AMBON, Siwalimanews – Pemkot Ambon diberikan deadline satu minggu oleh pemilik la­han Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Insta­lasi Pengola­han Sampah Terpa­du (IPST), Enne Yosephine Kai­lu­hu untuk me­nyelesaikan isi perjanjian perda­maian.

Jika tidak ada itikad baik dari Pemkot Ambon, maka IPST dan TPA akan ditutup kembali.

“Deadline kami berikan selama satu minggu, Pemkot harus punya itikad baik untuk menyelesaikan pasal-pasal perdamaian sesuai Akta Perdamaian 269,” tandas Daniel Manuhutu, Kuasa Hukum  Enne Yosephine Kailuhu, kepada Si­walima, Kamis (8/10), usai me­lakukan pertemuan dengan Pem­kot Ambon.

Jika dalam waktu satu minggu, Pemkot Ambon tidak menunjukkan itikad baik, maka TPA dan IPST akan kembali ditutup. “Kalau memang dalam waktu satu minggu, kami be­rikan kepada walikota untuk ti­dak melaksanakan itu maka kami akan menutup kembali,” tandasnya.

Manuhutu menjelaskan, berda­sarkan Akta Putusan Perdamaian Nomor 269/Pdt.G/2019/PN.Amb, da­lam pasal 1-7 disebutkan, kewa­jiban Pemkot Ambon adalah me­lakukan appraisal  lahan seluas 10 hektar, setelah appraisal harus dilakukan pembayaran kepada ahli waris selaku pemilik tanah.

Baca Juga: Pancasila Harus Jadi Penyemangat Bangsa Indonesia

“Jadi pasal-pasal dalam Akta Putusan Perdamaian Nomor 269 itu harus dilakukan karena itu su­dah berkekuatan hukum,” ujarnya.

Ia mengaku, kecewa dengan per­nyataan walikota yang menye­butkan bahwa kawasan TPA masuk kawasan hutan lindung.

“Jadi kami tidak pernah tahu bahwa kawasan tersebut sudah dialihfungsikan menjadi kawasan hutan lindung, karena sampai saat ini belum ada pemberitahuan kepada pemilik lahan bahkan dari raja maupun camat setempat juga tidak mengetahui tentang hal tersebut,” ujarnya.

Kata Manuhutu, kalau benar peme­rintah akan menetapkan lahan itu menjadi kawasan hutan lindung, maka pemilih lahan harus mendapatkan kompensasi.

“Yang pertama ketika pemerintah sudah memploting masuk hutan lindung dan begitu kawasan hutan lindungnya dipakai maka tuan tanah juga harus mendapatkan kompensasi,” katanya.

Manuhutu mengaku, akses TPA sudah dibuka lagi, agar aktivitas pembuangan sampah dapat dila­kukan. Tetapi pemkot diingatkan un­tuk memiliki itikad baik menja­lankan perjanjian perdamaian.

“Sudah dibuka gembok tadi pukul 18.00 WIT, karena sebagai warga kita juga mendukung upaya pemerintah kota, namun lagi-lagi kami minta pemkot harus punya itikad baik. Kita tetap akan berikan deadline hingga satu minggu ke­depan, jika tidak ada itikad dari pemkot lagi maka kita akan kem­bali menggembok palang di pintu masuk TPA dan IPST,” tegasnya.

Pasca penutupan TPA IPST di Toisapu, Negeri Hutumuri, Keca­matan Leitimur Selatan, Rabu (7/10), mengakibatkan belasan mobil truk sampah parkir berjejer di depan pintu masuk TPA dan IPST.

Pantauan Siwalima, Kamis (8/10), sejak pukul 07.40 WIT, satu per satu mobil truk sampah mulai ber­datangan untuk membuang sam­pah di TPA, namun mobil-mobil tersebut hanya bisa parkir di depan pintu masuk, karena jalan masuk TPA dipalang oleh pemilik lahan, Enne Yosephine Kailuhu.

Hingga pukul 10.00 WIT, nampak belasan truk sampah hanya bisa berjejer dengan tumpukan sam­pah­nya.

Jadi Hutan Lindung

Walikota Ambon Richard Louhe­napessy mengungkapkan, pada tahun 2006 pemkot sudah mem­bebaskan lahan seluas 5 hektar. 3,1 hektar dibayar kepada keluarga Lesiasel dan 1,9 hektar kepada ke­luarga Sarimanella.

