Menimbang Peluang dan Tantangan
Kepemimpinan Muda MENYAMBUT momentum perayaan Sumpah Pemuda 28 Oktober, kita selalu memperingati dengan penuh gegap-gempita. Sumpah pemuda adalah “ikrar suci,” sebagai komitmen kebangsaan para pemuda untuk membebaskan negeri ini dari jerat imperealisme para penjajah. Alhasil, sumpah pemuda mengantarkan Indonesia menjadi negara merdeka. Persatuan dan kehendak kolektif pemuda telah membangkitkan spirit dan nasionalisme para pemuda untuk membebaskan bumi pertiwi dari pelbagai bentuk penjajahan. Jika direnungkan secara mendalam, sumpah pemuda bukan sekadar sumpah sakral yang penuh dengan nilai-nilai heroisme dan spirit nasionalisme, tetapi sumpah pemuda adalah manifesto politik pemuda untuk menunaikan kewajiban sebagai anak bangsa. Rumusan satu tumpah darah, satu bangsa, satu bahasa Indonesia menjadi prasasti sekaligus landasan pacu untuk membangkitkan dan menggelorakan spirit kolektif para pemuda dari pelbagai daerah yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu membebaskan Indonesia dari pelbagai bentuk penjajahan.Karena itu, momentum sumpah pemuda 28 Oktober, setidaknya menggugah kesadaran kolektif para pemuda dan anak-anak millenial untuk berkontribusi terhadap bangsa dan negara.
Dalam konteks ini, peringatan sumpah pemuda menjadi amat penting karena mengandung nilai-nilai historis serta pesan moral yang “wajib” diteladani di tengah absennya kepemimpinan muda akibat gagalnya regenerasi kepemimpinan nasional. Pun seyogyanya, momen peringatan ini setidaknya menjadi cermin dan evaluasi bagi para pemuda untuk sekadar bertanya kepada dirinya tentang sumbangsih apa yang sudah diberikan kepada negara di tengah situsasi darurat pandemi. Pada titik inilah, semangat juang para pemuda dapat menginspirasi generasi muda millenia kekiniaan. Sumpah pemuda adalah “sumpah suci” yang merepresentasikan kehendak kolektif pemuda di seluruh nusantara. Karena itu, para pemuda tak cukup sekadar nostalgia merayakan serta mengenang romantisme kegemilangan sejarah masa lalu perjuangan pemuda terdahulu, tetapi meneladani serta melanjutkan semangat perjuangannya.
Tugas pemuda saat ini adalah merawat serta mempertahankan negara dari pelbagai bentuk ancaman yang sewaktu-waktu mengancam integrasi dan keutuhan negara. Tak hanya itu, terdapat problem yang sangat kompleks, dimana pemuda diharapkan tampil mengambil peran penting dalam setiap persoalan yang menimpa bangsa dan negara.Dilema Kepemimpinan MudaKepemimpinan muda selalu menarik dan mendapatkan perhatian serius dalam konstalasi politik nasional. Sebab, pemuda mempunyai peran yang sangat signifikan dalam menentukan dan mendesain arah pembangunan bangsa ke depan. Dengan talenta serta gagasan dan ide-ide-Nya yang energik-revolusioner, kepemimpinan muda bisa menghadirkan perspektif yang lebih progresif dan bisa menjawab pelbagai problem kebangsaan yang sangat kompleks, terutama masalah pandemi dan percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Keberadaan pemuda sebagai pribadi yang memiliki idealisme murni, kreatif, dan inovatif, serta kaya akan ide-ide briliant merupakan energi besar bagi sebuah bangsa. Wajar jika Soekarno berkata, “berikan aku sepuluh pemuda, akan kugoncangkan dunia ini”. Soekarno sendiri berhasil menjadi presiden saat usia sekitar 44 tahun. Oleh karena itu, kepemimpinan muda saat ini sangat dibutuhkan di tengah suasana kepanikan bangsa akibat krisis yang tak berujung dan tak bisa diselesaikan. Itulah kenapa kepemimpinan muda diharapkan tampil untuk mewarnai serta menghadirkan solusi atas persoalan kebangsaan. Untuk itu, tampilnya kepemimpinan muda di pentas politik nasional bukan sekadar melengkapi saja, tetapi keniscayaan dan kebutuhan regenerasi.Sejatinya, Kepemimpinan muda selalu dinanti-nanti supaya terjadi sirkulasi kepemimpinan dalam rangka meneruskan estafet kepemimpinan dari tokoh yang sudah berusia tua ke tokoh yang muda sehingga regenerasi berjalan. Selain itu, kepemimpinan muda dipandang urgen karena situasi dan tantangannya relatif kompleks, tentu membutuhkan sosok muda yang revolusioner. Apalagi di era digitalisasi demokrasi, dimana jagat digital berkuasa penuh hampir tak terkontrol saking melimpahnya arus informasi disebabkan meskin verifikasi. Hanya saja, jika memotret realitas kepemimpinan muda di beberapa daerah justru tersandung persoalan korupsi. Pada titik inilah, regenerasi kepemimpinan muda dinilai gagal.
