AMBON, Siwalimanews – Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mem­be­ri­kan satu alat pembakar sampah medis atau incinerator bagi Pemprov Maluku.

Meningkatnya pasien corona dan jumlah sampah medis ter­khusus Covid-19 tinggi, menjadi satu alasan alat ini diberikan oleh pemerintah pusat.

Penegasan ini disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku, Roy C. Siauta kepada Siwalima di ruang kerjanya, Kamis (27/8). Menurutnya selama ini me­mang Maluku belum memiliki alat khusus membakar sampah medis.

“Sampah medis biasanya di kirim ke Pulau Jawa untuk dibakar dan sekarang dimasa pandemi covid, jumlah sampah terus me­ning­kat. Salah satu cara untuk menekan anggaran, kita diberikan 1 alat untuk membakar dari KLHK,” jelas Siauta.

Untuk merealisasikan itu ke­men­terian meminta kepada pemerintah provinsi mencari lahan minimal 1,5 hektar atau paling besar 5 hektar guna membangun gedung pe­nyim­panan Incinerator.

Baca Juga: Komisi II  Minta Pemkot Fasilitasi 3 Siswa Kembali ke Surya Institut

“Jadi kita sementara mencari lahan, kalau sudah siap, gedung­nya kita bangun, kemudian alat ini dibawa ke Ambon,” ujarnya.

Ditambahkan, dalam waktu de­kat juga pihaknya akan mengirim sejumlah pegawai untuk mengikuti pelatihan pengoperasian alat ini.

“Semua fasilitas akan disiapkan oleh KLHK, mereka menyediakan alat sekaligus melati tenaga kita untuk mengoperasikan,” tandas­nya.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku memastikan, limbah Covid-19 sejak pandemi berlangsung dari bulan Maret sampai dengan 14 Agustus tercatat sebanyak  29.862, 36 kg atau 29,8 ton.

Limbah medis Covid-19 ini dikumpulkan oleh pihak ketiga PT Artama Sentosa Indonesia yang memiliki lisensi mengelola limba medis rumah sakit untuk dibawa ke PT Jasa Medivest, sebagai pu­sat daur ulang di Kecamatan Ci­kampek, Kabupaten Kerawang, Jawa Barat untuk dimusnahkan.

“Keseluruhan total sampah medis Covid-19 untuk Provinsi Ma­luku bersumber dari Kota Ambon, Kabupaten Malteng, Kabupaten SBB, Kabupaten SBT, Kabupaten Malra dan Kota Tual sebanyak 29,8 ton sudah tertanggani,” terang Ke­pala Dinas Lingkungan Hidup Ma­luku Roy C. Siauta kepada Siwa­lima di ruang kerjanya, Selasa (25/8).

Dirinya menjelaskan berbicara tentang penanganan limbah medis covid sudah mendata penanganan ini mulai dari bulan Maret sampai dengan 14 Agustus 2020.

Karena laporan yang disampai­kan ke KLHK dan gugus tugas itu diwajibkan setiap 14 hari sekali atau sebulan 2 kali.

“Jadi 22.073,85 kg atau 22 ton milik Kota Ambon dari total kese­luruhan limbah namun sudah ter­angkut ke Pulau Jawa untuk di bakar, sedangkan sisa limbah saat ini dalam proses pengumpulan saat ini sebelum dikirim lagi,” jelas Siauta.

Sedangkan 6.819,6 kg, itu ber­asal dari Kabupaten Malteng, Kabupaten SBB, Kabupaten SBT, Kabupaten Malra dan Kota Tual.

“Mereka (Kabupaten Malteng, Kabupaten SBB, Kabupaten SBT, Kabupaten Malra dan Kota Tual) menangani sendiri limbah medis Covid-19 namun laporannya ma­suk ke DLH,” jelas Siauta.

Kenapa ditangani sendiri oleh kabupaten yang menangani pa­sien covid, menurut Siauta, kalau harus di kirim ke Ambon baru diterus ke Pulau Jawa akan memakan biaya yang cukup tinggi dan harus di kemas dengan standar kesehatan.

“Ini bukan limbah biasa, jadi demi menjaga keamanan dan mengu­rangi biaya pengiriman, ditangani di masing-masing kabupaten, kecuali dari Kota Ambon, kita ta­ngani bersama dengan pihak ketiga,” ungkapnya.

Dirinya mengaku beberapa wak­tu lalu, pihaknya bersama dengan pihak ketiga yang mengumpulkan limbah covid mengalami kendala proses pengiriman ke Pulau Jawa karena ada regulasi baru yang mengharuskan manives barang atau limbah covid harus di laporkan secara elektronik.

Proses mengupload data ke sistem elektronik itu yang sedikit menjadi kendala karena bukan hanya dari Maluku saja, yang mengirimkan data ke kementerian tetapi dari seluruh provinsi.

“Kalau mendaftar manives elektronik tidak secara langsung keluar, harus menunggu karena antri, sehingga limbah medis yang ada di lokasi tempat isolasi menumpuk,” katanya.

Olehnya itu untuk mencari jalan keluar, DLH kemudian melakukan pertemuan dengan pihak ketiga yang mengumpulkan limbah yakni, pihak Pelindo dan pihak Meratus yang menyediakan kontainer.

Dan solusi yang didapat adalah limbah covid yang ada di (tempat penampungan sementara atau TPS di lokasi isolasi dan tempat pemeriksaan swab di angkut ke pelabuhan dan dimasukan ke dalam konteiner agar tidak terjadi penumpukan.

“Sekarang kita sudah lega, karena memang sampah medis semuanya sudah terangkut walaupun belum semua dibawa ke Surabaya untuk dimusnakan tapi sudah terpak rapi dan disimpan dalam konteiner,” jelasnya.

Ditambahkan selama pendemi ini masih berlangsung maka setiap waktu limbah covid juga tetap akan banyak. “Jadi tugas kita melakukan pemantauan lapangan di setiap tempat isolasi, lokasi pemeriksaan swab, kalau ada langsung diangkut agar tidak terjadi penumpukan,” tandasnya. (S-39)