Menuntut Polisi Transparan
Sudah dua tahun lebih diusut, tak jelas nasib kasus dugaan korupsi SPPD fiktif tahun 2011 dan kasus non job ASN Pemkot Ambon tahun 2017. Padahal sudah naik ke tahap penyidikan.
Munculnya kasus SPPD fiktif, berawal dari Pemkot Ambon mengalokasikan anggaran sebesar dua miliar rupiah untuk perjalanan dinas. Dalam pertanggungjawaban, disebut anggaran tersebut habis dipakai. Namun, tim penyidik Polres Ambon (saat ini Polresta) menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai 742 juta lebih.
Dalam penyelidikan dan penyidikan, sejumlah pejabat telah diperiksa, termasuk Walikota Ambon dan Sekot AG Latuheru. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga sudah dikirim penyidik ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018 lalu. Hasil audit kerugian negara dari BPK pun sudah dikantongi. Namun belum ada satupun tersangka yang dijerat.
Sementara kasus non job puluhan ASN dan pejabat eselon II Pemkot Ambon dilaporkan ke Polres Ambon sejak Juli 2018 lalu oleh Pieter Saimima, Adser Lamba dan H.M Sopacua.
Saimima yang saat itu menjabat Kepala Dinas Perhubungan, Sopacua menjabat Kepala Dinas Pariwisata dan Lamba menjabat Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan didepak Walikota Ambon, Richard Louhenapessy sesuai SK Walikota Ambon Nomor 532 tertanggal 29 Desember 2017 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dalam Jabatan PNS di lingkup Pemerintah Kota Ambon. Selain ketiga pejabat eselon II ini, 44 ASN lain juga turut dicopot oleh walikota.
Baca Juga: Menunggu BNN Ungkap Keterlibatan TomatalaWalikota dilaporkan ke polisi bersama dua anak buahnya, Sekot A.G Latuheru dan Kepala BKD, Benny Selanno. Dalam laporan itu, para pelapor memaparkan alasan-alasan sampai mengapa mereka dan 44 ASN lainnya digusur dari jabatan pada 29 Desember 2017.
Pasca dilaporkan, penyidik Satreskrim gencar melakukan pemeriksaan. Setelah bukti-bukti dikantongi, penanganan kasus berjalan di tempat. Diduga ada main mata oknum polisi yang menangani kasus non job ASN, sehingga kasusnya dipetieskan.
Oknum polisi yang diduga main mata adalah Aipda Mohamad Akipai Lessy. Dia telah dilaporkan ke Polda Maluku oleh pengacara ASN korban kebijakan walikota. Saat menjabat Kepala Unit Tipikor Satreskrim Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, ia diduga menghilangkan barang bukti kasus ASN non job Pemkot Ambon.
Pimpinan Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease harus transparan soal penanganan dugaan korupsi SPPD fiktif dan kasus non job puluhan ASN Pemkot Ambon. Penjelasan perlu diberikan ke publik, sejauh mana progres atau perkembangan penanganan kedua kasus. Sebab berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap penegakan hukum yang dilakukan Polresta Ambon.
Selain itu, dalam setiap penanganan kasus harus ada kepastian hukum. Bukankah Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 menuntut adanya profesionalisme dan transparansi dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang dilakukan kepolisian? Tidak wajar kalau kedua kasus sudah lama diusut, namun belum juga tuntas.
Dalam penegakan hukum semua orang sama di mata hukum. Karena itu, hukum jangan dibuat tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
Ketidaktransparanan Polresta Ambon akan menambah kecurigaan publik, kalau ada kongkalikong untuk mendiamkan kedua kasus yang diduga melibatkan Walikota, Richard Louhenapessy itu. Karena itu, sebaiknya pimpinan Polresta Ambon tidak bersikap diam. Tak selamanya diam itu emas.
Laporan terhadap Aipda Mohamad Akipai Lessy juga harus ditindaklanjuti secara serius, agar terungkap dengan terang menderang. Siapapun yangbterbukti terlibat harus ditindak sesuai hukum yang berlaku, sehingga jangan ada lagi yang memanfaatkan kasus untuk kepentingan di luar hukum. (*)
Tinggalkan Balasan