AMBON, Siwalimanews – Setelah menyegel RS Haulussy, Jumat (22/12) lalu, pemilik lahan Johanes Tisera kembali mengamuk dan menggembok rumah sakit yang berdiri di lahan seluas 31.880 meter persegi itu.

Tindakan ini dilakukan akibat tidak adanya itikad baik dari Pemerintah Provinsi Maluku untuk menyelesaikan pembayaran lahan yang terletak di kawasan Kudamati tersebut.

Pantauan Siwalima di RS Hau­lussy, aksi penggembokan RS ter­sebut dimulai sekitar 07.30 WIT, pada pintu gerbang utama dan pin­tu keluar oleh kuasa hukum pemilik lahan, Adolof Gerrit Suryaman.

Kepada wartawan usai RS Hau­lussy digembok Adolf menjelas­kan, penutupan akses masuk RS Haulussy merupakan langkah yang diambil sebab, sejak Jumat, 22 Desember lalu ketika dipasang plang pemberitahuan tersebut, Pemerintah Provinsi Maluku sama sekali tak menggubrisnya.

“Untuk tindakan kami ini, kami fokus kepada bagaimana Pemerintah Provinsi Maluku membuka mata mereka untuk segera menyelesaikan masalah pembayaran ini dengan kami,” ujarnya.

Baca Juga: Rekayasa Lalin Bukan Solusi Minimalisir Macet

Dikatakan, tuntutan pihaknya cukup jelas yakni selesaikan pem­bayaran sebab pihaknya sudah cu­kup berikan kelonggaran untuk masalah tersebut.

“Ketika kami melakukan ini, terlepas dari sisi kemanusiaan yang telah kami lakukan kemarin, karena beri dispensasi dan kelonggaran waktu biar ada etiket baik dari pihak Pemerintah Provinsi, namun dalam hal ini dibiarkan terus. Kami merasa kami tidak dipedulikan oleh pemprov, oleh karena itu harapan kami adalah biar ini cepat selesai,” tandasnya.

Adolof mengungkapkan, Pem­prov Maluku tidak memiliki etikat baik untuk melakukan pembayaran lahan.

“Tuntutan kami jelas, kami memin­ta Pemerintah Provinsi Maluku mem­bayarkan lahan kami ada 31 miliar lebih, jika tidak kami tetap melakukan penyegelan sampai Pemerintah Provinsi membayarkan lahan. Jika ditanya sampai kapan, ya kami tunggu Pemerintah Provinsi tergan­tung dari mereka kalau mereka cuek ya kami akan ada di sini terus”, tegas Adolof.

Pelayanan Tetap Jalan

Walau memimpin aksi gembok RS Haulussy, Adolf mengaku, pelaya­nan tetap jalan untuk sejumlah pa­sien di dalam rumah sakit tersebut. Karena pihaknya sudah membangun komunikasi dengan Sekretaris RS Haulussy.

“Kami sudah berkomunikasi de­ngan pihak rumah sakit melalui ibu sekretaris RS dokter Ismi dan kita sudah sepakati pelayanan sisa ini ada dua pasien satunya gagal ginjal, satunya urine, kemudian 54 pasien cuci darah dan mereka ini dianta­ranya satu orang itu Senin sampai Sabtu cuci darah, dan 53 orang itu satu minggu dua kali, tetap dilayani dengan dokter yang bersangkutan,” ujarnya.

Segera Selesaikan

Terpisah, Sekretaris Daerah Ma­luku, Sadli le mengungkapkan, pi­haknya telah memerintahkan Biro Hukum untuk menyelesaikan masa­lah tersebut.

“Kita sudah perintahkan Biro Hukum dan OPD terkait untuk konsolidasi terkait masalah itu, karena di situ banyak kepentingan dan banyak pula yang mengklaim punya lahan sehingga Pemerintah Provinsi Maluku harus hati-hati dalam mengambil langkah,” ungkap Sadli di sela kegiatan paguyuban Sulawesi Tenggara, di Gedung Islamik Center, Kamis (28/12).

Sadli menegaskan, Pemprov Maluku hati-hati dalam menyele­saikan masalah pembayaran lahan RS Haulussy, karena banyak pihak yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut.

“Kita tindak lanjuti sebab banyak yang mengklaim soal lahan RS Haulussy,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Hendrik Hermawan yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (28/12) menjelaskan jika pihaknya telah melaporkan persoalan penutupan lahan RS Haulussy kepada Sadli Ie yang sementara berada di Makasar sehingga pembahasan terkait de­ngan pembayaran sisa lahan RS belum dapat dilakukan.

