Minimnya Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024
PEMILIHAN Kepala Daerah Serentak 2024 telah usai digelar. Namun rendahnya partisipasi pemilih menimbulkan kekhawatiran serius terhadap legitimasi pemerintah daerah yang dihasilkan. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat partisipasi pemilih kali ini berada di bawah 70 persen. Angka ini menunjukkan penurunan drastis dibandingkan Pilkada 2020 yang mencapai 76,09 persen.
Kondisi ini mencerminkan penurunan minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik yang seharusnya menjadi bagian dari kedaulatan rakyat. Legitimasi pemerintahan daerah sangat bergantung pada tingkat partisipasi pemilih. Partisipasi rendah dapat menciptakan persepsi bahwa pemimpin terpilih tidak mendapatkan dukungan mayoritas dari masyarakat. Ini berpotensi melemahkan legitimasi mereka untuk menjalankan kebijakan publik.
Legitimasi adalah pilar utama dalam sistem pemerintahan, mencakup pemerintah, rezim, dan ekosistem politik. Jika Bukan Bosmu, Rekan Kerja yang Tepat Bisa Menyelamatkanmu Artikel Kompas.id Jika Bukan Bosmu, Rekan Kerja yang Tepat Bisa Menyelamatkanmu Ketiganya memerlukan pengakuan langsung dari masyarakat untuk memastikan hubungan yang harmonis antara pemimpin dan warga. Dalam konteks Pilkada, legitimasi biasanya diperoleh melalui proses demokrasi prosedural, di mana pemilu menjadi sarana utama masyarakat menyampaikan kepercayaan kepada pemimpin.
Namun, rendahnya tingkat partisipasi mengindikasikan kepercayaan masyarakat terhadap proses tersebut mulai terkikis. Faktor penyebab rendahnya partisipasi pemilih ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi dalam Pilkada 2024.
Salah satu yang utama adalah kelelahan pemilih akibat pelaksanaan pemilu nasional dan Pilkada pada tahun yang sama. Kondisi ini menurunkan antusiasme, tidak hanya di kalangan masyarakat, tetapi juga penyelenggara dan partai politik. Selain itu, proses pencalonan kepala daerah yang bersifat sentralistis turut menjadi masalah. Pengurus pusat partai politik memiliki kendali penuh dalam menentukan kandidat, sering kali mengabaikan aspirasi masyarakat lokal. Akibatnya, calon yang diusung tidak selalu mencerminkan kebutuhan daerah.
Baca Juga: Bermasalahnya Proyek Jalan Danar-TetoatLemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu, seperti politik uang, juga menjadi penyebab turunnya kepercayaan publik. Berbagai modus baru yang digunakan untuk membeli suara tidak ditangani secara efektif, sehingga masyarakat meragukan integritas proses pemilu. Masalah administratif, seperti data pemilih tetap yang tidak valid, turut memperburuk keadaan. Warga yang telah pindah atau meninggal dunia, tetapi masih terdaftar dalam DPT mencerminkan lemahnya pengelolaan data pemilu. Rendahnya partisipasi pemilih dapat mempengaruhi kemampuan kepala daerah terpilih untuk menjalankan kebijakan.
Pemerintah daerah yang tidak memiliki legitimasi kuat sering kali menghadapi tantangan dalam memperoleh dukungan masyarakat untuk program-program pembangunan.
Rendahnya partisipasi pemilih juga memperburuk polarisasi politik di masyarakat. Konflik akibat perbedaan dukungan calon semakin sering terjadi, seperti insiden carok di sampang yang dipicu Pilkada 2024. Meraih kembali dukungan publik untuk meningkatkan legitimasi pemerintah daerah, penting bagi pemimpin terpilih untuk fokus pada kebijakan yang partisipatif dan berpihak kepada rakyat. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dapat memperbaiki hubungan antara pemerintah dan warga. Transparansi dalam pengelolaan pemerintahan juga menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik.
Pilkada bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga tentang memperkuat kedaulatan rakyat dan membangun pemerintahan yang lebih responsif. Partisipasi aktif masyarakat adalah fondasi utama dari keberhasilan demokrasi di Indonesia. Dengan memperbaiki berbagai aspek yang memengaruhi rendahnya partisipasi, legitimasi pemerintah daerah dapat diperkuat.
Ini penting untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan terpercaya, demi kemajuan seluruh daerah di Indonesia.
Dengan demikian, kedaulatan rakyat dan demokrasi lokal dapat lebih dioptimalkan, menghasilkan pemerintahan daerah yang responsif, transparan, dan berintegritas. (*)
Tinggalkan Balasan