AMBON, Siwalimanews Harapan publik Maluku akan adanya perhatian serius dari pemerintah pusat, nyaris pupus de-ngan hasil per­te­muan tim khusus KKP bersama Gubernur Maluku.

Awalnya utusan khusus Ke­menterian Kelautan dan Peri­kanan yaitu Sekretaris Jenderal Nilanto Perbowo, Dirjen Perika­nan Tangkap KKP M Zulfickar Moch­tar, Dirjen Penga­wasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Agus Su­herman, serta staf khusus Satgas 115 illegal fishing Yunus Husein, tiba di Kantor Gu­bernur Maluku, Kamis (5/9) sekitar pukul 10.00 WIT. Mereka langsung dipersilahkan masuk dan menunggu di ruang rapat gubernur.

Kendati begitu, sang tamu harus menunggu sekitar satu jam, barulah Gubernur Murad Ismail tiba. Di awal pertemuan, gubernur sempat menje­laskan bahwa dirinya terlambat lan­taran, lebih dahulu menghadiri wi­suda di Universitas Pattimura.

Pertemuan yang oleh banyak orang diperkirakan bakal berlang­sung panas itu, berlangsung ter­tutup. Awak media yang sedari pagi me­nunggu, harus pasrah dimintai ke­luar oleh anggota satpol PP yang bertugas di sana.

Awalnya publik berharap “sera­ng­an” yang  disampaikan Gubernur Murad Ismail itu akan mengagetkan Menteri Susi, paling tidak, utusan khusus yang dikirimnya.

Baca Juga: Wagub: Pendapatan Daerah Turun 0,94 Persen

Namun di akhir jumpa pers, awak media hanya disuguhi lima butir pernyataan yang disampaikan gu­bernur kepada Menteri Susi.

Lima poin tersebut yakni pertama, meminta pemerintah pusat segera merealisasikan janji-janjinya kepada masyarakat Maluku terkait Maluku sebagai LIN, baik dalam bentuk regulasi maupun program kebijakan.

Kedua, mendesak DPR-RI dan pemerintah pusat segera mengesah­kan RUU Provinsi Kepulauan menjadi Undang Undang.

Ketiga, meminta Menteri Kela­utan dan Perikanan Susi Pudjiastuti segera memberikan paraf (perse­tujuan) pada draf Perpres tentang LIN, karena hanya dirinya yang belum tandatangani draf itu, se­belum diteruskan ke Presiden RI. Sebelumnya, Kemenkumham, Men­ko Kemaritiman dan Setkab sudah memberikan paraf persetujuan.

Keempat, mendesak Mendagri untuk segera menyetujui Perda Zo­nasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pu­lau kecil yang telah diajukan Peme­rintah Maluku, termasuk daerah lain­nya.

Kelima, mendesak pemerintah pu­sat mengeluarkan Peraturan Peme­rintah dengan mencantumkan objek kelautan dalam retribusi daerah.

“Saya berikan apresiasi sekaligus berterimakasih kepada ibu Susi yang menurunkan tim guna menyikapi keluhan masyarakat Maluku dan berharap janji soal LIN dan ang­garan Rp 1 triliun dapat terealisasi,” ujar Gubernur Murad.

Turut mendampingi gubernur, Penjabat Sekda Maluku Kasrul Selang, Kadis Kelautan dan Peri­kanan Romelus Far-Far, Plt Kepala Bappeda Maluku Jalaludin Salam­pessy, dan Karo Hukum Setda Ma­luku Hendry M Far-Far.

Antiklimaks

Direktur Beta Kreatif, Ikhsan Tualeka, menilai pertemuan guber­nur dan utusan Menteri Susi, anti­klimaks. Tak ada hal yang luar biasa dari pertemuan itu.

Padahal genderang “perang” yang ditabu gubernur melawan ke­bijakan Menteri Susi, begitu meng­gugah bahkan sempat menghimpun solidaritas dan sentimen publik Maluku, karena menyangkut kepen­tingan mendasar orang Maluku.

Publik menaruh harapan besar terhadap “konfrontasi” yang dilaku­kan gubernur terhadap kebijakan Menteri Susi. Tapi nyatanya, tidak seperti yang diharapkan.

“Ini akan jadi preseden buruk, kalau ada lagi upaya advokasi ke­pentingan Maluku dengan dilaku­kan dengan komunikasi tidak akan berhasil, karena dianggap bercanda. Padahal Maluku layak melakukan protes, karena banyak ketidakadilan yang selama ini dirasakan oleh Maluku. Khusunya dalam penge­lolaan sumber daya alam di laut,” tandasnya kepada Siwalima, Kamis (5/9) malam.

