Pemilik Lahan TPA Toisapu Tuntut Pemkot Ganti Rugi

AMBON, Siwalimanews – Sengketa tanah antara Pemerintah Kota Ambon dan Ibu Enne Kailuhu kembali mencuat.
Kuasa hukum Enne, Roos J. Alfaris, mengungkapkan bahwa kliennya belum menerima pembayaran atas lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di IPST Toisapu, Benteng Karang, Dusun Amaori, Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon.
Lahan tersebut telah digunakan oleh Pemkot Ambon selama ini, meskipun telah ada kesepakatan damai sejak 2019 lalu.
Kepada Siwalima, Sabtu (1/3), melalui pesan whatsppnya, Alfaris menuturkan, bahwa pada tahun 2019, kliennya menggugat Pemkot Ambon terkait penggunaan lahannya. Sengketa tersebut berakhir dengan akta damai, dimana Pemkot berjanji akan membayar lahan tersebut.
Namun, hingga kini, pembayaran belum terealisasi. Justru muncul pernyataan bahwa lahan itu masuk dalam kawasan hutan lindung.
Baca Juga: Belum Lama Dibangun, Jembatan Wau Mer Ambruk“Pemkot beralasan bahwa lahan tersebut termasuk dalam kawasan hutan lindung, sehingga tidak dapat dilakukan pembayaran. Kenapa sekarang bilangnya. Perihal lahan ini sudah putusan,”ujar Alfaris mengutip pernyataan pihak Pemkot Ambon dalam mediasi, Jumat (28/2), bersama Plh. Sekretaris Kota Ambon, Robby Sapulette, di ruangannya.
Terkait hal ini, Alfaris mempertanyakan klaim Pemkot yang menyatakan bahwa lahan tersebut merupakan hutan lindung. “Jika benar lahan tersebut telah ditetapkan sebagai hutan lindung sejak 1984, mengapa saat gugatan tahun 2019 Pemkot tidak menyebutkan hal ini? Selain itu, klien kami telah memiliki lahan tersebut sejak 1982 berdasarkan hibah dari keluarga Lesiasel,” ujarnya.
Ia menekankan, bahwa pada 21 Juli 2024, terjadi pertemuan antara perwakilan Pemkot Ambon, termasuk Penjabat Wali Kota Ambon, Boy Kaya, serta pihak kehutanan. Dimana saat itu, tidak ada dokumen resmi yang menunjukkan status hutan lindung lahan tersebut.
“Dan saat itu, Pemkot juga sempat berjanji akan menyelesaikan pembayaran pada triwulan pertama tahun 2025, namun hingga kini janji tersebut belum terpenuhi,”cetusnya.
Kemudian dalam mediasi lanjutan pada Oktober 2024, Kabag Hukum Pemkot Ambon, sempat memperlihatkan surat terkait pembayaran tanah yang digunakan untuk fasilitas umum, seperti SMP 20, TPA, dan salah satu sekolah di Batukoneng dengan anggaran Rp5 miliar. Namun, pembayaran tanah milik kliennya belum juga terealisasi.
Mengingat adanya akta damai yang memiliki kekuatan hukum setara dengan putusan akhir, Alfaris menegaskan bahw apihaknya pihak berencana mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan tersebut.
“Kami menduga ini adalah upaya Pemkot untuk menghindari pembayaran lahan milik klien kami,” tegas Alfaris.
Dia menambahkan, bahwa pertemuan kemarin yang melibatkan beberapa pihak setempat, itu bertujuan untuk mediasi dan mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
“Kemarin kita belum ada aksi sampai tutup jalan,”katanya.
Prinsipnya, ia hanya menuntut kejelasan dan kepastian dari Pemkot Ambon terkait pembayaran lahan tersebut.
“Kami berharap Pemkot dapat memenuhi janji yang telah disepakati dalam akta damai dan menyelesaikan sengketa ini secara adil,”tegasnya. (S-25)
Tinggalkan Balasan