Naikkan Tarif, Pemkot Jangan Jadikan Warga Tumbal
AMBON, Siwalimanews – Pemkot Ambon harus menertibkan para sopir angkot nakal yang menarik tarif secara sepihak, terutama para pelajar dan mahasiswa.
Jika Dishub membiarkan hal ini terus terjadi, maka itu sama saja Pemkot menjadikan masyarakat sebagai tumbal di tengah-tengah pandemi Covid-19.
“Pemkot Ambon telah menaikan tarif angkutan umum, dengan kenaikan tarif yang sudah disepakati baik itu pemerintah dengan pelaku usaha transportasi. Kenapa para sopir naikan lagi secara sepihak terutama untuk pelajar dan mahasiswa,” tandas anggota Komisi II DPRD Kota Ambon, Risna Risakotta kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu(15/9).
Menurutnya, banyak sopir yang mulai nakal sejak tarif angkutan umum dinaikan. Oleh sebab itu Dishub harus melakukan pengawasan ketat terkait hal ini, sebab apa yang dilakukan para sopir ini sudah sangat merugikan masyarakat di tengah pandemi yang masih berlangsung.
Jika Dishub tidak ambil sikap untuk beri sanksi kepada para sopir nakal ini, maka itu sama saja dengan Dishub membiarkan masyarakat untuk tetap sengsara, sebab para sopir nakal ini akan semakin menjadi jadi.
Baca Juga: Walikota Minta GANN Ambon Bentuk BNNK“Jangan hanya bilang akan beri sanksi tapi tak ada action-nya. Saya contohkan dulu disaat tarif angkot dalam kota dinaikan, Rp 2800, para sopir bulatkan jadi Rp 3000 dan itu Dishub biarkan terus menerus sehingga masyarakat tak percaya Dishub. Nah kali ini Dishub harus ambil sikap dengan beri sanksi. Jika tidak maka masyarakat tak akan percaya lagi dengan Dishub,” tegasnya.
Ia juga minta Dishub menyediakan layanan untuk masyarakat melaporkan para sopir nakal yang manarik tarif sesuka hati mereka. Selain itu uang recehan juga harus disediakan para sopir agar tidak terjadi cek-cok antara penumpang dan sopir.
Sopir Nakal
Tarif angkutan umum fluklatif, hal ini dibuktikan dengan ada angkutan umum yang menetapkan tarif sesuai dengan keinginannya, ada yang tetap menerapkan sesuai dengan tarif yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Ambon (Pemkot).
Salah satu mahasiswa Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM), Gledys megungkapkan, dirinya sempat menjjadi korban kenakalan supir angkutan umum jalur Lin III yang melewati kawasan Talake tersebut.
“Saya sempat berontak karena ketika saya berikan uang Rp 10.000 sopir tak mengembalikan sesuai dengan yang seharusnya,” tandasnya kepada Siwalima melalui telephone seluler, Rabu (15/9).
Katanya, sempat tak mau dikembalikan secara normal namun lantaran dia ngamuk dan ngotot untuk dikembalikan, sehingga sopir angkut nakal rersebut akhirnya mengalah dan mengembalikan uang sebesar Rp 8.000 kepadanya.
“Saya sempat marah, dan tidak mau mengalah karena posisinya saya turun didepan kampus namun ini justru tak dikembalikan sesuai dengan tarif yang diperuntukkan. Semestinya tak boleh begitu, mereka ini (Sopir) seenaknya,” bebernya.
Dia berharap, ada perhatian dari Dinas Perhubungan guna melihat kenakalan sopir. Takutnya, akan terus berlangsung seperti ini. Dan pihak yang dirugikan justru masyarakat.
“Dinas kasih perhatian terhadap tingkah nakal ini. Kita susah, jangan semena-mena saja mau kasi naik, kalau tidak tegas nanti hal ini akan terus berulang,” pintanya.
Tak hanya itu, Melky Souhoka salah satu mahasiswa UKIM yang berdomisili di Lateri juga mengungkapkan, kenakalan ini juga dirasakan olehnya. “Iya, dorang suka hati kasih naik saja. Beta juga akhirnya harus terima kembalian tidak sesuai,” katanya.
Dia meminta, dinas harus tepati janji untuk memberikan sanksi sopir nakal. Tujuannya agar tidak lagi ada yang dirugikan. “Lebih baik tepati janji, jangan sampai nanti akanebih nakal dari ini dengan dalih covid-19 atau yang lainnya,” ungkapnya.
Meski begitu ada juga sopir angkutan umum yang tetap taati aturan. Seperti yang diungkapkan Lisa Souhuwat salah satu mahasiswa STIKOM Ambon, mengatakan kalau untun sopir angkot kayu putih tetap bayaran disesuaikan dengan status warga.
“Kalau angkot kayu putih tetap aman saja. Karena sudah beberapa kali Beta naik angkot dengan status mahasiswa bayar sesuai tarifnya. Tapi pakai pakaian biasa tetap bayar dengan harga normal,” pungkas Souhuwat. (S-50/S-52)
Tinggalkan Balasan