Indonesia merupakan negara kedua dengan jumlah bahasa terbanyak di dunia setelah Papua Nugini. Pada tahun 2019, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah mengeluarkan data sebanyak 718 bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia, sedangkan data yang dikeluarkan oleh Ethnologue dalam Ethnologue: Language of The World (2021) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 742 bahasa atau total 10% dari jumlah bahasa di seluruh dunia.

Bagaimana cara menghitung jumlah data bahasa di Indonesia sehingga ditemukan jumlah data statistik sebanyak itu? Jawabannya adalah dengan memetakan bahasa-bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Apa itu pemetaan bahasa? Pemetaan bahasa ada­lah pendokumentasian bahasa-bahasa berdasarkan wilayah geografis penuturnya yang menghasilkan sebuah peta berbentuk peta bahasa. Pemetaan bahasa erat kaitannya dengan kajian dialektologi.

Menurut Erlin Kartikasari (2018) dalam Kajian Dialektologis: Perbedaan Leksikal dan Perbedaan Fonologis, penelitian dialektologi atau geografi dialek di Indonesia dipelopori oleh A. Teeuw pada tahun 1951. Perkembangan ilmu linguistik belum diketahui oleh banyak kalangan di Indonesia sehingga kajian mengenai geografi dialek ini meredup.

Kajian tentang geografi dialek baru diketahui secara umum setelah diselenggarakannya acara penataran dialektologi pada tahun 1970-an oleh Pusat Pengem­bangan dan Pembinaan Bahasa.

Baca Juga: Pilkada 2024 dan Integritas Pengelolaan Zakat Menguatkan Demokrasi dengan Transparansi dan Akuntabilitas

Penelitian-penelitian geografi dialek di Indonesia umumnya merujuk ke bahasa-bahasa tertentu untuk mengetahui variasi bahasa yang terdapat di suatu daerah pengamatan. Namun, kebanyakan hasil pene­litian tersebut masih menunjukkan adanya kesim­pang­­siuran mengenai jumlah bahasa yang berhasil dipetakan. Kesimpangsiuran tersebut disebabkan oleh ketidaksamaan kuesioner, teori, metode, dan teknik yang digunakan pada saat penelitian pemetaan bahasa.

Dalam buku Pedoman Penelitian Pemetaan Bahasa (2018), pada tahun 1992 Pusat Pembinaan dan Peng­embangan Bahasa (sekarang bernama Badan Peng­embangan dan Pembinaan Bahasa) telah memulai pelaksanaan program Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa sebagai upaya untuk pelindungan dan pelestarian bahasa-bahasa daerah. Pemetaan bahasa merupakan salah satu dari lima tahapan program pelestarian bahasa daerah yang dicanangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Dari kelima tahapan itu, pemetaan bahasa menjadi tahapan pertama, diikuti oleh kajian vitalitas/daya hi­dup bahasa, konservasi bahasa, revitalisasi bahasa, dan yang terakhir adalah peta dan registrasi bahasa daring. Dikutip dari Pedoman Penelitian Pemetaan Bahasa (2018), program pemetaan tersebut dilak­sanakan pada tahun 1992—2019 dan berhasil memub­­likasikan empat edisi buku berjudul Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia.

Edisi pertama pada tahun 2008 berhasil mengidentifikasi 442 bahasa dari total 2.185 daerah pengamatan, edisi kedua diterbitkan pada tahun 2013 dengan tambahan daerah pengamatan menjadi 2.344 dan berhasil mengidentifikasi 578 bahasa, edisi ketiga tahun 2016 sebanyak 646 bahasa ber­hasil diindentifikasi dari 2.411 daerah pengamatan, dan edisi keempat tahun 2017 terdapat 652 bahasa dari 2.452 daerah pengamatan.

Pada tahun 2019, sebanyak 718 bahasa daerah dari 2.560 daerah pengamatan berhasil dipetakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Peta bahasa ini dapat diakses melalui laman petaba­hasa.kemdikbud.go.id.

