Pembelaan Tiga Pimpinan RMS Ditolak
AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku menolak seluruh dalil-dalil pembelaan penasehat hukum tiga pimpinan FKM-RMS.
“Secara umum kami menolak seluruh nota pembelaan yang disampaikan oleh penasihat hukum, dan kami tetap pada tuntutan yang telah kami sampaikan,” kata JPU Augustina Ubleeuw saat ditemui di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (13/10).
Dia menyatakan, para terdakwa tetap bersalah dalam melakukan tindakan makar.
“Keterangan ahli sudah menjelaskan perbuatan terdakwa memenuhi unsur makar,” katanya.
Ubleeuw juga mengatakan , surat dakwaan telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa dengan menyebutkan waktu, tempat tindak pidana itu dilakukan sesuai dengan pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.
Baca Juga: Walikota Beri Ruang, Warga Tunggu Polisi Usut Mark Up GustuKarena itu dalam sidang pada Senin (12/10), kata dia, JPU tetap pada tuntutan yang disampaikan. “Kami berharap, hakim sejalan dengan tuntutan jaksa,” ujarnya.
Sebelumnya, tiga pimpinan FKM-RMS dituntut dengan hukuman bervariasi oleh jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (1/10). Mereka meminta dibebaskan dari tuntutan jaksa tersebut.
Sidang kasus makar itu, dipimpin majelis hakim Ahmad Hukayat itu berlangsung secara virtual.
Jaksa penuntut umum Kejati Maluku, Augustina Ubleeuw menuntut Simon Viktor Taihittu (52) dan Johanis Pattiasina (52) tiga tahun penjara. Sedangkan Abner Litamahuputty (42) dituntut empat tahun penjara.
Simon yang beralamat di Batu Gajah dalam FKM-RMS, ia menjabat selaku juru bicara. Abner alias Apet, beralamat di Kudamati, Lorong Rumah Tingkat menjabat sebagai Wakil Ketua Perwakilan Tanah Air. Sedangkan Johanis Pattiasina yang tinggal di Kayu Tiga, Dusun Soya, Kecamatan Sirimau adalah ASN pada Kantor Perpustakaan dan Kearsipan Maluku. Jabatannya di FKM-RMS selaku Sekretaris Perwakilan Tanah Air.
Simon, Johanis, dan Abner dinilai terbukti bersalah dan terbukti secara sah melakukan tindak pidana makar secara bersama-sama.
Perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sesuai dalam surat dakwaan kesatu. Tuntutan ini dikurangi selama masa penahanan ketiga terdakwa.
Hal yang memberatkan para terdakwa ialah mereka mengganggu keutuhan dan dapat memecah belah NKRI, mengganggu stabilitas dan keamanan negara, serta mengganggu ketertiban umum. Sementara hal yang meringankan, terdakwa tidak berbelit-belit memberikan keterangan.
Kasus itu bermula pada Sabtu (25/4) lalu. Ketiga terdakwa menerobos masuk ke Polda Maluku.
Mereka masuk sekitar pukul 15.45 WIT ke markas Polda Maluku yang berada di Jalan Rijali No. 1, Kelurahan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon itu dengan membawa bendera RMS.
Sebelum menerobos Markas Polda Maluku, ketiga orang itu berjalan kaki dari arah jembatan Skip dengan membawa bendera RMS, sambil berteriak “Mena Muria”.
Sepanjang perjalanan, mereka membentang bendera RMS atau yang dikenal dengan istilah benang raja itu. Aksi mereka menjadi tontonan warga yang melewati jalur jalan depan Polda Maluku.
Saat tiba di depan pintu halaman, ketiganya langsung masuk, dengan tetap membentangkan bendera RMS, dan teriakan Mena Muria.
Petugas di penjagaan kaget. Mereka langsung bergegas keluar. Salah satu diantara petugas mengarahkan laras senjata ke arah ketiga orang itu.
Seorang berpakaian petugas preman, buru-buru menutup pintu pagar halaman polda. Ketiganya langsung diamankan dan dibawa ke ruang Ditreskrimum. Dari tangan mereka, polisi menyita satu buah bendera RMS berukuran 1 meter lebih. (Cr-1)
Tinggalkan Balasan