INFRASTRUKTUR jalan merupakan salah satu faktor penentu daya saing dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berke­lanjutan karena infrastruktur jalan yang baik dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi bagi dunia usaha dan bagi sosial kemasyarakatan. Selain itu, hal tersebut mewujudkan pemerataan dan keadilan, menciptakan katalisator pertum­buhan ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan meningkatan kualitas hidup masyarakat. Namun, apa jadinya jika pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten tidak peduli terhadap kerusakan jalan di wilayah masing-masing? Apakah harus menunggu warganet menviralkannya, atau sampai harus menanti presiden datang langsung meninjau jalan yang rusak? Lalu, langkah apa yang harus dilakukan? Pertama, pemerintah daerah harus menyadari kondisi jalan yang baik akan memperlancar dan meningkatkan konektivitas antarwilayah serta mempercepat pergerakan orang dan barang sehingga menurunkan biaya logistik, menaikkan pendapatan daerah dan masyarakat, serta meningkatkan daya saing bangsa.

Pembangunan infrastruktur jalan disesuaikan dengan kebutuhan tiap daerah dan antarwilayah untuk mendorong investasi baru, lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan UU No 3/2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No 38/2004 tentang Jalan, jalan umum sesuai dengan statusnya dikelompokkan atas jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Jalan nasional menjadi tanggung jawab pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/PU-Pera). Jalan provinsi bagian dari tugas pokok dan fungsi pemerintah provinsi, jalan kabupaten tugas pemerintah kabupaten, jalan kota urusan pemerintah kota, dan jalan desa oleh pemerintah desa.

Pengembangan tata ruang wilayah Kedua, pembangunan jalan harus selaras dengan pengembangan tata ruang wilayah sehingga dapat membantu mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antarkawasan maupun antarwilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi ke kota besar/metropolitan. Untuk menjamin kondisi jalan tetap terawat baik, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PU-Pera melakukan pengawasan dan penilaian kondisi jalan secara berkala. Kondisi suatu ruas jalan dapat dilihat berdasarkan nilai IRI (international roughness index), yang merupakan besaran nilai ketidakrataan permukaan jalan, yang diperoleh dari panjang kumulatif turun-naiknya permukaan per satuan panjang. Secara matematis, IRI ialah perbandingan antara kumulatif panjang jalan rusak atau berlubang (dalam satuan meter) dan panjang jalan total (dalam satuan kilometer) sehingga semakin besar nilai IRI (dalam satuan meter/kilometer) semakin buruk keadaan permukaan jalannya. Ketiga, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PU-Pera mencatat kondisi jalan rusak berat 2020-2021, yakni jalan provinsi rusak berat meliputi Nusa Tenggara Timur (NTT) 667 km, Riau 633 km, Papua Barat 623 km Sumatra Utara 583 km, Sulawesi Tengah 442 km. Lalu, Maluku Utara 430 km, Sulawesi Selatan 374 km, Bengkulu 270 km, Lampung 252 km, dan Kalimantan Barat 252 km. Provinsi dengan kondisi jalan kabupaten atau kota rusak berat ialah Sumatra Utara 9.187 km, NTT 6.306 km, Papua 4.888 km, Kalimantan Tengah 4.579 km, Sumatra Barat 4.024 km, Aceh 3.933 km, Sulawesi Selatan 3.923 km. Juga, Kalimantan Barat 3.412 km, Riau 3.250 km, dan Sulawesi Tengah 3.147 km. Provinsi Lampung yang tengah menjadi sorotan masyarakat memiliki total panjang jalan nasional 1.292 km, jalan provinsi 1.693 km, dan jalan kabupaten 14.669 km. Catatan kondisi jalan rusak berat mereka ialah jalan nasional 22 km, jalan provinsi 166 km, dan jalan kabupaten 2.607 km.

Selektif Keempat, Inpres No 3/2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah, pemerintah pusat melalui Kementerian PU-Pera (hanya) akan membantu atau mengambil alih pembangunan jalan-jalan strategis yang rusak untuk meningkatkan kemantapan jalan daerah di seluruh Indonesia melalui bantuan APBN (selektif, terbatas). Kementerian PU-Pera fokus pada perbaikan jalan yang rusak berat, terutama jalan nasional yang menjadi tanggung jawab mereka, serta jalan provinsi, jalan kabupaten, dan jalan kota, dengan pertimbangan kemampuan APBD sangat terbatas. Bantuan pembangunan/perbaikan jalan rusak berat juga harus berimbang agar disparitas infrastruktur jalan antarwilayah yang relatif masih tinggi, terutama antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia, dapat segera diatasi. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang memiliki APBD memadai harus didorong untuk segera memperbaiki kondisi jalan yang rusak berat. Untuk menjaga kualitas jalan tetap terjaga mantap, pemerintah daerah harus melakukan pengawasan ketat terhadap beban kendaraan (tonase), terutama kendaraan pengangkut barang logistik dan bus besar, yang melintas tidak boleh melebihi daya dukung sesuai dengan kelas jalan yang telah ditetapkan. Saluran air di tepi kiri-kanan jalan harus dirawat dengan baik agar jalan tidak mudah tergenang saat hujan serta aspal jalan berumur panjang. Oleh: Nirwono Joga Pusat Studi Perkotaan.