Polisi Diminta Transparan Ungkap Kasus Syahrul
AMBON, Siwalimanews – Pihak kepolisian diminta transparan mengusut kasus dugaan penculikan kader HMI Cabang Ambon, Muhammad Syahrul Wadjo.
Dikhawatirkan Wadjo memberikan keterangan berbelit-belit dan membantah, kalau dia tidak diculik karena dalam tekanan.
“Polisi tidak boleh menganggap kasus ini sudah selesai. Kasus ini harus tetap diproses karena ada laporan polisi,” tandas Praktisi Hukum, Ronny Sianressy kepada Siwalima, Senin (7/9).
Sianressy mengatakan, kalau Syahrul berbohong, berarti ia memberikan keterangan palsu. Tapi Sianressy duga, ia dalam tekanan.
“Kalau dia bohong, berarti dia memberikan keterangan palsu. Tapi sepanjang pengamatan saya sepertinya itu ada tekanan ke dia untuk berbohong. Ini juga harus dilihat oleh penyidik,” ujar Sianressy.
Baca Juga: Prematur, Simpulkan Kasus Syahrul Bukan PenculikanMenurut Sianressy, seharusnya penyidik kepolisian mencari apa yang melatarbelakangi Syahrul Wadjo melakukan kebohongan. “Ini kan juga harus diselidiki gitu loh. Tetapi kalau menurut saya dari sisi analisa, mungkin juga dia ditekan untuk tidak menyatakan itu,” tandasnya.
Sianressy mengatakan, keterangan awal yang diberikan Syahrul kepada polisi sangat jelas bahwa dia diculik dan ada kaitannya dengan aksi demo di kantor gubernur. Tetapi pemeriksaan berikutnya, ia membantah. Ini yang harus diusut oleh polisi.
“Kalau berdasarkan keterangan Kabid Humas Polda Maluku, Syahrul mengaku penculikan ada hubungannya dengan demo di kantor gubernur, sehingga kita minta polisi jangan menghentikan kasus ini. Ini harus diusut karena ini pembunuhan demokrasi,” tandasnya.
Prematur
Akademisi Fakultas Hukum Unpatti, George Lease juga meminta penyelidikan kasus dugaan penculikan Muhammad Syahrul Wadjo harus tetap dilakukan.Terlalu prematur jika menyimpulkan, kader HMI ini tidak diculik.
Apalagi pernyataan Syahrul berbelit-belit. Awalnya mengaku diculik, setelah itu berkata lain.
“Jadi dalam kasus begini, kalau memang ada dugaan kuat bukan penculikan, harus betul-betul teruji,” kata Leasa, kepada Siwalima Minggu (6/9).
Syahrul memang mengaku tidak diculik tetapi kata Leasa, informasi yang berkembang awal berbeda.
“Ini akan ada laporan, berarti polisi harus mencari dan menemukan barang bukti sehingga bisa menyatakan itu tindak pidana atau tidak,” ujarnya.
Karena itu, menurut Leasa, terlalu prematur jika menyimpulkan bukan kasus penculikan. Harus dilakukan penyelidikan lebih lanjut. “Bagi saya itu terlalu prematur, dinyatakan bukan penculikan,” tandasnya.
Akademisi Hukum IAIN Ambon Nasaruddin Umar juga meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut.
Nasaruddin mengaku bingung. Sebab, ada perubahan pernyataan dari korban. Pertama, Syahrul Wadjo mengaku penculikan atas dirinya ada kaitannya dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Aliansi Rakyat Peduli Rakyat (ARAK) di Kantor Gubernur Maluku. Namun kemudian dia mengaku bahwa tidak diculik.
“Pernyataan humas itu awalnya kan dia akui. Iya dia diculik karena demo, ada pemukulan. Cuma kenapa ada perubahan pernyataan?,” ujarnya.
Menurutnya, keterangan korban yang berubah-ubah adalah hal yang aneh. Selain itu, pihak kepolisian harusnya tidak boleh mempublikasikan hasil penyelidikan. Ini hal yang tidak lazim.
“Seharusnya kalau mau profesional, pihak kepolisian melakukan penyelidikan secara tuntas. Pertama, mencari pelakunya dulu. Pelakunya adalah mereka empat orang itu. Itu harusnya dicari dengan tuntas dulu, lalu dilakukan investigasi. Baru bisa mengetahui motif. Sampai hari ini kan kita tidak tahu motifnya. Untuk mengetahui motif, tentu mereka harus dihadirkan,” kata Nasaruddin.
Nasaruddin mengatakan, pernyataan korban yang mengaku tidak diculik tidak harus langsung dibenarkan begitu saja. Persitiwa tersebut harusnya diselidiki lebih dalam.
“Jangan karena korban bilang itu bukan penculikan, lalu kita serta merta bilang ini bukan penculikan, tidak ada kaitannya dengan demo. Rangkaian peristiwa itu kan harus diurai. Apa kepentingan empat orang itu sama korban, siapa mereka, apa latar belakang mereka lakukan itu,” ujarnya.
Menurutnya, polisi mestinya menghadirkan sebanyak mungkin fakta atau keterangan informasi. Polisi tidak boleh mengklaim hanya satu fakta, tanpa melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Nasaruddin melanjutkan, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Ia menghargai penyelidikan. Hanya saja, ia menilai penyelidikan tersebut tidaklah mendetail.
“Seharusnya empat pelaku itu harus dicari dulu. Jangan serta merta bilang ini bukan penculikan. Apa kemudian pengakuan korban bisa dijamin tanpa ada tekanan?. Penyelidikan bersangkutan kan tertutup tanpa didampingi pengacara,” katanya.