Sebelumnya mantan Dankorp Brimob Polri ini, “menyerang” Menteri Susi soal kebijakan moratorium kapal. Sementara 1.600 kapal ikan diberi izin mengeruk kekayaan laut Malu­ku, namun tak satupun ABK orang Maluku yang dipe­kerjakan di kapal-kapal tersebut.

Selain itu, masih menurut data yang dimiliki Gubernur Murad, ada sekitar 400 kontainer ikan yang diambil dari laut Maluku setiap bulannya dan kemudian diekspor ke luar negeri. Namun sekali lagi Ma­luku tidak kebagian apa-apa. Data yang beberkan oleh gubernur valid.

“Setiap bulan ibu Susi bawa ikan dari laut Arafura untuk diekspor, tapi kita tidak dapat apa-apa, untuk itu kita akan sasi laut Maluku,” tegas guber­nur dalam sambutannya ketika melan­tik Kasrul Selang sebagai Penjabat Sekda Maluku di Lantai VII Kantor Gubernur Maluku, Senin (2/9).

Menurut gubernur, sebelum dila­ku­kan moratorium, uji mutu perika­nan ditangani langsung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Ma­luku. Na­mun saat ini uji mutu sudah dilaku­kan di Sorong, Provinsi Papua Ba­rat. “Kita tidak dapat PAD dari sektor perikanan, kalian tahu kita perang dengan Menteri KKP,” tandasnya.

Tidak hanya itu, gubernur juga menyentil soal kebijakan 12 mil hak wilayah laut merupakan kewena­ngan dari pemerintah daerah, se­dangkan di atas 12 mil adalah kewe­nangan pemerintah pusat.

“12 mil lepas pantai itu punya pusat,  suruh mereka buat kantor di 12 mil lepas pantai,  ini daratannya punya saya,” tegasnya.

Menteri Susi tersengat dengan serangan gubernur. Ia lalu mengutus tim khusus untuk bertemu dengan gubernur.

Dukungan Akademisi

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Perikanan Unpatti, Alex Retraubun mengatakan, untuk melawan kebija­kan Menteri Susi Pudjiastuti yang tidak berpihak ke Maluku, maka rakyat Maluku dan gubernur harus bersatu untuk merubah kebijakan pemerintah pusat.

“Ini kan perjuangan gubernur untuk rakyat, cara eksekusinya, ya merubah kebijakan untuk mensejah­terakan Maluku. Harus rubah kebi­jakan itu. Kabijakan itu kan tujuan akhir mensejahterakan rakyat, bu­kan membinasakan rakyat. Itu tujuan umum suatu kebijakan, dan kalau kebijakan Menteri Susi menyeng­sarakan rakyat Maluku harus dila­wan dengan merubah kebijakan itu,” tandas Retraubun kepada Siwa­lima, Rabu (4/9).

Retraubun mengaku paham betul kenapa gubernur mengeluarkan pernyataan untuk lawan Menteri Susi. “Bagi saya, selama niat baik gubernur untuk rakyat Maluku tidak bertentangan dengan aturan. Gu­bernur menjalankan fungsi kontrol terhadap suatu kebijakan pempus, sebab beliau juga bagian dari rakyat Maluku meskipun beliau gubernur,” tandasnya.

Menurut Retraubun, sebuah kebi­jakan nasional itu adalah kewe­nangan pemerintah pusat. Kebijakan diambil tujuannya untuk mense­jahterakan rakyat. Tetapi jika ada kebijakan yang tidak mense­jah­te­rakan rakyat, berarti kebijakan itu dibuat tanpa mempertimbangkan kepentingan daerah.

“Itulah yang kira-kira mendasari kenapa gubernur memprotes kebi­jakan nasional yang dibuat ibu Susi. Jadi pempus harus melihat ini juga secara positif. Seperti pempus meng­ambil semua pendapatan dari sektor perikanan, sebenarnya itu tidak adil. Pempus harus share juga dengan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan PAD,” ujarnya.

Mantan Wakil Menteri Perindus­trian ini mengatakan, jika semua pendapatan diambil pempus, lalu terjadi kerusakan-kerusakan lingku­ngan yang dihasilkan akibat eks­ploitasi, itu ditanggung daerah, bukan ditanggung pempus. Disi­nilah ketidakadilan itu berada.

Retraubun juga menyentil soal 1.600 kapal yang beroperasi di laut Arafura. Menurutnya, harus ada kebijakan Menteri Susi untuk mem­buat sarana dan prasarana kepada nelayan Maluku, atau paling tidak mengajak nelayan Maluku ikut ambil bagian juga bersama dengan ribuan kapal itu. (S-32/S-39)