Sebab kehadirannya bukan mewarnai dengan gagasan yang solutif atas sejumlah persoalan kebangsaan tetapi justru terjebak dalam arena politik pragmatisme yang transaksional. Dalam perspektif ini, terdapat beberapa faktor menyangkut kegagalan politik para pemuda sebagaimana dikatakan Gun Gun Heryanto dalam bukunya Dinamika Komumikasi Politik (2011), bahwa politik para pemuda mengalami dilema antara perjuangan idealisme dengan fakta politik yang berkembang.Biasanya ada tiga faktor yang kerap mereduksi idealisme para pemuda. Pertama, menguatnya kembali referent power, banyaknya politisi muda di partai politik, DPR, maupun di birokrasi yang muncul ke permukaan karena menyandarkan dirinya ke kekuatan politik kerabat, patron politik dan nepotisme. Menguatnya fenomina ini bisa kita amati di pemilukada, pemilu legislatif 2009, hingga proses regenerasi di tubuh Parpol. Kekuatan “garansi” berbasis geneologi politik seolah mengingatkan kita pada saat Orde baru sedang berjaya. Kedua, dorongan rasionalitas instrumental yang kian mengental. Hal ini dipicu oleh banyaknya para petualang politik yang sudah kadung dilabeli “aktivis” atau “mantan aktivis” yang justru meruntuhkan citra politik pemuda yang idealis menjadi “machieavellist”.
Baca Juga: Untung Rugi Investasi Aset DigitalMigrasi vertikal mantan aktivis masuk ke DPR maupun ke birokrasi ternyata bukannya mengubah kondisi menjadi lebih baik, melainkan kian meneguhkan wajah buram politik di level suprastruktur. Ketiga, kian marginalnya politik kerja dilakukan oleh para politisi muda dan banyak beralih ke politik citra yang kerap melahirkan disonansi kognitif di masyarakat. Akibatnya, peran dan kontribusi pemuda tereduksi sehingga melahirkan pesimisme dan skeptisme di publik seolah harapan pada kepemimpinan muda kandas.Oleh karena, kepemimpinan muda akan diuji oleh sejarah. Jika berhasil melewati uji verifikasi di lapangan, tentu akan membawa angin perubahan bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, kepemimpinan muda akan dihadapkan pada pelbagai tantangan yang sangat kompleks. Tantangan paling berat yang dihadapi pemuda (kepemimpinan muda) saat ini adalah kebodohan, kemiskinan yang kian akut, kesenjangan yang terus melebar, korupsi yang menggurita, dan kebobrokan moralitas bangsa. Belum lagi tantangan ekonomi yang menjadi jantung utama negara. Medan perang yang akan dihadapi pemuda (kepemimpinan muda) ke depan adalah ketika keadilan dibelenggu, kemiskinan kian akut, dan korupsi terus menggunung dan menggurita di pelbagai sektor.
Kenyataan ini sangat memprihatinkan, dan ini pula yang menempatkan bangsa Indonesia “terjajah” oleh bangsa-bangsa lain dalam bentuk penjajahan baru. Pada titik inilah, pemuda diharapkan tampil berada di garda terdepan melawan ketidak adilan, menuntaskan kemiskinan dan kesenjangan serta melawan korupsi yang membudaya. Penulis optimis, bahwa pemuda memiliki energi besar dalam menggrerakkan harmoni perubahan dan menyelesaikan pelbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan.( Romadhon JASN, PJ, Ketua Umum PB HMI)
Tinggalkan Balasan