Peta bahasa dalam buku Pedoman Penelitian Pemetaan Bahasa (2018) merupakan peta tematik yang menggambarkan persebaran wilayah geografis penutur suatu bahasa. Menurut J.K. Chambers dan Peter Trudgill dalam Dialectology Second Edition (2004), peta bahasa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu peta tampilan dan peta interpretasi.

Peta tampilan bertujuan untuk memindahkan data linguistik yang diambil dari penelitian geografi dialek/dialektologi dan menuangkan data tersebut dalam bentuk simbol sesuai dengan daerah/wilayah pemakaian bahasa tersebut ke dalam peta buta (peta yang hanya menunjukkan wilayah dan tidak ada simbol atau legenda di dalamnya), sedangkan peta interpretasi tidak hanya bertujuan untuk memindahkan data linguistik ke dalam peta, tetapi juga menam­bahkan garis imajiner pembatas untuk memisahkan data kebahasaan yang berbeda.

Ayatrohaedi (2002) dalam Pedoman Praktis: Penelitian Dialektologi membagi peta bahasa menjadi lima jenis peta, yaitu peta bahasa langsung, peta bahasa lambang, peta bahasa petak langsung, peta bahasa petak warna, dan peta bahasa petak garis.

Peta bahasa langsung adalah peta bahasa yang memuat data kebahasaan yang digambarkan dengan cara penulisan langsung pada setiap daerah atau titik pengamatan di dalam peta tersebut. Peta bahasa lambang adalah peta yang mengubah data keba­hasaan menjadi bentuk lambang dan ditulis ke dalam setiap titik pengamatan yang terdapat di dalam peta. Untuk memudahkan pembaca dalam mema­hami data kebahasaan, sebaiknya dibubuhkan keterangan lambang yang ada di dalam peta dan dimasukkan ke dalam kolom bernama legenda.

Selanjutnya, peta bahasa petak langsung adalah peta bahasa yang pengertiannya hampir sama de­ngan peta bahasa langsung karena keduanya sama-sama menuliskan data kebahasaan ke dalam peta secara langsung, perbedaannya terletak pada ada­nya dua garis pemisah data, yaitu garis isofon dan garis isoglos untuk membedakan unsur bahasa yang berbeda, sedangkan di peta bahasa langsung tidak ada.

Berikutnya, peta petak warna merupakan peta bahasa yang perbedaan data kebahasaannya ditunjukkan dengan warna yang berbeda-beda berdasarkan wilayah atau titik pengamatan. Terakhir, terdapat peta petak garis yang merupakan peta yang perbedaan data kebahasaannya ditunjukkan dengan variasi garis. Variasi garis yang digunakan dalam peta dapat berbentuk garis panjang, garis putus-putus, dan garis yang membentuk pola variasi lainnya.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggunakan peta petak warna sebagai bentuk visualisasi data pemetaan dengan memberikan angka di dalam peta dan membedakan warna sesuai dengan wilayah tutur bahasa masing-masing. Tujuannya adalah untuk memudahkan pembaca dalam melihat data kebahasaan yang ada di dalam peta.

Hasil penelitian pemetaan bahasa sangatlah penting untuk menjadi bahan dalam pengambilan kebijakan pelindungan dan pelestarian bahasa daerah di Indonesia. Selain sebagai bahan rujukan dalam pengambilan kebijakan, tujuan khusus pemetaan bahasa di Indonesia adalah

  • memetakan data bahasa yang ada di Indonesia sehingga mempermudah pengidentifikasian letak geografis sebuah bahasa;
  • mendapatkan gambaran mengenai distribusi variasi bahasa berdasarkan wilayah persebarannya;
  • mengetahui lokasi dan persebaran bahasa di wilayah Indonesia; dan
  • menginventarisasi data bahasa yang digunakan untuk pendokumentasian bahasa.

Tujuan-tujuan tersebut tidak lepas dari upaya pelin­dungan dan pelestarian bahasa-bahasa di Indonesia. Pemetaan bahasa di Indonesia dapat membantu masyarakat untuk semakin memahami budaya dan kearifan lokal yang terdapat di wilayah tutur dan persebaran bahasa di Indonesia sehingga dapat memupuk rasa persatuan warga di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Oleh: Fadhillah Pandu Pradana Penelaah Teknis Kebijakan.(*)