Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Menurut Ateng Syafruddin, fungsi dan kedudukan APBD yaitu: Sebagai dasar kebijakan menjalankan keuangan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk masa tertentu yaitu satu tahun anggaran. Sebagai pemberian kuasa dari pihak legislatif yaitu DPRD kepada kepala daerah sebagai pimpinan eksekutif untuk melakukan pengeluaran dalam rangka menjalankan roda pemerintahan daerah. Sebagai penetapan kewenangan kepada kepala daerah untuk melaksanakan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai bahan pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berhak melaksanakan pengawasan bisa lebih baik.

Dalam konteks politik, APBD merupakan dokumen politik wujud komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. APBD bukan sekadar masalah teknis, melainkan lebih merupakan alat politik (political tool). APBD disusun tidak berdasarkan ketentuan-ketentuan teknis ataupun melalui hitungan-hitungan ekonomi semata, tetapi lebih dari itu APBD disusun berdasarkan sebuah kesepakatan, dan merupakan sebuah terjemahan dari visi dan misi kepala daerah terpilih.

Didalam APBD Provinsi Maluku maupun Kota Ambon tahun 2025, dialokasikan anggaran untuk pengadaan mobil dinas baru baik untuk kepala daerah maupun wakil kepala daerah. Namun, hal tersebut ditolak oleh gubernur dan walikota terpilih.

Alasan Gubernur Maluku terpilih, Hendrik Lewerissa untuk menolak pengadaan mobil dinas baru lantaran mengefisiensi anggaran untuk kepentingan masyarakat.

Baca Juga: Minimnya Pendapatan Asli Daerah

Begitu juga dengan Walikota Ambon terpilih, Bodewin Wattimena. Menurutnya, saat ini kondisi keuangan Kota Ambon tidak stabil, terutama soal tidak tercapainya PAD yang berdampak pada adanya hutang pemkot, baik terhadap pihak ketiga, TPP maupun ADD sehingga mereka memutuskan untuk menggunakan kendaraan lama dan pengadaan kendaraan dinas dimaksud ditunda sampai tahun 2026 sambil akan berupaya menata keuangan pemkot sehingga tidak lagi terjadi hutang bagi ASN maupun yang lainnya.

Kendati demikian, Bodewin mengapresiasi Pemkot Ambon maupun DPRD yang telah mengalokasikan anggaran untuk pengadaan mobil dinas.

Mengapa pengadaan mobil dinas baru ditolak ? karena tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan wujud dari pembangunan daerah yang berhasil. Tolok ukur kesejahteraan masyarakat itu sendiri dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Indeks Pembangunan Manusia diukur melalui tiga indikator yang krusial dalam menopang kualitas kehidupan manusia. Indikator yang pertama adalah kesehatan. Indikator kesehatan menunjukkan derajat kesehatan fisik masyarakat yang diukur melalui angka harapan hidup dan kematian bayi, semakin tinggi harapan hidup maka kematian bayi semakin sedikit, selain itu diperhitungkan juga status kesehatan masyarakat yang dihitung melalui angka kesakitan serta penyediaan sarana dan prarana. Indikator kedua adalah pendidikan. Indikator ini menghitung keunggulan kualitas SDM yang dinilai dari fasiltias pendidikan, angka partisipasi sekolah, angka harapan lama sekolah, dan rata-rata lamanya sekolah. Kemudian indikator terakhir adalah standar hidup layak. Indikator ini diukur dari ketenagakerjaan, karena mencakup keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang pada akhirnya menopang daya beli masyarakat. Indikator ini menghitung tingkat partisipasi angkatan kerja, kesempatan kerja dan pengangguran dan standar hidup layak penduduk. (*)