Pelecehan Seksual dalam Kekuasaan
AKHIR-AKHIR ini banyak sekali terdengar berita bahwa maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia. Kekerasan seksual memang belum diatur dalam undang undang dan bukan kriminal, namun kasus ini memberikan efek trauma dan memberi ancaman terhadap korban. Hal ini menyebabkan keresahan dan hilangnya rasa aman yang dirasakan para kaum perempuan, dikarenakan akibat dari kejahatan seksual seperti kekerasan dan pelecehan seksual sampai pemerkosaan ini sering terjadi pada kaum perempuan.
Contoh kasus kekerasan seksual saat ini adalah pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan, prostitusi paksa, perbudakan seksual, perkawinan paksa, dan masih banyak lagi.
Kekerasan seksual dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun baik di tempat-tempat umum, di sekolah atau universitas, maupun di rumah. Pelaku dari kejahatan inipun tidak mengenal siapa dan apa gelarnya, karena sekelas pejabat, dosen, dan pemuka agama-pun juga dapat menjadi pelaku dari kekerasan seksual tersebut.
Kalau kita telusuri, beberapa penyebab meningkatnya kekerasan seksual di Indonesia yaitu; semakin mudahnya akses pornografi di dunia maya dan kurangnya kedekatan pelaku kejahatan pada Tuhannya. Keterbukaan pakaian wanita juga dapat memicu terjadinya kekerasan seksual berupa pelecehan seksual. Namun memang tidak dipungkiri jika wanita sudah menggunakan pakaian tertutup tetapi pelaku memang memiliki pikiran yang tidak jernih dan jahat.
Banyak sekali dampak yang terjadi pada korban kekerasan seksual. Pertama, dampak psikologis korban kekerasan dan pelecehan seksual akan sangat traumatis, dan stres yang dialami korban dapat mengganggu fungsi dan perkembangan otak.
Baca Juga: Daerah Rawan PilkadaKedua, dampak fisik, pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak merupakan penyebab utama penularan penyakit menular seksual (PMS). Korban juga dapat mengalami trauma internal dan pendarahan. Dalam kasus yang parah, dapat merusak organ dalam. Bahkan dalam beberapa kasus, itu bisa berakibat fatal.
Ketiga, pengaruh sosial. Korban kekerasan dan pelecehan seksual seringkali dikucilkan dari kehidupan sosial dan harus dihindari karena mereka membutuhkan motivasi dan dukungan moral untuk kembali ke kehidupan normal.
Sebagai perempuan sebaiknya memiliki upaya untuk mencegah kasus kekerasan seksual agar tidak terjadi pada diri kita. Dimulai dari diri kita sendiri yaitu, berpakaian tertutup dan sopan, tidak terlalu terbuka. Kemudian, keluar rumah saat seperlunya saja, dan diusahakan tidak sendirian, jika terpaksa keluar rumah sendirian sebaiknya membawa alat pelindung diri. Terakhir, memiliki ilmu beladiri, memiliki ilmu beladiri ini sangat penting untuk kita agar dapat membela diri dan melawan disaat sedang merasakan keresahan.
Di Maluku, kasus kekerasan seksual cenderung dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan.
Sebut saja, Sekretaris Dinas Pariwisata, Salmin Saleh yang telah melakukan pelecehan seksual terhadap salah satu siswa magang beberapa waktu lalu.
Sebelumnya juga tercatat mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Maluku, David Katayane terhadap HR, pada staf yang dipimpinnya.
Ia kemudian diproses hukum dan divonis 1,4 tahun penjara.
Ada juga mantan Bupati Maluku Tenggara, HM Thamher Hanubun kepada pelayan di café miliknya namun sampai saat ini Hanubun tak diproses hukum karena menikahi korban. Ini adalah persepsi yang salah, sekecil apapun yang melakukan tindakan ini harus ditindak tegas, jangan ada kata “damai” sampai kasus selesai. Berharap besar juga kepada penegak hukum dalam menindak kasus-kasus pelecehan seksual, harus diusut tuntas, jika memang yang melakukannya adalah pelajar maka harus diberi sanksi yang setimpal dengan perbuatannya. Tujuannya jelas, agar menimbulkan rasa jera, dan takut untuk melakukan hal yang sama. (*)
Tinggalkan Balasan