LANGKAH panitia kerja Penjaringan Calon Penjabat Gubernur Maluku untuk menyurati Kejaksaan Tinggi guna melakukan penelusuran terhadap rekam jejak calon penjabat. Mengingat DPRD sejak awal telah berkomitmen untuk mengusulkan tiga nama calon penjabat gubernur yang tidak memiliki rekam jejak buruk khususnya terkait dengan kasus hukum.

Salah satu upaya dilakukan dengan meminta aparat penegak hukum untuk melakukan penelusuran terhadap kelima calon penjabat gubernur yang telah mendaftarkan diri ke DPRD.

Kelima calon penjabat gubernur Maluku yang telah mendaftarkan diri itu yakni Rektor Unpatti, MJ Sapteno, Abidin Rahawarin (Rektor IAIN), Mayjen TNI Dominggus Pakel (Deputi Bidang Operasi Keamanan Cyber dan Sandi), Olivia Latuconsina (Wakil Ketua Komnas Perempuan) dan Jufri Rahman (Staf Ahli Menpan RB bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah).

Tentunya permintaan rekam jejak ini diharapkan agar Kejati dapat melakukan penelusuran dan hasilnya dapat disampaikan kepada DPRD sebagai bahan pertimbangan sebelum dilakukan penentuan oleh DPRD pada tanggal 30 November mendatang melalui sidang paripurna.

Semua yang dilakukan Panja maupun DPRD secara kelembagaan bertujuan agar pemimpin daerah untuk satu tahun kedepan bersih dari semua bentuk persoalan hukum yang dapat menghambat proses pemerintahan.

Baca Juga: Ketegasan OJK di Raibnya Uang BI 1,5 M

Seyogyanya DPRD belajar dari kasus di KKT, dimana Ruben Moriolkossu yang baru enam bulan menjabat Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar namun harus diturunkan karena tersandung kasus korupsi dan ditetapkan sebagai tersangka, sehingga seleksi yang dilakukan ini Panja tidak mengganggu jalannya pemerintahan kedepannya.

Dalam pembahasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, pemerintah dan DPR telah bersepakat bahwa tidak akan ada pilkada pada 2022 dan 2023.

Penyatuan pilkada serentak dilakukan pada November 2024, sebagaimana disebut pada Pasal 201 UU No 10 Tahun 2016. Peniadaan pilkada serentak 2022 dan 2023 ini menyebabkan pemerintah harus mengisi 272 jabatan kepala daerah agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan pada pemerintahan

Pasal 201 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 Perubahan Kedua atas UU Np. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPU No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU (UU Pilkada) menyebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 dan 2023, maka diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota. Berlaku sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada 2024 mendatang.

Secara singkat, Penjabat Kepala Daerah merupakan seorang yang mengisi posisi kepala daerah selama masa transisi. Sampai kembali terpilihnya kepala daerah yang baru secara sah melalui pemilihan langsung oleh masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan UU Pilkada, untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. Sedangkan untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

Penjabat kepala daerah harus mampu berinovasi menghadapi berbagai masalah, seperti dalam aspek pembangunan maupun bidang lainnya.

Tantangan terberat adalah dari kalangan birokrasi yang belum terbiasa dengan kinerja cepatnya, serta keterbatasan APBD untuk mendukung inovasi-inovasi yang dilakukan.

Hal lain yang disoroti ialah pengendalian inflasi di daerah. Dalam mencapai tujuan dari tiap-tiap program pemerintah daerah, kolaborasi dan kerja sama dengan masyarakat menjadi penting untuk dilakukan.

Apalagi, banyak tantangan yang dihadapi pemerintah daerah. Sebut saja seperti keterbatasan sumber daya manusia, adanya ego sektoral, serta kinerja organisasi perangkat daerah yang masih belum optimal. Tantangan-tantangan tersebut muncul dari internal daerah.

Masyarakat saat ini menggantungkan harapannya pada para penjabat kepala daerah. Mereka adalah ASN yang memiliki kompetensi pemerintahan yang panjang dan mumpuni, sehingga harus mampu melakukan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo.  Selain itu, kewenangan yang dimiliki Penjabat Kepala Daerah tidak memiliki perbedaan jauh dengan kepala daerah definitif. Karena itu, berbagai upaya inovasi dapat dilakukan untuk mengakselerasi pembangunan di daerahnya masing masing.

Oleh sebab itu, diharapkan hasil kerja Panja Penjaringan Calon Penjabat Gubernur Maluku ini benar-benar objektif sehingga siapapun yang ditunjuk Mendagri untuk menjadi Penjabat Gubernur Maluku mampu mensejahterakan Masyarakat dan membuat terobosan baru untuk Maluku lebih baik kedepan. (*)