AMBON, Siwalimanews – Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku terus mela­kukan pemeriksaan sejumlah saksi, terkait dugaan tindak pidana korupsi Covid-19 Tahun 2020.

Kemarin (10/9), sejumlah anak buah Bupati Benyamin Thomas Noach, dipanggil dan diperiksa. Mereka diduga kuat mengetahui bahkan ikut terlibat dalam kasus yang merugikan negara itu.

Sehari sebelumnya (9/9), sejumlah pimpinan organisasi perangkat daerah yang bersentuhan langsung dengan kasus ini, sudah digarap tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku.

Sumber Siwalima di Polda Ma­luku membenarkan kalau saat ini lima anggota reserse yang dikirim ke sana secara intens melakukan tugasnya.

Kata dia, tim akan terus menggali bukti yang diawali dari OPD dan sejumlah kepala desa, serta pejabat di lingkup kabupaten.

Baca Juga: PT Perberat Hukuman Mantan Pj Bupati KKT

“Pemeriksaan terus jalan. Masih sejumlah pegawai (yang diperiksa),” ujar sumber yang enggan namanya dikorankan kepada Siwalima di Ambon, Selasa (10/9).

Menurut sumber tadi, sejumlah pegawai pemkab mendatangi  Mapolres MBD sejak pagi hingga sore dan langsung dimintai keterangan.

Sumber ini mengaku, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku masih di MBD guna menggali bukti-bukti adanya dugaan tindak pidana dana Covid-19 Tahun 2020 di kabupaten berjulukan Kalwedo ini.

Periksa Pimpin OPD

Sebelumnya, penyidik Ditres­krimsus Polda Maluku terus menggali bukti dugaan tindak pidana korupsi dana Covid-19 Tahun 2020 Kabupaten Maluku Barat Daya.

Sejak pagi hingga sore hari, di markas Polres MBD sejumlah pimpinan organisasi perangkat daerah di lingkup Pemkab MBD diperiksa polisi.

Pantauan Siwalima, Senin (9/9), sejumlah pimpinan OPD yang bersentuhan langsung dengan dana Covid-19 Tahun 2020 di kabupaten berjulukan Kalwedo ini diperiksa.

Mereka yang diperiksa dian­taranya, mantan Kepala BPBD Kabupaten MBD Yosua DD Philippus, mantan Plt Kepala Dinas Kesehatan Dony Loyra, dan Plt Kepala Dinas Kesehatan MBD Marthin Rahakbauw.

Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber di Polres MBD, para pimpinan OPD ini mendatangi Polres sejak pagi dan langsung dimintai keterangan oleh 3-4 penyidik dari Ditreskrimsus Polda Maluku.

“Sejumlah pimpinan OPD datang sejak pagi,” ujar sumber yang tak mau namanya dikorankan.

Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena belum berhasil dikonfirmasi, Senin (9/9).

Profesional

Kepolisian Daerah Maluku diminta profesional dalam mengusut kasus dugaan korupsi dana covid-19 di Kabupaten Maluku Barat Daya.

Demikian dikatakan akademisi Hukum Unpatti Patrick Corputty kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (10/9).

Dia mengatakan jika menelisik secara jauh persoalan dugaan korupsi dana covid-19 di MBD sudah harus diusut secara serius hingga tuntas.

Pasalnya, persoalan dugaan kasus korupsi dana covid-19 menjadi salah satu temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Menurut Corputty hasil audit yang dikeluarkan oleh BPK teruslah temuan yang harus ditindaklanjuti oleh OPD terkait, jika hasilnya masih ada kerugian negara maka harus dilanjutkan ke proses penyelidikan.

“Penegakan hukum itu wajib dilaksanakan dengan standar profesional yang baik,” ujar Corputty.

Bahkan, lanjut Corputty karena kasus dugaan kasus korupsi ini sudah menjadi konsumsi publik maka Polisi wajib untuk manjalankan perannya sebagai penegak hukum untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas.

Jika kasus ini tidak ditangani secara profesional dan lamban maka akan berdampak pada kepercayaan terhadap penegakan hukum yang dilakukan polisi.

“Keberanian itu harus menjadi DNA penyidik maka penegakan hukum dalam kasus Covid ini tidak boleh pandang bulu. Siapapun yang diduga terlibat harus diusut,” tegasnya.

