Pemilik Lahan Ancam Tutup IPST
AMBON, Siwalimanews – Lokasi tempet pembungan akhir dan instalasi pengelolaan sampah terpadu di Dusun Toisapu, Desa Hutumury, terancam akan ditutup oleh pemilik lahan Enne Kailuhu.
Sikap ini diambil Kailuhu, lantaran Pemerintah Kota Ambon dinilai tidak beritikat baik untuk menjalankan putusan perdamaian, terkait dengan pembayaran 10 hektare lahan yang selama ini digunakan pemerintah.
Pemerintah Kota Ambon sebelumnya dibawah komando Richard Louhenapessy telah menjanjikan akan melunasi pembayaran 10 hektare lahan tersebut pada tahun 2022 ini, tetapi sampai dengan saat ini tidak kunjung dilakukan pembayaran sesuai putusan pengadilan.
Sebagai pemilik lahan yang lahannya digunakan untuk kepentingan umum, merasa dibohongi oleh pemerintah kota, sebab kepemilikan lahan seluas 10 hektare ini didapatkan bukan cuma-Cuma, tetapi ada uang yang saat itu dikeluarkan kepada keluarga Lesiasel.
“Jangan bikin kita kaya bola, disuruh ke lingkungan hidup, walikota, asisten II, kita tidak mau. Kalau tidak kita tetap tutup, karena orang tua saya beli lahan ini dari tahun 1982 dari kakeknya keluarga Lesiasel yang sata itu butuh uang, jadi bukan tanah ini dikasih begitu saja, bahkan hibah itu memang ada bukti kuat diatas segel,” tegas Enne kepada wartawan di lokasi IPST, Jumat (18/11).
Baca Juga: Mantan Pengelola Parkir Sebut Sekkot KeliruPemerintah Kota kata Kailuhu, jangan hanya fokus membayar hutang pihak lain saja, tetapi hutang ini mestinya diselesaikan, sebab jika tidak, maka pasti lahan ini ditutup dan tidak ada lagi tempat pengolahan sampah.
“Pokoknya pemkot harus tegas, jangan dibilang anggaran tahun 2023 pokoknya tahun ini kalau tidak dibayar segera maka kita pastikan akan menutup total lahan ini, silahkan buang sampah ditempat lain,” ujar Enne.
Kuasa Hukum Enne Kailuhu Fredy Movun menambahkan, sesuai surat yang dilayangkan kepada pemkot, seharusnya tempat ini ditutup total berdasarkan putusan pengadilan berupa akta damai yang dimintakan pemkot di tahun 2019.
Menurutnya, tuntutan keluaraga hanya satu yakni di tahun 2022 kompensasi pembayaran sisa harus diberikan, karena di tahun 2021 sudah ada pembayaran satu hektar pertama dari putusan pengadilan 10 hektar.
Dalam objek ini sebenarnya ditutup, karena sudah berulang kali kliennya mengajukan permohonan pembayaran hingga permintaan eksekusi dari pengadilan yang ditindaklanjuti dengan anmaning dengan memanggil pemerintah kota tetapi belum juga ada pembayaran.
“Kita menunggu itikat baik dari pemkot untuk segera berikan kejelasan kepada kami dalam bentuk perjanjian untuk bisa tindak lanjuti kapan dilakukan pembayaran, kalau tidak, maka pasti kita tutup total, tidak ada pilihan lain,” tegas Movun..
Menurutnya, secara perdata, lahan TPA dan IPTS ini milik keluarga Enne Kailuhu, karena sudah ada hibah dari keluarga Lesiasel, sehingga hak penuh atas lahan ini berada ditangan Enne Kailuhu bukan siapa-siapa.(S-20)
Tinggalkan Balasan