“Untuk lokasi itu sudah ada sertifikat hak milik Pemerintah Kota Ambon,” kata walikota kepada wartawan, Kamis (9/10).

Lanjut walikota, karena adanya kebutuhan lahan direncanakan akan membebaskan 10 hektar.

“Kita sudah memberikan 1 hektar tanda komitmen. Itu sebagai panjar dari pemerintah untuk mereka dan 9 hektar akan diselesaikan, me­reka mau kalau boleh langsung dise­lesaikan,” jelasnya.

Namun kata walikota, sejak 2014 kawasan itu sudah ditetapkan Kementerian Kehutanan sebagai hutan lindung. “Hutan lindung tidak boleh ada transaksi jual beli, na­mun ada ke­pentingan untuk bisa dimanfaat­kan untuk kepentingan umum,” ujarnya

Pemkot Ambon mengupayakan untuk dua kemungkinan. Pertama, bisa mendapatkan izin pakai dari Kementerian Kehutanan. Kedua, merubah status hutan lindung menjadi hutan pemanfaatan lain.

“Jadi harus merubah perda ten­tang tata ruang,  ini yang  diproses oleh pemerintah kota, sehingga dapat diselesaikan oleh ahli waris. Jika kita ambil langkah tanpa ada dasar bisa masuk penjara,” tan­dasnya.

Diminta Tuntaskan

Akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu mengatakan, Pemkot Ambon seharusnya cepat tanggap untuk  mengatasi persoalan ini, karena sampah merupakan sesuatu yang urgen dan bisa berdampak pada kesehatan, apalagi dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

Pellu menjelaskan, akta putusan perdamaian merupakan undang-undang bagi kedua belah pihak, karena itu seharusnya ditaati bukan diingkari.

Pellu menegaskan, masalah ini tak secepatnya diseleisakan maka akan sangat berdampak bagi kehi­dupan masyarakat dari berbagai aspek, baik kesehatan, ekonomi ter­masuk kesehatan lingkungan.

“Pemkot hanya punya beritikad baik dalam menjalankan akta per­damaian itu,” ujarnya.

Anggota DPRD Maluku dapil Kota Ambon, Rostina meminta Pem­kot Ambon menyikapi persoa­lan ini secara serius.

Menurutnya, langkah penutupan lahan yang dilakukan oleh keluarga ahli waris merupakan hal yang wa­jar, karena berkaitan dengan hak mereka yang belum diselesaikan olek Pemkot Ambon. “Kalau me­mang belum dibayar maka harus dibayar sesuai dengan kesepa­katan, itu tanah orang,” tegasnya.

Rostina menegaskan persoalan sampah di Kota Ambon merupa­kan persoalan mendasar yang ti­dak boleh disepelehkan. Jika tem­pat itu ditutup, bagaimana dengan sampah yang begitu banyak setiap hari di Kota Ambon.

“Mau dibawa ke mana kalau lahan tutup, pemerintah  kota harus cepat mengambil langkah penye­le­saian,” tandasnya.

Senada dengan Rostina, ang­gota DPRD Maluku Eddison Sari­manella mengatakan, jika perjan­jian telah dibuat antara pihak Pe­merintah Kota Ambon dan keluar­ga, maka wajib hukum untuk dila­kukan sesuai dengan perjanjian.

“Kalau memang sudah ada perjanjian maka pemkot harus menyelesaikan sesuai perjanjian itu,” ujar Sarimanella.

Menurutnya, persoalan sampah me­rupakan masalah pokok yang mesti lihat secara serius. Olehnya pem­kot harus secepatnya menye­le­saikan apa yang menjadi hak ahli waris. Sejumlah warga juga me­minta pemkot tidak memandang enteng masalah ini. Karena kalau pemilik lahan tutup TPA maka akan membawa dampak besar bagi masyarakat dan kota ini.

“Kalau sampe lahan tutup, beta seng bisa bayangkan wajah Kota Ambon. Sampah pasti menumpuk di mana-mana, akhirnya Ambon ponoh deng sampah,” ujarnya war­ga yang mengaku bernama Alex.

Ibu Mona, salah satu ibu rumah tangga mengatakan, pemkot ha­rusnya secepatnya menyelesaikan masalah lahan IPST.

“Harusnya sejak awal dong selesaikan akang, supaya jangan menimbulkan masalah,” ujarnya dengan dialeg Ambon. (Cr-2/Mg-6)