DALAM beberapa waktu ini, banyak dibahas tentang mutasi virus covid-19 dan bagaimana dampaknya pada pengendalian pandemi yang sudah membelenggu kita lebih dari satu tahun ini. Untuk mengawali pembicara­an, ada tiga hal yang perlu kita ketahui. Pertama, semua virus–termasuk virus covid-19–memang akan bermutasi dari waktu ke waktu. Kalau virus bereplikasi, akan dapat saja terjadi perubahan dalam virus itu, yang kita sebut sebagai mutasi, yang dapat mungkin tidak punya dampak berarti bagi penyakit yang ditimbulkan oleh virus itu. Namun, mungkin juga punya dampak penting yang perlu di antisipasi. Kedua, ilmu pengetahuan tentang virus covid-19 masih terus berkembang amat pesat.

Data yang dikemukakan pada suatu waktu dapat saja berubah pada bulan berikut atau minggu berikut karena ada bukti ilmiah baru. Jadi, kita memang harus terus mengikuti secara saksama perkembangan ilmu yang ada dalam mengambil kebijakan publik dan juga keputusan pribadi. Tentu, harus berdasar dari sumber informasi yang sahih. Hal ketiga, sejauh ini sudah amat banyak mutasi virus covid-19 yang sudah terjadi dan masih mungkin akan ada yang terjadi lagi di masa depan. Dalam hal ini, pada masa sekarang ini, ada tiga mutasi virus yang jadi perhatian utama dunia, yaitu mutasi B117 yang bermula dilaporkan Inggris, mutasi B1351 Afrika Selatan, dan mutasi P1 Brasil.

Pada kesempatan ini, akan dibahas perkembangan terakhir mutasi virus covid-19 yang B117. Ini dipilih karena tiga alasan. Pertama, mutasi B117 dilaporkan oleh pemerintah Inggris ke World Health Organization (WHO) dalam kerangka International Health Regulation (IHR), suatu perangkat WHO yang punya dasar hukum internasional, legally binding. Kedua, mutasi B117 ini sudah menyebar ke hampir sekitar 100 negara di dunia dan alasan ketiga tentu karena mutasi B117 ini  sudah dilaporkan pula di beberapa kota di negara kita pada Maret 2021. Penularan dan beratnya penyakit Dari awal sudah diketahui bahwa virus covid-19 dengan varian baru B117 ini memang lebih mudah menular dari jenis yang biasa dikenal.

Pada Januari 2021 dilaporkan mutasi ini 30% sampai 70% lebih mudah menular. Data berikutnya, pada Februari 2021 menunjukkan bahwa jumlah kasus bertambah dua kali lipat setiap 10 hari di A­merika Serikat, artinya menyebar dengan cepat. Lalu, pada 3 Maret 2021, ini dipublikasikan hasil penelitian di jurnal ilmiah internasional Science yang menyebutkan penularan mutasi ini dapat meningkat sampai 59%-74%, dan dalam pemodelan angka reproduksinya dapat meningkat sampai 43%- 90%. Informasi tentang beratnya penyakit, pada mutasi B117 juga berkembang dari waktu ke waktu. Pada awalnya, memang ada kesan bahwa mutasi ini tidak terlalu memengaruhi beratnya penyakit. Namun, kenyataan ternyata tidaklah demikian.

