NAMLEA, Siwalimanews – Polda Maluku diminta untuk menutup paksa akti­vitas pengolahan emas sistim rendaman di kawasan tambang ilegal Gunung Botak (GB) Jalur H, Desa Wamsaid, Ke­camatan Waelata, Kabu­paten Buru.

Desakan menutup paksa aktivitas itu di­sampaikan Presiden LI­RA Maluku, Yan Sari­wating kepada Siwa­lima, Minggu (6/11) se­telah mendapat infor­masi valid, kalau kini telah ada lagi aktivitas pengolahan emas sistim rendaman berskala jum­bo di lokasi yang pernah ditempati perusahan tersebut dalam sebulan terakhir ini.

Menurutnya, telah di­bangun 20 bak renda­man berskala jumbo dan tujuh buah domping. Tiga domping sudah beroperasi memasok pasir emas ke bak-bak rendaman.

Bukan hanya menu­tup paksa, namun Sariwating juga meminta agar para aktor yang ber­tanggungjawab membuka rendaman jumbo dan donaturnya agar ditang­kap serta diproses hukum.

Dari jejak digital terungkap, kalau sebelumnya PT SSS bersama PT CCP dan PT PIP  pernah masuk di kawa­san GB dengan izin penataan ling­kungan, yaitu mengeruk sedimen limbah tambang di sungai Anahoni.

Baca Juga: Piala Pesparani Nasional Kembali ke Maluku

Namun izin itu telah dilecengkan, karena diduga sesudah itu PT SSS me­ngelola emas dengan sistim ren­daman menggunakan Asam Cianida (CN).

Akibat limbah pengolahan di­buang sembarangan di bulan Juni tahun 2018 lalu, terjadi kasus sapi mati di dekat perusahan, diduga akibat meminum air yang telah ber­campur lomba racun cianida.

Awal tahun 2019, perusahan ini ditutup paksa oleh Reskrimsus Ma­bes Polri akibat dugaan penyalah­gunaan izin dan dugaan pencemaran lingkungan.

Selain menyoroti aktivitas di PT SSS, polisi juga diminta serius bo­ngkar rendaman di puncak Gunung Botak, karena menjadi biang keladi pencemaran yang merobah air berwarna biru.

Dari bukti video yang beredar, dan diambil saat penutupan GB bebe­rapa hari lalu, terlihat jelas air ber­warna biru di salah satu paritan milik penambang berinitial Ny DS di puncak GB.

DS dikhabarkan mengelola dom­ping di GB dan material pasir emas dipasok kepada sejumlah bak-bak rendaman di sekitarnya.

Bak-bak rendaman ini yang meng­gunakan B3, termasuk CN dan Kotis untuk mengelola emas hanya dalam tempo empat hari satu kali toyong.

Limba dari bak-bak rendaman ini yang dibuang sembarangan dan mengalir dari puncak GB mengikuti aliran air masuk ke sungai Anahoni di Kecamatan Teluk Kayeli, serta bermuara di pantai Teluk Kayeli.

“Ini mangalir lewat atas talang sambungan dari Desi pung paritan. Bocoran dari bak rendaman,” tam­bahkan satu sumber terpercaya.

Menanggapi dugaan pencemaran lingkungan akibat B3 di kawasan GB, Jan Sariwating lebih jauh menegas­kan, kalau dari awal ia telah menga­takan penertiban oleh polisi di GB terkesan mubasir, karena aktor inte­lektual dan para donatur, terutama pemasok B3 ke Kabupaten Buru tidak pernah ditangkap oleh polisi.

Sariwating heran, sudah pener­tiban yang kesekian puluh kali, tapi aktivitas di GB berulang kembali. Dia mengingatkan, kalau Presiden Joko­wi sudah berikan instruksi un­tuk tutup GB dan di era Kapolda Maluku dijabat Irjen Royke Lumowa sangat efektif.

“Perintah presiden sudah diamini oleh Irjen Royke Lumowa.GB dan Gogorea berhasil dikosongkan.Tapi ketika Royke Lumowa dipindahkan aktifitas tambang ilegal itu berulang kembali,”sesalinya.

Pemda juga diminta harus serius melihat masalah pencemaran akibat aktifitas tambang ilegal di sana, karena TKP ada di Buru.

“Polisi terbatas dengan anggaran, sehingga mestinya Pemda masuk di situ dan berkoordinasi dengan pol­res setempat bagaimana menyedia­kan anggaran untuk pengamanan supaya tidak ada lagi aksi penam­bangan liar,”sarannya.

Polisi juga diminta menyelidiki oknum-oknum yang namanya kini populer di kalangan penambang ter­tentu sebagai pemasok dana untuk aktifitas tambang ilegal di GB. (S-15)