak ekonomi.

Di BPBD

Adapun alokasi dana BTT untuk penanganan pandemi Covid-19 di bidang Kesehatan, yang dikelola BPBD sampai 15 November 2020, telah terkumpul Rp5.607.150.000,-

Dari dana tersebut sebesar Rp1.044.500.000,- telah diserahkan BPBD kepada Dinas Kesehatan.

Dana tersebut digunakan untuk pengadaan barang/jasa, kebutuhan karantina, serta kebutuhan operasional tim tugas dalam rangka pencegahan/penanganan Covid-19 pada Kabupaten MBD. Namun pencairan tahap 2 BPBD baru merealisasikan penggunaan dana sebesar Rp1.300.817.050. Dengan demikian masih terdapat sisa dana sebesar Rp691.282.950 yang belum terealisasi.

Dinas Kesehatan

BPK juga menemukan banyak item-item pengadaan di Dinkes realisasi yang sudah dilakukan dengan menggunakan dana BTT hanya belanja Rapid Test dan APD sementara di RKB meliputi banyak item kegiatan yang tidak terealisasi.

Selain itu, hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan tidak berkoordinasi dengan BPBD. (S-20/S-10)