AMBON, Siwalimanews – Ketua Pengadilan Negeri (PN) Ambon Pasti Tarigan mempersilakan Kejaksaan Tinggi Maluku menyelidiki kasus dugaan raibnya se­ba­gian dana konsinyasi da­lam perkara perdata yang melibatkan ASDP Liang, yang dititipkan di Penga­dilan Negeri Ambon sebe­sar Rp 1,142 miliar.

Kasus ini sedang dida­lami pihak kejaksaan de­ngan pengumpulan data dan keterangan dari sejum­lah saksi.

“Langkah penyelidikan Kejati terserah saja. Mung­kin dia pandang dari pi­dana. Kita pandang dari per­data,” jelas Tarigan saat di­temui di Pengadilan Ne­geri (PN) Ambon, Kamis (12/11).

Tarigan menegaskan, uang tersebut adalah dana yang dititip di pengadilan. Dia berujar dananya tidak hilang. Namun, sebagian uang sudah diba­yarkan ke pihak yang dianggap ber­hak mendapatkan uang itu.

“Mana ada yang ilang. Nga ada yang ilang. Sekarang kan ada dana­nya disini, cuma ada sebagian su­dah dibayarkan ke para pihak yang dianggap sebagai orang yang ber­hak. Ada kwitansi, ada semua,” katanya.

Baca Juga: Polresta Kembali Ungkap Kasus Prostitusi Online

Dia mengaku, uang yang diba­yarkan itu sesuai dengan putusan pengadilan. Menurutnya, uang itu tak bisa disebut hilang.

“Kalau dibilang hilang, itu tidak hilang. Kalau mau bilang uangnya hilang itu, kecuali raib seperti proyek nilainya Rp 700 ribu, pas diperiksa nilainya cuma Rp 200 ribu,” jelasnya.

Tarigan

Tarigan menuturkan, jangan sam­pai pihak ASDP meminta hal itu menjadi tindak pidana, apabila pihak ASDP mengatakan, kekurangannya pasti akan dibayarkan.

Sementara itu, Kasi Penkum dan Humas Kejati  Maluku, Samy Sapu­lette mengatakan, pihaknya hanya menindaklanjuti laporan masyara­kat.

“Kita merespons laporan masya­ra­kat,” ujarnya melalui WhatsApp, Rabu (11/11).

Sapulette menyebut, kasus itu sedang dalam tahapan penyelidikan oleh Kejati Maluku, dengan agenda permintaan keterangan dari bebe­rapa pihak.

Sapulette mengatakan, kasus ter­sebut masih dalam tahap pengum­pulan data dan keterangan dari sejumlah saksi.

“Kasus itu masih dalam tahap puldata dan pulbaket. Sehingga be­lum dapat dipublikasikan secara luas bagi masyarakat,” ujarnya.

Dia menyebut, penyelidik terus bekerja untuk membongkar dugaan kejahatan tersebut.

“Kami masih melakukan pengum­pulan data/dokumen dan bahan keterangan itu saja. Selebihnya ya ikuti saja proses penyelidikan yang masih berjalan,” katanya.

Dia mengatakan, pihak kejaksaan serius untuk menindaklanjuti lapo­ran tersebut.

“Ya, semua laporan pasti kita se­rius untuk menindaklanjuti,” ujarnya.

Sebelumnya, Kejati Maluku di­minta jangan bernafsu mengejar kasus korupsi baru, sementara banyak kasus lama  terbengkalai dan belum dituntaskan.

Sejumlah kasus lama yang masih di berada meja Kejati Maluku diantaranya, Repo Obligasi Bank Maluku kepada PT Andalan Artha Advisiondo (AAA) Securitas,  du­ga­an korupsi pembelian lahan PLTG Namlea,  korupsi Taman Kota Kabu­paten Kepulauan Tanimbar, dugaan korupsi dana hibah pembangunan Pastori Waai dan dugaan korupsi gaji Satpol PP Maluku.

Kendati banyak kasus lama belum tuntas, Korps Adhyaksa sudah me­ngejar kasus dugaan raibnya seba­gian dana konsinyasi dalam perkara perdata yang melibatkan ASDP Liang, yang dititipkan di Penga­dilan Negeri Ambon sebesar Rp 1,142 miliar.

Praktisi Hukum, Djidon Batma­molin mengatakan, kejati jangan hanya memburu banyak kasus, te­tapi sulit untuk dituntaskan.