Transparan

Terpisah praktisi hukum Marnex Salmon kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (10/9) juga meminta polisi untuk menge­depankan profesionalitas dalam membongkar kasus covid-19 di MBD.

Menurutnya, polisi tidak boleh lamban dalam merespon setiap dugaan korupsi yang dilaporkan masyarakat atau menjadi temuan dari lembaga resmi.

“Dalam penanganan kasus, penegak hukum harus profesional dan tidak boleh tebang pilih agar ada efek jera bagi pelaku-pelaku tindak pidana,” jelas Salmon.

Untuk membuktikan penegakan hukum secara profesional, polisi harus memeriksa semua pihak yang memiliki keterlibatan langsung dengan dugaan kasus covid-19 yang diusut.

Ada Pemotongan

Diberitakan, penyidik Polda Maluku sudah mulai memeriksa sejumlah pihak, terkait penggunaan dana covid di Kabupaten Maluku Barat Daya.

Pantauan Siwalima, Jumat (6/9) sejumlah saksi terlihat mendatangi Polres MBD untuk dimintai kete­rangan.

Sayangnya mereka irit bicara dan tak mau berkomentar perihal materi pemeriksaan. “Nanti saja,” jawab salah satu kepala desa yang minta namanya tidak ditulis.

Sejumlah kepala desa di kabupaten kalwedo itu disasar polisi, lantaran diketahui ada pemotongan dana desa dengan alasan refocusing untuk anggaran covid.

Adapun jumlah potongan yang diwajibkan jumlahnya bervariasi, disesuaikan dengan arahan.

Kendati begitu, lima penyidik yang diterjunkan ke Tiakur, belum bisa ditemui, lantaran masih sibuk melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.

Periksa Bupati

Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku diminta untuk tidak saja memeriksa kepala desa dan pimpinan organisasi perangkat daerah, tapi juga ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu sekda dan bupati.

Pasalnya, sebagai penanggung jawab keuangan di lingkungan Pemerintah Kabupaten MBD, bupati tentu sangat mengetahui dan memiliki peranan penting dalam penggunaan dana Covid-19 Tahun 2020.

Menurut praktisi hukum Munir Kairoty, setiap pergerakan keuang­an di dalam instansi pemerintah pasti dilakukan atas dasar koordinasi dengan kepala daerah.

Dalam kaitan dengan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 di MBD, menurut Kairoty Bupati harus dimintai keterangan terkait kasus tersebut.

“Kalau ada dugaan anggaran Covid-19 yang dipergunakan tidak jelas atau tidak sesuai peruntuk­annya, maka harus diusut dan secara hukum Bupati harus diperiksa,” ungkap Kairoty kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (5/9) siang.

Dikatakan, sebagai pimpinan daerah atau kuasa pengguna anggaran (KPA) tentu jika terjadi pergeseran atau penggunaan anggaran pasti dikoordinasikan dengan bupati.

Pemeriksaan Bupati bertujuan untuk mengkonfirmasi langsung peruntukan anggaran tersebut sudah sesuai dengan perencanaan atau tidak.

Kairoty menegaskan polisi, jaksa dan KPK itu penegak hukum yang dibayar oleh negara untuk melakukan penegakan hukum. Artinya ketika ada dugaan seperti itu maka tidak boleh melindungi.

Sebaliknya tambah dia, jika polisi tidak memeriksa bupati maka polisi sedang menyalahi perintah jabatan sebagai penyidik sehingga publik pasti mempertanyakan hal ini.

Apalagi, kasus ini mencuat setelah ada temua BPK atas laporan penggunaan anggaran Covid-19 maka tidak ada pilihan bagi polisi untuk memeriksa Bupati MBD.

Kirim Tim

Polda Maluku sudah mengirim tim ke Tiakur, ibukota Kabupaten MBD, untuk menyelidiki penanganan dana Covid- 19 Tahun 2020 di kabupaten itu.

Demikian dikatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Selasa (3/9) lalu.

Kedatangan tim reskrimsus dimaksudkan untuk melakukan klarifikasi terhadap sejumlah saksi yang dirasa perlu untuk didengar keterangannya.

