AMBON, Siwalimanews – Jeisly Matahelumual salah satu anggota Polri pada Polda Maluku dituntut ringan 5 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum atas kasus penganiayaan terdahadp 3 orang anak dibawah umur di Negeri Ha­long, Ambon.

Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejak­saan Negeri Ambon, Elsye Benselina dalam sidang di Pengadilan Negeri Ambon yang dipimpin Majelis Ha­kim Martha Maitimu, Senin (14/10).

Jaksa menilai terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pengania­yaan melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP.

Sebelum membacakan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal membe­ratkan dan meringankan. Hal meri­ngankan yakni telah ada perjanjian damai dengan pihak ke­luarga dan terdakwa belum pernah dihukum.

Berlebihan

Baca Juga: Nasib Kepsek Cabul di Aru Terancam

Sementara itu, usai persidangan penasehat hukum terdakwa, Henry Lusikooy kepada wartawan menilai tuntutan JUPU tersebut sangat ber­lebihan. Pasalnya, telah ada upaya damai oleh terdakwa bersama de­ngan pihak keluarga.

“Surat pernyataan damai yang sudah di tanda tangani oleh ke 3 orang korban punya orang tua ka­rena mereka masih di bawah umur sehingga orang tua yang mewakili,” jelas Henry.

Atas langkah mediasi itu, dirinya tegaskan bahwa seharusnya dila­kukan keadilan restorative.

“Berdasarkan surat perdamaian yang dibuat maka seharusnya di tingkat penyidikan  dan tingkat penunjukan harus dilakukan restorative justice,” tegasnya.

“Kalau tidak dilakukan restorative justice, sama dengan pem­bang­­kangan terhadap perintah pim­pinan, karena ada surat kapolri ten­tang tidak semua perkara yang harus sampai ke persidangan, harus dila­kukan restorative justice. Kemudian pula Jaksa Agung ada surat tentang restorative justice. ini menjadi pertanyaan kenapa tidak dilakukan restorative justice padahal ada pernyataan damai,” tanda Lusikoy

Lusikoy berharap dalam persida­ngan selanjutnya, majelis hakim dapat menetapkan restorative justice sesuai dengan bukti yang ada.

“Kita berharap di tingkat persida­ngan pengadilan hakim dapat melihat semuanya itu sehingga dari pihak pengadilan pun dapat mela­kukan sebuah tindakan hukum. paling tidak dalam perkara ini dibuat restorative justice, karena ini juga demi kelangsungan bermasyarakat dan lingkungan,” harapnya.

Ditambahkan,. seseorang dihukum itu bukan berarti perkara itu bisa langsung diselesaikan. Sese­orang dihukum itu pasti ada muncul sakit hati, tapi pernyataan damai itu sudah mengeluarkan semua dan dinyatakan selesai.

Diberitakan sebelumnya, perbua­tan terdakwa Jeisly Matahelumual pada Senin 15 Juli 2024 sekitar pukul 04.30 WIT. Bertempat di Negeri Halong, Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon tepatnya di belakang  SD 1 dan 2 Halong.

Penganiayaan terhadap tiga anak dibawah umur, yakni JS (15), JT (17) dan CK (16).

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol. Aries Aminullah dalam keterangan menjelaskan, pengania­yaan terjadi setelah Bripda Jeisly dan temannya, bersama ketiga korban me­ngkonsumsi minuman keras (mi­ras) pada Senin (15/7/2024) dini hari.

Dikatakan, Bripda Jeisly emosi pasca mengetahui kalau ketiga kor­ban merupakan pelaku yang diduga mencuri ayam milik kakeknya.

“Memang benar kejadian penga­niayaan oknum anggota polisi di Halong Baru. Itu terjadi setelah pelaku tahu kalau yang mencuri ayam milik kakeknya adalah ketiga korban,” kata Kabid Humas Polda Maluku, Rabu (17/7/2024). (S-26)