UNTUK bisa menyelesaikan potensi konflik horizontal yang terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) terkait dengan batas-batas wilayah petuanan Negeri Adat, Penjabat  Bupati SBB harus membuat Peraturan Daerah (Perda) Tentang Pemetaan dan Penyelesaian Sengketa Wilayah Petuanan Negeri-negeri Adat yang ada di Bumi yang bertajuk Saka Mese Nusa .

“Perda inilah yang menjadi acuan untuk  bagaimana Penjabat Bupati SBB, Andi Chandra As’aduddin  menyusun tahapan-tahapan dan penyelesaian konflik yang muncul karena persoalan tanah, yang itu merembes pada konflik antara Negeri di SBB,” pinta Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapary, kepada wartawan, kemarin.

Atapary menjelaskan, sesuai perintah Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014, salah satu cara penguatan negeri adat yaitu memberikan dasar legalitas atau dasar hukum terhadap negeri adat.

|Kalau negeri adat yang mempunyai banyak dusun yang banyak, tidak akan keberatan untuk dusun yang sudah memenuhi syarat dinaikan status menjadi desa administrasi kecuali sudah ada kejelasan hukum tentang wilayah petuanan negeri. Kalau sudah jelas, saya yakin negeri adat atau negeri induk tidak akan keberatan untuk lepas dusun mereka menjadi desa administrasi,” ujar anggota DPRD dapil Kabupaten SBB ini

Atapary menegaskan, dengan dasar hukum tersebut negeri induk dan dusun yang menjadi desa administrasi dapat mengatur tata kelola dan pemanfatan wilayah petuanan yang akan dijadikan wilayah administrasi pemerintahan dari dusun menjadi desa administrasi.

Baca Juga: Rekonsiliasi ke Arah Perbaikan, Laha Gelar Tahlilan Negeri

‘Prinsip ini jika dilakukan maka hubungan adat antara negeri induk dan  dusun yang telah menjadi desa administrasi akan tetap terbangun dengan baik, sehingga hubungan kebersamaan dan  kekeluargaan tetap terjalin, walaupun masing-masing telah memiliki kewenangan otonomi untuk mengurus pembangunan dan pemerintahan,” katanya.

Kalau ini dilakukan, lanjut Atapary, tidak akan terjadi polemik yang muncul seperti sekarang ini antara Penjabat Bupati dan lembaga-lembaga adat yang ada di SBB.

Menurutnya, persoalan ini sudah disampaikan sekilas kepada Pj Bupati pada tanggal 17 Agustus tahun 2022 saat di undang menghadiri upacara di Pandopo SBB.

“Saya sudah sampaikan untuk Penjabat Bupati  tetapi memang mungkin belum saja paham. Jadi konsep ini belum terima secara maksimal,” katanya. (S-08)