“Kasus ini sedang kita tangani dan sementara berjalan. Ada sejumlah saksi yang kita mintai klarifikasi,” ungkap Kombes Hujra.

Kendati mulai melakukan klarifikasi terhadap sejumlah saksi, Soumena mengaku mengalami kendala lantaran sebagian saksi yang diyakini bisa membuka terang kasus tersebut berhalangan hadir. Sehingga pihaknya membentuk tim untuk turun langsung ke Kabupaten MBD.

“Saat ini kita terkendala, karena beberapa saksi yang dipanggil berhalangan hadir dengan alasan cuaca anggaran, sehingga hari Kamis (5/9) nanti saya turunkan 5 personel ke MBD untuk lakukan klarifikasi kepada saksi,” ung­kapnya.

Bermasalah

Dugaan korupsi dana Covid-19 ini mencuat, setelah BPK Perwakilan Maluku menemukan sejumlah persoalan dari laporan penanganan Covid-19 tahun 2020.

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menemukan sejumlah item belanja Covid-19 Tahun 2020 di lingkungan Pemkab MBD, tak sesuai dengan aturan perundang-un­dangan, khususnya pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Kesehatan.

Berdasarkan dokumen hasil pemeriksaan BPK, diketahui Pemkab MBD melakukan refocusing ang­garan sebesar Rp20.865.834.695.00, namun yang direalisasi hanya sebesar Rp10.467.362.620.00.

Dari realisasi tersebut, BPK menemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 diantaranya, terdapat dana penanganan pandemi Covid-19 yang bersumber dari belanja tidak terduga digunakan untuk kegiatan rutin, di luar kegiatan penanganan Covid-19 sebesar Rp116.710.000.

Ada juga penyimpanan kas tunai dana BTT sebesar Rp1.575.650.000 pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak memadai serta pelaksanaan kegiatan penanganan covid-19 di Kecamatan Letti tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah sebesar Rp37.100.000.

BPK juga menemukan 16 paket pengadaan barang pada Dinas Kesehatan senilai Rp1.199.209.075 tidak didukung dokumentasi/bukti pembentuk kewajaran harga dari penyedia dan tidak didukung juga dengan pemeriksaan kewajaran harga oleh APIP.

Tak hanya itu, terdapat APD set pada Dinas Kesehatan dengan nilai Rp26.800.000 tidak dapat diban­dingkan kewajaran harganya.

BPK juga menemukan adanya pemberian bantuan biaya hidup baik mahasiswa yang tidak sesuai dengan peraturan bupati, sehingga menimbulkan kerugian bagi pemerintah daerah.

Kesimpulan BPK

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menyimpulkan OPD pelaksana program dan kegiatan penanganan pandemi Covid-19 belum melakukan identifikasi kebutuhan barang/jasa dan belum mempertimbangkan ketersediaan barang-barang yang telah diterima dari sumbangan pihak ketiga dalam kegiatan perencanaan peng­adaannya.

Juga ditemukan pengelolaan kas oleh bendahara pengeluaran dana penanganan Covid-19 yang bersumber dari Belanja Tidak Terduga pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak sesuai kebutuhan.

Ditemukan juga pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 belum sepenuhnya mematuhi ketentuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat.

Temuan berikutnya adalah pelaksanaan barang hasil peng­adaan dan barang hasil pemberian hibah dari pihak ketiga dan pemerintah pusat/daerah tidak tertib dan belum dimanfaatkan atau didistribusi dalam rangka pena­nganan pandemi Covid-19.

Selanjutnya, pelaksanaan pem­bayaran pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp426.790.000 belum sepenuhnya memenuhi ketentuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat dan terdapat pengadaan barang yang sudah selesai dibayar 100% namun belum sesuai dengan volume kontrak.

Sementara pada Bidang Kese­hatan, Sosial dan dampak ekonomi, dalam temuan BPK itu disebutkan bahwa, Pemkab MBD belum membayar intensif tenaga kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19.

Selain itu bantuan sosial 9 bahan pokok dari Pemprov Maluku sebesar Rp810.000.000 belum disalurkan oleh Pemkab MBD kepada masyarakat calon penerima manfaat.

Pemkab MBD belum meren­canakan program dan kegiatan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di bidang penanganan dampak ekonomi.(S-20/S-10)