AMBON, Siwalimanews – Permasalahan tapal batas Kabupaten Seram Bagian Barat dengan Kabupaten Maluku Tengah  sangat merugikan kepentingan masyarakat adat Samasuru.

Pasalnya, Samasuru terletak di  wilayah tapal batas antara kedua kabupaten ini, untuk itu, pengacara pembela masyarakat adat Marsel Maspaitella mendesak agar Pemerintah Kabupaten SBB mengakui keberadaan masyarakat adat Negeri Samasuru sebagai bagian dari masyarakat SBB.

Selam ini, kesatuan masyarakat hukum adat Samasuru bertahun-tahun setelah sengketa tapal batas antar kedua kabupate ini telah mengalami kerugian dalam pengakuan dan perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat, akibat persoalan tapal batas tersebut.

“Permendagri Nomor: 29 tahun 2010, yang mana batas wilayah Kabupaten SBB berada di Waimala, Kecamatan Elpaputih dan sengketa tapal batal ini sangat merugikan kesatuan masyarakat hukum adat Samasuru, karena sampai saat ini, tidak ada kejelasan terhadap status hukumnya sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang masuk dalam wilayah administrasi SBB atau Malteng,” tutur Maspaitella dalam rilisnya diterima redaksi Siwalimanews, Senin (10/4).

Sementara, kesatuan masyarakat hukum adat Negeri Samasuru kata Maspaitella, telah memiliki Perda Maluku Tengah Nomor 10 tahun 2012 tentang Penetapan Negeri Samasuru sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, namun setelah berdasarkan peralihan administrasi pemerintahan dari Kabupaten Maluku Tengah ke Kabupaten SBB, berdasarkan Permendagri Nomor: 29 tahun 2010, status kesatuan masyarakat hukum adat Negeri Samasuru tidak ada kejelasan apapun dari Pemkab SBB.

Baca Juga: Kapolres SBT Ikut Rakor Kesiapan Idul Fitri 1444 Hijriyah

“Hal ini membuat saya mempertanyakan langsung kepada Sekda SBB Alvin Tuasun dalam pertemuan dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Disitu saya juga mendesak agar pemkab segera memperjelas status Samasuru, karena pemerintah tidak melakukan validasi, identifikasi dan verifikasi terhadap kesatuan masyarakat hukum adat Samasuru,” jelasnya.

Dengan itu sehingga, tidak adanya penetapan hukum untuk pengakuan dan perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat, untuk itu saya mendesak pemda SBB agar secepatnya memperjelas status kesatuan masyarakat hukum adat Negeri Samasuru.

“Bagi saya adalah kewajiban pemerintah untuk memperjelas status tersebut, jika tidak, saya akan ajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut ganti rugi atas kerugian kesatuan masyarakat hukum adat Samasuru dengan menggugat Pemkab SBB dan Pemkab Maluku Tengah, guna memperjuangkan hak kesatuan masyarakat hukum adat yg berada di wilayah adat tiga batang air itu,” tegasnya.(S-25)