Pada 22 Januari 2021, bahkan, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sudah menyam­paikan bahwa ada sebagian bukti (some evidence) yang menunjukkan bahwa mutasi ini mungkin lebih mematikan. Kemudian, pada 11 Februari 2021, badan khusus di Inggris yang sengaja dibentuk untuk mengatasi mutasi ini, yang bernama New and Emer­ging Respiratory Virus Threats Advisory Group B117 menyatakan bahwa mutasi ini berhubungan dengan peningkatan angka masuk rawat rumah sakit dan juga peningkatan angka kematian. Pada 10 Maret 2021, jurnal ilmiah international BMJ lalu melaporkan data yang lebih jelas lagi. Disebutkan, bahwa angka kemati­an akibat mutasi ini meningkat dari 2,5 menjadi 4,1 per 1.000 kasus yang dideteksi. Disampaikan bahwa kematian akibat virus yang bermutasi B117 meningkat sampai 64%. Lalu, pada 15 Maret 2021, penelitian lain di jurnal ilmiah international Nature juga mendapatkan bahwa mutasi ini meningkatkan kematian sampai 55%. Sampai 16 Maret 2021 sudah ada 94 negara, yakni ditemukan virus covid-19 dengan mutasi B117. Tentang apakah vaksin yang ada masih berdampak baik atau tidak, maka masih ada berbagai data. Beberapa vaksin seperti Pfi­zer, Moderna, Johnson & Johnson, dan juga Astra­zeneca melaporkan bahwa vaksin mereka dapat tetap melindungi sese­orang dari virus yang sudah bermutasi B117 ini. Di sisi lain, vaksin-vaksin tampaknya lebih kurang efektif terhadap virus yang B1351 yang bermula dari Afrika Selatan dan juga strain yang ditemukan di Brasil, yaitu P1.

Di pihak lain, sejauh ini mutasi B1351 dan juga P1 ternyata tidaklah jauh lebih mematikan katimbang virus asal yang belum bermutasi. Yang perlu dilakukan Karena mutasi B117 sudah dilaporkan dari berbagai kota di Indonesia, tentu kita perlu waspada. Untuk masyarakat umum, informasi penularan dan beratnya penyakit, harusnya semakin mengingatkan bahwa kita semua harus terus menjalankan 3M dengan ketat, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Hal ini perlu dilakukan karena dua pertimbangan. Pertama, untuk melindungi diri kita agar tidak tertular covid-19, termasuk tidak tertular jenis yang sudah bermutasi ini. Pertimbangan kedua, dengan ketatnya masyarakat menerapkan 3M, penularan di masyarakat dapat dicegah. Kalau penularan berkurang, replikasi virus juga akan berkurang dan kemungkinan terjadinya mutasi juga jadi berkurang pula. Dari sudut kebijakan publik, ada tiga hal yang dapat dilakukan. Pertama tentu pembatasan dan atau pengawasan ketat kunjungan warga negara asing masuk ke Indonesia.

Kalau memang sudah mendarat, baiknya dilakukan isolasi beberapa hari secara ketat dan pada mereka dilakukan pemeriksaan sekuensing virus. Hal kedua yang juga perlu ialah sistem surveilans untuk mengidentifikasi keadaan ‘khusus’ penyakit yang terjadi di masyarakat, yang dapat saja dicurigai sebagai akibat dari tertular virus dengan mutasi B117. Hal ini, antara lain, ialah mereka yang positif sesudah mendapat vaksinasi secara lengkap, atau terjadinya klaster pasien. Apalagi, kalau ada riwayat dengan kecurigaan terinfeksi virus yang bermutasi, atau adanya kasus yang berat dan atau kematian tanpa faktor risiko berarti, dan lain lain. Kalau ada keadaan-keadaan khusus ini, itu harus ada sistem pelaporan yang baik sehingga akan turun team untuk menelaahnya lebih lanjut. Hal ke tiga, surveilans whole genome sequencing di Tanah Air memang harus terus ditingkatkan jumlahnya.

Perlu jumlah puluhan ribu sampai ratusan ribu pemeriksaan sekuensing dilakukan dan secara sistematik dan berkelanjutan agar kita dapat memperoleh hasil yang memadai sesuai situasi epidemiologi yang ada. Tantangan akibat virus covid-19 memang mungkin akan masih amat beragam. Tugas kita bersama melakukan upaya pencegahan dan pengendalian, yang tentu berdasar perkembang­an ilmu pengetahuan yang ada.( Tjandra Yoga Aditama, Guru Besar FKUI, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan mantan Dirjen P2P & Ka-Balitbangkes)