Nasaruddin meminta publik tidak percaya begitu saja atas kesimpulan tersebut. Kasus ini perlu dikawal. Netralitas korban juga perlu dijaga. Bisa saja, korban dalam posisi sulit menyampaikan apa adanya.
Diculik OTK
Seperti diberitakan, Muhammad Syahrul Wadjo, yang menjadi orator saat aksi demo di Kantor Gubernur, Rabu (2/9), diculik sekelompok orang tidak dikenal di kawasan Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon.
Aksi penculikan itu terjadi Rabu malam, tak jauh dari Sekretariat HMI Ekonomi Universitas Pattimura.
Sejumlah rekan korban kepada Siwalima, menuturkan penculikan itu terjadi saat Syahrul sementara melakukan pembicaraan dengan seseorang lewat telepon seluler, tak jauh dari Sekretariat HMI Ekonomi sekitar pukul 22.30 WIT.
“Kita banyak di depan sekretariat, tiba-tiba dua mobil pribadi warna hitam muncul dan langsung menculik Syahrul yang sedang menelepon seseorang,” kata Fadel Rumakat.
Dia menuturkan, kelompok penculik tersebut membawa sebilah parang dan menodong korban. Saat itu, Fadel mendengar Syahrul teriak minta tolong.
“Beta minta ampong, jang potong beta,” kata Fadel menirukan teriakan Syahrul.
Tak hanya dirinya yang melihat kejadian itu, sejumlah temannya juga melihat kejadian penodongan itu. Selanjutnya, korban langsung dibawa dengan mobil.
Fadel dan teman-temannya tidak kuasa mengejar mobil tersebut. Pasalnya, salah seorang dari kelompok penculik itu mengancam mereka dengan sebilah parang.
Pun mereka tidak bisa mengenali wajah para pelaku, karena mereka semuanya menggunakan masker dan topi. Selain itu, karena lampu mobil diarahkan ke mereka. “Jadi kami tidak tahu siapa pelaku,” kata Fadel lagi.
Ngaku tak Diculik
Anehnya, setelah pemeriksaan lanjutan oleh penyidik Satreskrim, Syahrul justru mengaku dirinya tidak diculik.
Pernyataan itu diungkapkan Syahrul saat dihadirkan dalam konferensi pers di ruang command center Polresta Ambon, yang dipimpin Kapolresta, Kombes Leo Surya Nugraha Simatupang, didampingi Kabid Humas Polda Maluku Kombes Roem Ohoirat, Jumat (4/9).
“Peristiwa penculikan seperti yang beredar tidak benar alias hoax, saya tidak diculik saya dikeluarkan secara baik baik,” ungkap Syahrul.
Syahrul menjelaskan kronologis, saa itu dirinya hendak menuju ke Sekterariat HMI Komisariat Fakultas Ekonomi Unpatti bersama dua rekannya yakni Fahmi dan Haikal.
Saat berada di depan sekretariat, Syharul melihat sebuah mobil mencurigakan yang mendekat, sehingga dirinya menyuruh kedua temanya itu untuk lebih dulu ke sekretariat.
Selanjutnya mobil mencurigakan tersebut berhenti dan terlihat dua orang yang turun dan langsung menggiring dirinya ke dalam mobil.
“Saat dimasukan ke dalam mobil, sudah ada dua orang di dalam mobil, salah satu diantaranya saya kenali karena pernah ke sekretariat sekitar 3 tahun lalu dan mereka mengakui sebagai kader HMI,” ujar Syahrul.
Syahrul mengaku, dirinya dibawa ke Passo dan diinterogasi di sana. Kedua orang ini mengungkapkan kekesalan mereka atas orasi Syahrul di Kantor Gubernur.
“Mereka menyampaikan kekecewaan terkait narasi saya saat demo, bahasa itu seakan-akan mereka marah, karena bertujuan ke Gubernur Maluku yang merupakan orang Jazirah dan saya diminta untuk minta maaf ke pak gubernur,” jelasnya.
Usai diinterogasi, kata Syahrul, dirinya diperlakukan secara baik baik, bahkan ia diajak makan sebelum akhirnya diturunkan di kawasan bundaran Patung Leimena sekitar pukul 00.00 WIT.
Disana Syahrul bertemu salah satu kenalan dan diminta untuk diantarkan ke sekretariat. Namun saat tiba di depan gapura pemda 3, ia bertemu dua rekannya yang menghadang perjalannya ke sekretariat dengan alasan ada polisi di sana.
Mendengar penjelasan dua rekannya itu, ia kemudian pergi dan menginap di salah satu rumah seniornya.
Keterangan yang disampaikan Syahrul ini bertolak belakang dengan keterangan awal saat ia diperiksa. Polisi penilai, keterangannya berbelit-belit.
“Setelah kejadian polisi lakukan rekonstruksi, dan kita cek posisi HP korban, hasilnya di jam 12 itu korban berada di kawasan patung Leimena, sementara di keterangan awal, korban mengaku dipulangkan jam 06.00 pagi, nah ini membingungkan, ada beberapa keanehan dari keterangan Syahrul yang perlu kita telusuri,” ujar Kapolresta Kombes Simatupang kepada wartawan.
Dari keterangan Syahrul, penyidik akan mendalami dan melakukan pengembangan lebih lanjut
“Kita masih selidiki dua orang yang ada bersama dengan korban saat berada di dalam mobil, kesulitanya korban hanya mengetahui nama, sementara marga dan tempat tinggal korban tidak tahu. Prinsipnya kita dalami, masih banya fakta-fakta yang masuk materi penyelidikan, sehingga belum bisa kita sampaikan secara terperinci pada kesempatan ini,” jelasnya. (Cr-2/Cr-1)
Tinggalkan Balasan