“Sebaiknya jangan kejar kasus  dulu dengan melakukan penyelidi­kan kasus baru, sementara kasus lama masih terbengkalai dan belum tahu kejelasannya,” kata Batmamolin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (10/11).

Ia meminta, kejati fokus mena­ngani kasus dugaan korupsi yang lama, jangan  mengejar kasus baru, sehingga akhirnya menumpuk.

Ia berharap, kejati dalam mela­kukan penyelidikan dan penyidikan tidak disusupi kepentingan apapun, sehingga kasus-kasus dugaan ko­rupsi itu bisa dituntaskan.

Senada dengan itu, Ketua Laskar Anti Korupsi (LAKI) Maluku, Ro­nny Aipassa juga meminta agar jak­sa lebih fokus untuk menuntaskan kasus-kasus dugaan korupsi yang lama.

Menurutnya, jika jaksa hanya me­ngejar target sementara penanga­nan perkaranya terkatung-katung maka akan menimbulkan persepsi buruk dalam penanganan perkara korupsi.

“Pasti akan ada image yang buruk terhadap kinerja jaksa bahwa hanya kejar target atau jumlah kasus, tapi tidak ada penyelesaiannya,” ujarnya.

Bidik

Seperti diberitakan, Kejati Maluku membidik kasus dugaan raibnya sebagian dana konsinyasi dalam perkara perdata yang melibatkan ASDP Liang, yang dsititipkan di Pengadilan Negeri Ambon sebesar Rp 1,142 miliar.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette mengakui, kasus tersebut sementara dilakukan pengumpulan data dan keterangan dari sejumlah saksi. “Benar kasus ini sedang da­lam tahapan penyelidikan oleh Ke­jati Maluku, dengan agenda permin­taan keterangan dari beberapa pihak,” jelas Sapulette kepada Siwa­lima, Senin (9/11).

Dalam proses penyelidikan terse­but, lanjut Sapulette, kejari melaku­kan pengumpulan data dan kete­rangan dari sejumlah saksi.

Pengadilan Negeri Ambon diduga menghilangkan uang senilai Rp 1,141 M dari dana konsinyasi Rp 6,8 M yang dititipkan.

Dana yang dititipkan di Penga­dilan ini untuk pembayaran ganti rugi lahan seluas 4,6 Hektar di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabu­paten Malteng yang sedang dalam proses hukum.

Hal ini disampaikan Wenly Tuaputtimain selaku kuasa hukum Abdul Samad Lessy.

Wenly menyebutkan, kliennya Abdul Samat Lessy, telah mema­sukkan gugatan perkara perdata terkait lahan dermaga ferry Liang terhadap Pama Lessy, Muhamad Lessy, Daud Hahuan dan ASDP Indonesia Ferry (Persero), serta BPN Maluku Tengah sebagai tergugat.

Pihaknya kemudian menyurati pengadilan dengan melampirkan nomor gugatan, agar tidak dilakukan pembayaran kepada pihak manapun, sambil menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). ASDP kemudian menyetor dana sebesar Rp 6,8 M ke pengadilan di tahun 2018.

Secara hukum lanjut Wendy, pemilik sah dari lahan dermaga ferry Liang seluas 4,6 hektar (versi ASDP) adalah Abdul Samad Lessy. Dan hal ini diperkuat dengan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara nomor 537 tahun 2020.

Sementara itu, Humas PN Ambon, Lucky Rombot Kalalo yang ditemui wartawan mengatakan, uang terse­but bukan raib.

Saat perkara ini berproses saat diajukan gugatan oleh, Abdul Samad Lessy pada tahun 2017 atas lahan seluas 4,6 Hektar di Desa Liang. Sebelum ada putusan Kasasi dari Mahkamah Agung, sudah dilakukan pembayaran ke salah satu tergugat yakni, Saleh Lessy atas per­mohonan ganti rugi ke ASDP Ferry Indonesia.

Kalalo menjelaskan, lahan seluas 4,6 Hektar itu dibeli oleh PT ASDP Indonesia dengan nilai Rp. 6,8 miliar. Namun, saat tanah ini dibeli, sudah ada sertifikat lahan atas atas nama Saleh Lessy (tergugat) dan sudah didirikan bangunan, rumah dan penginapan dan pohon kelapa.(S-49)