AMBON, Siwalimanws – Pemerintah Kota Ambon diduga sengaja meloloskan Abdul Majid Putuhena maju mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera pada daerah pemilihan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, padahal yang bersangkutan berstatus sebagai pegawai kontrak.

Informasi yang dihimpun di Lingkup Pemkot Ambon menyebutkan, Putuhena selama ini melakukan tugasnya sebagai ASN kontrak yang bertgas di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Ambon.

Pria 40 tahun itu sebelumnya sopir Kepala BKD Kota Ambon Steven Dominggus. Namun yang bersangkutan dimutasikan lagi bertugas di Satpol PP Kota Ambon. Etikanya, seharusnya Putuhena mengundurkan diri sebelum mencalonkan diri sebagai caleg.

Pasalnya, Putuhena tiap bulan menerima haknya sebagai pegawai kontrak. Olehnya itu Putuhena mesti menjaga prinsip netralitas dan profesionalisme birokrasi pemerintahan atau tidak terlibat langsung dalam politik praktis.

Kepala BKD Kota Ambon, Steven Dominggus yang dikonfirmasi Siwalimanews, Selasa (6/2) melalui telepon selulernya, tidak merespon, meskipun telepon genggamnya aktif, begitupun dengan pesan WhatsApp yang bersangkutan juga tidak merespon.

Baca Juga: Enam Terdakwa Penggelapan Dana Bank Modern Dituntut Bervariasi

Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Ambon Richard Luhukay membenarkan, kalau Putuhena merupakan tenaga kontrak yang dipekerjakan di  OPD yang dipimpinnya. Namun Luhukay mengaku dirinya samasekali tidak tahu kalau Putuhena Caleg di daerah pemilihan SBB.

“Saya ini kan baru menjabat di Satpol PP. Saya juga tidak tahu kalau dia (Putuhena-red) itu caleg. Coba silahkan konfirmasi BKD saja, supaya lebih jelas,” himbau Luhukay.

Apapun alasannya, dilarang tenaga kontrak maupun honorer terlibat politik praktis. Tenaga kontrak dan tenaga honorer dipekerjakan di instansi pemerintah dan menjalankan tugas sebagai pelayan publik dalam struktur pemerintahan daerah.

Bahkan tenaga kontrak dan honorer dalam fungsi pelayanan lebih banyak terlibat dalam kegiatan teknis mendukung produktivitas kinerja instansinya.

Di sisi lain, sumber pembiayaan tenaga kontrak atau honorer itu dibiayai oleh anggaran daerah atau negara. Olehnya pegawai kontrak atau honorer dilarang terlibat dan dilibatkan dalam kegiatan politik praktis, dukung mendukung pencalonan anggota legislatif maupun kepala daerah.(S-29)