NAMLEA, Siwalimanews – Penambangan emas tanpa ijin (PETI) di lokasi Gunung Botak, Kabupaten Buru, saat ini terlihat sepi sejak Polres Buru mengobrak abrik lokasi ini selama tiga hari berturut turut.

Padahal ketika belum dilakukan penertiban,  wilayah ini ramai dengan hiruk pikuk antar pekerja tambang dari seluruh pelosok tanah air.

Penertiban di hari Senin dan Selasa, petugas dibantu eksavator berhasil membongkar tenda para penambang dan membongkar bak rendaman.

Dua hari bekerja keras petugas belum mampu untuk melakukan penertiban, karena luasnya areal ditambah dengan kurangnya alat berat, sehingga ada lokasi lain yang belum tersentuh.

Di hari ketiga, Kamis (24/2), penertiban dilanjutkan di Was boli dan  Sampeno, Desa Kaiely, Kecamayan Kaiely. Penertiban kali ini langsung dipimpin Kapolsek Waiapo Ipda Andreas Hasurungan Panjaitan.

Baca Juga: Tiga Hari Diguyur Hujan, Puluhan Rumah di Piru Tergenang

Menurut Kapolres, personel yang dipimpinnya sebanyak 40 orang, merupakan gabungan dari Polres Buru dan Polsek Waiapo.

“Berbagai peralatan penambang dihancurkan, bahkan ada sektar 70 bak rendaman yang diratakan dengan tanah, termasuk tenda-tenda juga dirobohkan,” ucapnya

Menyikapi aksi penertiban oleh Polres Buru atas kehadiran PETI di Gunung Botak, Korwil LIRA Maluku Jan Sariwating angkat bicara.

Kepada Siwalimanews Sariwating menegaskan, apa yang sedang dilakukan oleh Polres Buru adalah hal yang biasa, sebab tidak ada yang istimewa.

Pasalnya, apa yang dilakukan pihak polres, adalah merupakan tugas rutin yang harus dilaksanakan untuk melindungi masyarakat.

“Jadi itu merupakan tugas rutin dan bukan sebuah prestasi,” tandas Sariwating.

Yang sangat disayangkan kata Sariwating, dalam penertiban itu, tidak ada satupun pemilik bak rendaman yang ditangkap.  Ini yang membuat heran masyarakat, kenapa Polres tidak tegas terhadap para pemilik bak rendaman ini.

Padahal mereka-mereka  inilah yang merupakan biang keladi terjadi nya kerusakan atas lingkungan hidup disana. Semestinya mereka harus ditangkap dan diadili, karena telah melanggar UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dimana pada pasal 69 ayat 1 butir a menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Jika penambangan itu disertai dengan pemakaian bahan ber bahaya seperti mercuri, sianida, maka ada sangsi pidana dan denda.

“Untuk pidana penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 3 tahun. Sedangkan denda paling sedikit Rp1 milliar dan paling banyak Rp3 milliar,’ ucap Sariwating.

Sangsi pidana dan denda ini kata Sariwating, harus diberikan kepada para penambang sehingga ada efek jera. Kalau hal itu tidak dilakukan, maka cepat atau lambat, mereka-mereka ini terutama pemilik bak rendaman akan kembali beraktivitas seperti biasa, karena sudah banyak bukti yang menyatakan itu.

Mudah-mudahan dengan penertiban saat ini merupakan yang terakhir, tetapi, kalaupun diwaktu mendatang aktivitas penambangan ilegal kembali marak, berarti pekerjaan penertiban oleh Polres tidak punya arti apa-apa, alias mubasir.

“Oleh sebab itu, untuk menjaga nama baik Polisi di mata masyarakat, kami minta Kapolda Maluku perintahkan Kapolres Buru, untuk segera melakukan penangkapan atas pemilik bak rendaman, karena selain telah merusak lingkungan hidup, juga melakukan penambangan tanpa ijin dari pemerintah,” harap Sariwating. (S-15)