AMBON, Siwalimanews – Ketua Lembaga Nanaku Maluku, Usman Bugis menilai belum ada keadian yang ditunjukan Pempus bagi Maluku.

Menurutnya, Maluku menjadi contoh nyata bagaimana sebuah daerah kaya sumber daya alam, namun tetap menderita akibat distri­busi ekonomi yang timpang. Belum lagi royalti dari hasil laut yang tidak mencerminkan sebagai kontribusi nyata Maluku terhadap Indonesia.  Alhasil, rakyat Maluku hidup dalam kondisi serba kekurangan.

“Terkadang, perjuangan bukan hanya soal fisik pembangunan, tapi juga rasa keadilan. Infrastruktur minim, pendidikan rendah, dan kesehatan yang tidak memadai menjadi pandangan umum di wilayah ini,” ujar Bugis dalam rilisnya yang diterima Siwalima, Senin (21/10).

Dia menegaskan, setiap sudut Maluku dipenuhi oleh rasa ketidakadilan. Hal ini wajar ketika muncul pemikiran, bahwa Merah Putih tidak lagi mewakili aspirasi dan harapan mereka.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seolah hanya slogan kosong, tanpa bukti nyata di tanah Maluku.

Baca Juga: Akademisi: Pemprov Harus Taat Aturan Kembalikan Insun

“Negara selalu membanggakan semangat kebhinekaan dan per­satuan, tetapi bagaimana persatuan itu bisa dirasakan jika sebagian anak bangsa justru ditinggalkan. Ketika bicara kemajuan, seharusnya ada pemerataan. Namun yang terjadi di Indonesia hari ini, polarisasi antara pusat dan daerah. Dimana Jakarta dan sekitarnya terus berkembang pesat, sementara daerah-daerah seperti Maluku tetap berjalan ditempat,”cetusnya.

Selain itu, dalam isu-isu politik dan sosial, suara masyarakat Maluku seringkali tenggelam oleh suara-suara mayoritas dari Jawa dan Sumatera. Hal ini tak hanya menyangkut pembangunan fisik, tetapi juga representasi politik.

Dimana keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Maluku, sering diambil tanpa konsultasi langsung dengan mereka.

“Kebijakan ekonomi, pendidikan, hingga energi ditentukan di Jakarta, tanpa mempertimbangkan realitas di lapangan. Bagaimana mungkin Maluku bisa bangkit, jika suaranya diabaikan di meja pengambil keputusan,”tandasnya.

Menurutnya, Maluku seringkali terlupakan dalam arus pemba­ngunan nasional. Proyek infras­truktur besar yang dijanjikan kerap hanya menjadi angin surga. Gagal­nya Lumbung Ikan Nasional (LIN), Ambon New Port, Blok Masella, RUU Kepulauan, mencerminkan betapa terpinggirkannya Maluku dalam prioritas nasional.

“Realitas ini menyayat hati setiap warga yang berharap adanya perbaikan kualitas hidup. Progresivitas yang kita butuhkan bukan sekadar janji atau pidato manis, melainkan tindakan nyata. Masyarakat Maluku tak meng­inginkan pemberontakan atau perpecahan. Apa yang mereka inginkan adalah pengakuan akan hak mereka sebagai bagian dari bangsa ini, serta distribusi keadilan yang setara. Mereka ingin melihat Merah Putih tetap berkibar dengan penuh kebanggaan di setiap sudut tanah mereka, bukan sebagai simbol kekecewaan,” tuturnya. (S-25)