MEMASUKI musim mudik Hari Raya Idul Fitri 1443 H, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan me­nerbitkan Surat Edaran (SE) No SE 3/MENLHK/PSLB3/PLB.0/4/2022 tentang Pengelolaan Sampah dalam Rangka Mudik Lebaran. SE itu merujuk pada UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dengan turunannya PP No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sam­pah Rumah Tangga.

Muara tujuan SE terbaru Menteri LHK berfokus mem­perkuat komitmen dan peran aktif pemerintah daerah dalam melaksanakan pengurangan dan penanganan sampah guna mengurangi timbulan sampah ke tempat pengelolaan akhir (TPA). Selain itu, SE tersebut berupaya meningkatkan partisipasi publik dalam penanganan sampah melalui kebijakan mudik minim sampah dan memperkuat komitmen serta peran aktif pelaku usaha dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah mudik.

SE itu diarahkan kepada para gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia. Dalam menangani sam­pah mudik tahun ini, pimpinan daerah perlu me­ngambil beberapa langkah penting. Di antaranya peme­rintah daerah (pemda) mengimbau, memfa­silitasi, dan mengawasi penanganan sampah pada arus mudik, terutama pada jalur arus mudik dan daerah penyangga seperti terminal bus, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan penyeberangan, dan bandara udara di wilayahnya.

Selain itu, untuk menjaga kondisi tetap minim sam­pah dan mengantisipasi lonjakan jumlah timbulan sampah, fasilitas penampungan sampah secara terpilah perlu disiapkan untuk sampah sisa makanan, limbah plastik dan masker, serta untuk sampah yang tidak dapat dimanfaatkan (residu), pada titik istirahat (pompa bensin, rumah makan, dan rest area).

Cara-cara persuasif juga dijalankan, seperti me­nyebarkan ajakan menggunakan peralatan makanan dan minuman yang dapat digunakan berulang kali dalam bentuk poster, iklan laya­nan masyarakat di media massa, termasuk media sosial, spanduk, dan baliho.

Baca Juga: Kekeliruan dalam Menyikapi UU Tipikor

Sampah mudik meningkat

Langkah strategis perlu diambil para pemda, untuk ikut meng­awasi penimbunan sampah pa­da rest area. Pasalnya, dari ca­ta­tan KLHK, penimbunan sampah se­lama arus mudik Lebaran se­tiap tahun menujukkan tren me­ningkat khususnya di rest area.

Pada 2018, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengungkap­kan, dari total pemudik 19.000 juta orang, volume sampah yang dihasilkan mencapai 13.500 ton, (Tempo.co, 29/5/2019). Sampah itu meliputi styrofoam, kemasan mi instan, botol minuman, gelas plastik, kertas pembungkus ma­ka­nan, peralatan makan plastik sekali pakai, dan kemasan plastik.

Pada 2019, diperkirakan jumlah orang mudik sekitar 23 juta orang. Kemudian pada 2020 dan 2021, mudik Lebaran sangat minim karena pandemi covid-19. Namun, pada 2022, pemerintah memper­bolehkan orang mudik saat Lebaran dengan syarat tertentu.

Kebijakan boleh mudik dipas­tikan akan membuat terjadinya lonjakan mudik yang luar biasa besarnya setelah dua tahun masyarakat tidak diperbolehkan mudik. Lonjakan arus mudik itu tentu berdampak pada sampah yang dihasilkan pemudik.

Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar menyebutkan setiap orang rata-rata menghasilkan 0,7 kilogram (kg) per hari. Nah, bagaimana lonjakan mudik itu disiasati terutama dengan meningkatnya volume sampah yang dihasilkan pemudik? Apakah SE Menteri LHK itu cukup efektif untuk meminimalkan volume sampah mudik Lebaran?

Jebakan perilaku

Menurut hemat penulis, keberhasilan SE itu sangat dipengaruhi beberapa hal. Pertama, tingkat kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah. Realitasnya kesadaran masyarakat masih rendah. Perilaku masyarakat umumnya masih membuang sampah sembarangan. Jebakan perilaku membuang sampah sembarangan itu membuat kita cukup sulit mendorong masyarakat peduli pada persoalan sampah.

Kedua, pengawasan/penegakan hukum atau law enforcement. Fakta menujukkan tanpa pengawasan yang baik dan tegas, sebaik apa pun program itu, termasuk di bidang lingkungan, hanya pepesan kosong tanpa makna apa-apa.

Ketiga, tersedianya prasarana memadai, seperti tempat sampah, dipastikan tersebar di rest area, terminal, dan bandara. Nah, siapa yang bisa mengawasi dengan pasti sampah di setiap moda transportasi?

Satgassus sampah mudik

Dengan berangkat dari tiga faktor tersebut, hemat penulis, para pemda dalam menerjemahkan SE perlu membentuk satuan tugas khusus (satgassus) yang menjalankan fungsi pengawasan sampah mudik dan memastikan sampah-sampah itu tertangani dengan baik dan benar pada libur hari-hari besar agama dan nasional. Satgassus sampah mudik itu dipandang penting karena saat ini kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah. Pendekatan atur dan awasi (ADA) masih efektif dalam menekan laju volume sampah mudik. Satgassus itu bisa dikomandani dinas lingkungan hidup dan kehutanan provinsi, anggotanya dari dinas lingkungan daerah (DLH), dinas terkait lainnya di daerah, aktivis lingkungan, relawan, dan Pramuka (Saka Kalpataru).

Jadi, wisata minim sampah itu sangat mungkin tercapai apabila disertai dengan law enforcement yang tegas dan terukur. (*)