“Pasca penutupan itu saya sudah melaporkan ke Pak Sekda namun karena pak sekda masih berada di Makasar makanya kita tunggu saja,” ujar Hermawan.

Dikatakan, Pemerintah Provinsi Maluku pada prinsipnya tetap melakukan pembayaran tetapi harus dilakukan pertemuan dengan Sekda guna diambil langkah selanjutnya.

Ditanya terkait adanya informasi jika belum dibayarnya sisa lahan akibat dari adanya gugatan baru, Hermawan membantah infomasi tersebut. “Tidak, intinya kita menu­nggu hasil pertemuan dengan pak sekda baru kita ambil tindakan selanjutnya,” tegasnya.

Hermawan memastikan bangun RS Haulussy merupakan aset daerah sehingga Pemprov tetap menaati hukum yang berlaku.

Tisera Segel

Diberitakan sebelumnya, akibat tidak adanya itikad baik dari Peme­rintah Provinsi Maluku untuk me­nye­lesaikan pembayaran lahan dimana berdirinya RS  Haulussy, maka Yohannes Tisera yang meng­klaim sebagai pemilik lahan tersebut menyegel rumah sakit itu dengan menutup akses masuk.

Aksi penutupan lahan RS Hau­lussy itu dilakukan sekitar pukul 10.45 WIT dan dilakukan langsung oleh kuasa hukum Tisera Adolof Gerrit Suryaman, Jumat (22/12).

Kepada wartawan disela-sela penyegelan itu, Adolof menjelaskan, penutupan akses masuk RSUD Hau­lussy merupakan langkah terakhir, sebab upaya secara birokrasi baik persuasif maupun hukum sudah dilakukan.

“Sudah berulang-ulang klien kami dijanjikan, tapi semuanya hanya janji palsu yang disampaikan Peme­rintah Provinsi Maluku, baik sekda, Biro Hukum, bahkan kita sudah rapat dengan tim asistensi yang dibuat gubernur untuk membahas pembayaran, namun tidak pernah terealisasi,” kesal Adolof.

Dijelaskan, berdasarkan putusan pengadilan, luas lahan yang dimiliki Yohannes Tisera yaitu 43.880 meter persegi dan 12.000 meter persegi tenah dihibahkan kepada pemerin­tah provinsi, maka yang menjadi kewajiban pemerintah untuk mem­bayar hanya lahan seluas 31.880  meter persegi yang diatasnya berdiri RS Haulussy, bangsal mayat, bang­sal gila, asrama putri, asrama putra, rumah genarator dan rumah dinas.

Total yang harus dibayarkan pemerintah provinsi atas lahan seluas 31.880 meter persegi tersebut sebesar Rp65 miliar, namun saat melakukan pertemuan dengan klien Yohannes Tisera, Pemerintah Pro­vinsi menyampaikan kesanggupan membayar dibawah Rp50 miliar, sehingga disepakati dengan harga Rp49.987.000.000.

Nilai tersebut wajar sesuai dengan hasil perhitungan harga tanah yang dilakukan tim appraisal dari Ke­menterian Keuangan, dimana satu meter persegi dikenai dengan harga Rp.1.568.000.

“Yang sudah dibayar itu sebesar Rp18.329.000.000 artinya masih tersisa 31.658.000.000,” jelasnya.

Ditanya soal waktu batas waktu penutupan rumah sakit, Adolof mengungkapkan, sepanjang tidak ada itikad baik dari Pemerintah Provinsi Maluku, maka pihaknya akan tetap menutup lahan tersebut.

Bahkan, jika tidak dilakukan pembayaran, maka kliennya Yohan­nes Tisera mungkin saja akan mempertimbangkan menjual tanah tersebut kepada pihak lain untuk kepentingan seperti pembangunan sekolah dan sebagainya.

“Semua terpulang pada klein saya, tapi kalau ditanyakan sampai kapan, maka Pemerintah Provinsi mereka harus menyelesaikan kewa­jiban pembayaran barulah dilakukan pelepasan hak bagi pemerintah untuk diproses guna mendapatkan sertifikat,” ucapnya.

Adolof juga memastikan, penu­tupan pintu depan dan belakang RSUD dilakukan, namun tidak menghalangi masyarakat yang ingin masuk ke rumah sakit, sebab RS Haulussy adalah objek vital bagi masyarakat.

Terkait dengan aksi penutupan lahan, pihak RS Haulussy tidak bersedia memberikan keterangan, sedangkan Direktur RSUD Hau­lussy Nasaruddin, langsung meni­ng­galkan rumah sakit. (S-26/S-20)