PIRU, Siwalimanews – Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat melalui Badan Penaggulangan Bencana Daerah menggelar pelatihan dan pembentukan Forum Pengurangan Resiko Bencana atau FPRB  tahun 2024.

Pelatihan dan pembentukan forum ini dimaksudkan untuk mewadahi serta meningkatkan kapasitas masyarakat membangun budaya siaga, budaya aman dan budaya pengurangan resiko bencana serta membangun ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana secara terencana, terpadu dan terkoordinasi.

Sementara tujuannya yakni, untuk membangun sinergitas pemda, TNI/Polri, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, LSM, organisasi profesi, keagamaan, pers dan tim-tim relawan, dalam kegiatan penanggulangan bencana serta menjamin pengurangan resiko bencana bagi masyarakat.

“Hal ini juga untuk memastikan pembangunan di daerah ke depan berbasis pengurangan resiko bencana untuk menjamin efektifitas pelayanan kepada masyarakat,” ucap Sekda SBB Leverne A Tuasun saat membuka kegiatan itu di lantai III Kantor Bupati, Selasa (6/8).

Sekda mengaku, Maluku termasuk SBB, sejak dahulu dikenal memliki potensi yang luar biasa, terutama sumber daya alam yang melimpah. Dimana negeri ini juga kaya akan rempah-tempah, maka tak heran SDA yang dimiliki Maluku telah memikat perhatian bangsa asing sejak jaman dahulu kala.

Baca Juga: Miliki Narkoba, Memphis Divonis 5 Tahun Penjara

Selain memiliki potensi yang luar biasa, disisi lain, Maluku juga memliki karakteristik bencana yang cukup kompleks. Atas hal ini sehingga Maluku rentan terhadap ancaman bencana geologi maupun hidrometeorologi.

Bahkan tercatat dalam sejarah, peristiwa gempa bumi besar dan tsunami yang pernah melanda wilayah Maluku, termasuk Pulau Seram, dan catatan histori ini menyadarkan masyarakat, bahwa hidup di wilayah yang memiliki resiko tinggi terhadap ancaman geologi dimaksud.

Kejadian gempa bumi dan tsunami di tahun 1889 yang tidak hanya meluluhlantakan Elpaputih, tetapi juga berdampak pada beberapa wilayah dalam Teluk Desa Piru, juga bencana yang terjadi pada tahun 2019 dimana gempa dengan kekuatan 6,5 skala richter yang berlokasi di Kairatu, juga berdampak pada semua wilayah di SBB.

‘Dengan melihat tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi di wilayah ini, maka kita menyadari bahwa bencana yang pernah terjadi di masa lampau, hal ini juga kita alami dimasa kini dan bisa mendatang, hanya kita tidak pernah tahu waktu datangnya,” ucap sekda.

Beranjak dari kesadaran akan kerawanan bencana kata sekda ditambah adanya kondisi geografis di SBB yang sering terjadi perubahan cuaca yang ekstrim, tentunya memerlukan kesiap siagaan dan kondisi kewaspadaan atas potensi terjadinya bencana.

Untuk itu, dalam mewujudkan ketahanan terhadap bencana, penguatan mitigasi bencana serta praktek-praktek penanggulangan bencana harus terus dilakukan, dengan memperhatikan aspek keselamatan masyarakat dari resiko bencana.

“Kehadiran FPRB di SBB sangat diharapkan dapat berperan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam kesiap siagaan menghadapai bencana,” tutur sekda.

Ia menambahkan, dalam mencermati potensi ancaman dan trend kejadian bencana di wilayah SBB, maka banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam konteks penanggulangan bencana, sebab dalam penanggulangan bencana, pemkab melalui BPBD tidak dapat bekerja sendiri, namun membutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk FPRB.

“Selaku pemkab saya berharap, dengan kegiatan ini dapat dijadikan embrio penyelenggaraan penanggulangan bencana yang sinergi. Apa lagi kita sendiri tidak dapat menutup mata dari tantangan penanggulangan bencana yang kita hadapi, sebab bekerja sendiri-sendiri tentunya tidak dapat menjawab kebutuhan dan tantangan dalam penanggulangan bencana,” tandas sekda.(S-18)