Menunggu Gebrakan Polisi di Kasus Upah Nakes
Tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku mengusut kasus dugaan penyimpangan upah tenaga kesehatan RSUD Haulussy Ambon.
Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku fokus menemukan penyimpangan dana intensif nakes RSUD milik daerah Maluku itu.
Kasus ini sudah ditahap penyelidikan dan penyidik telah memeriksa belasan saksi baik dari tenaga kesehatan maupun internal RSUD Haulusy.
Dari hasil penyelidikan diketahui anggaran untuk nakes telah dicairkan hanya saja digunakan untuk hal lain. Hal ini yang menjadi dasar penyidik untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab dalam penyimpangan anggaran tersebut.
Tercatat terdapat sejumlah saksi baik dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku, auditor hingga Sekda Maluku akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Baca Juga: Usut Penyimpangan Intensif NakesPemanggilan tersebut dilakukan lantaran hasil penyelidikan menunjukan adanya pencairan anggaran, namun tidak sampai ke tangan pemegang hak dalam hal ini nakes.
Langkah kerja aparat penegak hukum khususnya Ditreskrimsus Polda Maluku dalam mengusut dugaan penyimpangan upah nakes di RSUD Haulussy mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan selain dari praktisi hukum tetapi juga DPRD.
Pengusutan yang dilakukan Direskrimsus Polda Maluku terhadap penggunaan upah tenaga kesehatan RSUD Haulussy sudah tepat dan DPRD memberikan dukungan penuh agar diungkapkan terang benderang
Kita juga berharap, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku harus bertindak profesional dalam penanganan kasus ini, siapapun pejabat daerah yang dipanggil Ditreskrimsus wajib hadir untuk memberikan keterangan terkait penggunaan anggaran tersebut.
Jika saksi yang dipanggil tidak hadir atau tidak kooperatif maka penyidik harus melakukan upaya paksa terhadap saksi-saksi.
Dewan sudah pasti memberikan dukungan penuh sebab masalah tersebut sudah menjadi kegelisahan DPRD sejak 3 tahun lalu. Bahkan, DPRD sudah memasukan dalam visi komisi, kata akhir fraksi maupun dibicarakan di tingkat Banggar, tapi tidak ada tindak lanjut oleh gubernur.
Persoalan nakes di RSUD Haulussy bukan merupakan persoalan baru telat telah terjadi namun belum terungkap.
Intinya siapapun yang nantinya dipanggil arus bersikap kooperatif dan tidak menghambat proses penegakan hukum sehingga terbuka.
Untuk diketahui, ratusan tenaga kesehatan belum menerima upah kerja atau intensif sebesar Rp26 miliar.
Sudah empat tahun sejak 2020 hingga akhir Desember 2023 sebanyak 600 tenaga kesehatan yang yerdiri dari ASN, Non ASN, honor daerah dan tenaga kerja sukarela belum memperoleh hak-haknya.
Adapun jasa pelayanan sebesar Rp26 miliar yang belum diterima yaitu, tahun 2020 untuk BPJS sebesar Rp2.522.498.760,-
Tahun 2021 untuk BPJS yang harus dibayarkan sebesar Rp4.880.030.040,80,-
Tahun tahun 2022 sebesar Rp6.010.564.520,- selanjutnya di tahun 2022 pembayaran sesuai peraturan daerah untuk medical check up sebesar Rp1.348.586.740,- sedangkan Covid-19 sebesar Rp1.242.561.080.
Tahun 2023 untuk pembayaran BPJS sebesar Rp9.133.854.493,- pembayaran Perda sebesar Rp789.596.622,80,- dan Covid-19 sebesar Rp65.237.600,-
Dengan demikian total keseluruhan hak nakes yang belum dibayarkan untuk BPJS sebesar Rp22.546.947.813,80. Untuk Perda total Rp2.138.183.402,80 ditambah MCU tahun 2021. Sedangkan Perda berjumlah Rp1.307.798.680,-
Total hampir 26 M dana jasa pelayanan kurang lebih 600 pegawai RS M Haulussy belum dibayar.
Akibat belum terima hak-hak mereka, ratusan tenaga kesehatan ini menggelar aksi demonstrasi menuntut agar pemprov maupun managemen segera membayar hak-hak mereka. (*)
Tinggalkan Balasan