Mengapa Harus Menunggu Laporan?
Kapolda Maluku, Irjen Baharudin Djafar merespons dugaan penyelewengan di Satgas Penanganan Covid-19 Pemkot Ambon. Tapi responsnya biasa-biasa saja. Malah, terkesan hendak mengaburkan fakta bahwa dugaan penyelewengan itu hanya sebatas isu. Hal itu terlihat jelas dari pernyataannya.
Kapolda menegaskan siap melakukan pengusutan jika data soal dugaan penyelewengan tersebut ada. Pihaknya menunggu laporan sebagai dasar untuk melakukan pengusutan. Sampai saat ini belum ada aduan dari masyarakat atau siapapun.
Pernyataan Kapolda menuai kritikan dari kalangan akademisi. Kapolda tak perlu menunggu laporan untuk mengusut dugaan penyelewengan di Satgas Penanganan Covid-19 Pemkot Ambon.
Bukti-bukti tersebut sudah ada tangan polisi sendiri yang ditemukan saat melakukan asistensi terhadap Satgas Covid-19. Tim polisi yang melakukan asistensi adalah anggota Tipikor Satreskrim Polresta Ambon. Mereka menemukan dugaan mark up data jumlah orang dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan, jumlah tenaga kesehatan serta pemotongan insentif tenaga kesehatan.
Kapolda harusnya mempertanyakan Kapolresta Ambon, Kombes Leo Simatupang mengapa disaat dugaan penyelewengan ditemukan tidak ditindaklanjuti, dan justru anggota Satreskrim itu dimutasikan. Selain itu, dugaan penyelewengan yang ditemukan bukanlah delik aduan, sehingga harus menunggu laporan baru diusut.
Baca Juga: Menunggu Hasil Audit Repo SahamDugaan penyelewengan itu sudah masuk dalam kasus tindak pidana korupsi. Lalu mengapa Polda Maluku harus menunggu laporan baru diusut? Bukti awal yang sudah dikantongi polisi saat melakukan pendampingan terhadap Satgas Covid-19 Pemkot Ambon menjadi rujukan untuk Polda Maluku melakukan pengusutan.
Saat melakukan asisensi, Tim Satreskrim Polresta Ambon menemukan data-data pasien Covid-19 yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi. Ini diduga dilakukan atas arahan pejabat Dinas Kesehatan. Arahan disampaikan kepada hampir semua puskesmas di Kota Ambon.
Salah satu bukti dugaan manipulasi terjadi di Puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Leitimur Selatan. Banyak nama yang dimasukan dalam daftar ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah penduduk desa atau kecamatan setempat. Padahal setelah ditelusuri, ada yang tinggalnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.
Jumlah pasien ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi bertujuan untuk mendongkrak jumlah nakes yang bertugas. Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksanakan tugas, maka pengusulan untuk pembayaran insentif semakin besar.
Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Kesehatan Tambahan dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.
BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon. Sesuai laporan Dinas Kesehatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insentif hanya 414 orang. Jadi terdapat selisih 239 nakes. Jumlah ini diduga fiktif, yang dipakai untuk mengusulkan pencairan anggaran.
Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian menyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta. Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah.
Namun disaat hendak mau ditindaklanjuti, tim Satreskrim Polresta Ambon yang menemukan dugaan penyelewengan itu dimutasikan oleh Kapolresta Pulau Ambon Kombes Leo Simatupang.
Dugaan penyelewengan yang ditemukan tim Satreskrim Polresta Ambon tentu bukan asal-asalan. Pasti melalui penelusuran yang matang. Olehnya itu, temuan dugaan penyelewengan jangan dibiarkan begitu saja tanpa proses hukum. Ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.
Polda Maluku tidak perlu ragu untuk melakukan pengusutan. Apalagi dugaan penyelewengan ditemukan sendiri oleh polisi. Penanganan pandemi Covid-19 bukan menjadi alasan untuk menutup mata terhadap dugaan penyelewengan yang terjadi. (*)
Tinggalkan Balasan