AMBON, Siwalimanews – Penjabat Kepala Desa Abubu, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, Marthinus Lekahena dituntut Jaksa Penuntut Umum Kejari Ambon, Endang Anakoda dengan pidana 7 tahun penjara.

Jaksa menyatakan, terdakwa terbukti secara sah, bersalah melakukan tindak pidana korupsi Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) Desa Abubu tahun anggaran 2016-2018.

Tuntutan itu disampaikan JPU Endang Anakoda dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (6/9) dipimpin majelis hakim yang diketuai Martha Maitimu didampingi Rahmat selang dan Anthonius Sampe Samine masing-masing sebagai hakim anggota.

Menurut JPU Marthinus Lekahena terbukti bersalah dalam pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dibuah dengan Undang-Undang Nomor R. I. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Dakwaan Subsidair.

Akibat dari tindakan terdakwa Negara mengalami kerugian sebesar Rp800 juta. Sehingga terdakwa tidak saja dituntut pidana bada, tetapi juga membayar denda sebesar Rp200 juta, subside 3 bulan kurungan.

Baca Juga: Polisi Janji Bereskan

JPU Endang Anakoda juga menutut terdakwa dengan uang pengganti sebesar Rp.828.560.425.

“Menuntut supaya majelis hakim juga menghukum terdakwa dengan uang pengganti  sebesar Rp.828.560.425., dimana dengan ketentuan dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi pengganti tersebut, dan jikalau harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti dimaksud maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 tahun Penjara,” tandas JPU.

Usai mendengar tuntutan JPU, Marnex Salmon, kuasa hukum terdakwa kepada Siwalima mengaku keberatan terhadap tuntutan tersebut, dimana menurutnya tuntutan tersebut ada unsur dendam.

Selain itu, dirinya mengaku kaget karena ada perbedaan yang sangat signifikan dari perhitungan kerugian keuangan negara oleh Inspektorat (APIP) Maluku Tengah dan JPU

“Bagi kami tuntutan terhadap terdakwa itu tidak rasional dan tidak sesuai fakta persidangan dan perbuatan terdakwa, ini ada unsur dendam,” katanya.

Namun ketika dalam dakwaan kerugian 300 jutaan itu berubah menjadi Rp.828.560.425 yang terbawah hingga tuntutan tersebut dibacakan. Dari perbedaan hasil perhitungan kerugian negara itu pihaknya kaget, karena dilakukan perhitungan ulang oleh pihak jaksa sendiri.

“Jika dugaan kami benar maka penyidik telah salah melangkah dan tambrak aturan berdasarkan ketentuan Mahkamah Konstitusi tentang lembaga yang dapat menghitung kerugian negara yakni, hakim dan lembaga yang berkompeten bukan penyidik” beber Marnex.

Sementara terkait perbedaan hitungan tersebut Kacabjari Sapa­-rua, Ardy mengaku kerugian senilai 828 juta tersebut dihitung sendiri oleh penyidik dan dapat dipakai sesuai ketentuan UU no 16 tahun 2024 dan SEMA no 4 tahun 2016.

Perhitungan itu pula dilakukan oleh penyidik dan dimuat dalam dakwaan sebab ada beberapa temuan yang tak dihitung oleh Inspektorat.

Hal itu juga di benarkan berdasarkan Undang-Undang No 16 tahun 2004 merupakan dasar aturan Kejaksaan dimana dalam SEMA No 4 tahun 2016 dan kesimpulan Rapat Kerja Nasional Mahkama Agung RI dengan jajaran pengadilan 4 lingkungkan Peradilan di seluruh Indonesia tahun 2009 tanggal 9 Oktober 2009, Putusan MK No. 31/PUU-X/ 2012 tanggal 23 Oktober 2012 membuat kejaksaan mendapat kewenangan dapat menghitung kerugian keuangan Negara, serta hasil temuan itu sudah dikonfirmasikan kepada pihak Inspektorat. (S-26)