PERHELATAN Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral keempat (4th FMCBG) menghasilkan sebuah keputusan besar. Pertemuan yang digelar dalam rangkaian agenda G-20 itu menyepakati bahwa aset kripto, termasuk stable coin, harus tunduk pada regulasi dan pengawasan yang ketat.

Tunduk pada regulasi

Keharusan tunduk pada regulasi menjadi frasa yang perlu dicatat. Perkembangan teknologi informasi menghasilkan banyak inovasi di hampir semua aspek kehidupan, tidak terkecuali produk keuangan. Aset yang tadinya hanya berbentuk fisik, kini dikenal pula aset virtual, alias tak kasatmata.

Sebagai contoh, penemuan teknologi blockchain memungkinkan pelaku ekonomi bertransaksi jual-beli dengan perantaraan uang kripto (cryptocurrency). Bitcoin yang sempat menjadi hit pada tiga tahun yang lalu belakangan disusul oleh Doge, Polkadot, Etherium, dan sejenisnya.

Namun, uang kripto sebagai media pertukaran (medium of exchange) tidak memiliki dasar penilaian (underlying) yang kukuh. Oleh karenanya, tidak mengherankan apabila nilainya bisa berubah sangat cepat. Dalam tempo singkat, nilai uang kripto bisa melejit dan dalam sekejap pula dia akan merosot.

Baca Juga: 5 Tahun Satgas Saber Pungli

Menyadari sifat fluktuatifnya, uang kripto lantas bergeser fungsi menjadi komoditas investasi. Namun, lagi-lagi pasokan aset kripto yang terbatas tidak akan mampu mengikuti tingginya pertumbuhan permintaan. Alhasil, instrumen kripto seakan menjadi aset kosong yang kental dengan nuansa spekulasi.

Metamorfosa aset kripto menjadi stable coin pun belum sepenuhnya menurunkan tensi spekulasi. Token aset kripto berupaya melawan potensi volatilitas harga dengan mengikatkan nilainya pada aset yang lebih stabil seperti mata uang resmi yang dikeluarkan pemerintah.

Namun, tingginya imbal hasil yang ditawarkan stable coin tetap saja menimbulkan kekhawatiran. Stable coin yang terikat mata uang resmi yang paling kuat sekalipun rasanya sulit diterima akal ketika mampu memberi imbal hasil yang tinggi, apalagi pada masa pagebluk covid-19.

Sistem keuangan yang terdesentralisasi (decentralized finance/DeFi), seperti SUSHI dan COMP, menawarkan risiko volatilitas yang lebih rendah. Setiap token masuk dalam kategori DeFi mena­warkan utilitas. Dengan mengacu pada kegunaan masing-masing, harga token tersebut cenderung stabil.

Sayangnya, DeFi tidak menyelesaikan problema mitigasi risiko. Mereka menawarkan utilitas dengan fungsi yang berbeda-beda, yakni sebagai media insentif atau media bayar di dalam ekosistemnya. Artinya, harga aset kripto sangat bergantung pada dana suntikan investor yang berputar di situ.

Lebih ironis lagi, harga beberapa jenis token tertentu justru mengacu pada harga Bitcoin. Sebagai konsekuensinya, apabila harga Bitcoin naik, harga token-token itu juga akan naik berkali-kali lipat, begitu pun sebaliknya. Jelasnya, feno­mena ‘ipar-beripar’ pun berlaku di pasar aset kripto.

Alhasil, aset kripto akan menjadi instrumen ekseklusif yang hanya berlaku pada komunitas terbatas. Ia tidak bisa diterima pada sekup yang lebih luas. Jika demikian, perputarannya juga terbatas. Karena itu, ‘pemilik’ bisa merangkap ‘pemain’ bahkan sekaligus ‘penonton’, tanpa ada ‘wasit pertandingan’.

Pada titik ini, kehadiran regulator pemasok regulasi yang mengatur kiprah aset kripto, termasuk stable coin, sangat ditunggu sebagai ‘wasit pertandingan’. Bagaimanapun, hasil pertandingan yang tidak fair di pasar aset kripto akan sangat berpengaruh pada stabilitas sistem keuangan secara luas.

Harus diakui teknologi blockchain tetap mena­warkan banyak manfaat. Untuk itu, pengembangan pasar dan strategi untuk mempromosikan aset kripto sangat krusial. Penerapan pengaturan dan kerangka kerja yang komprehensif harus diletakkan sebagai bagian dari ikhtiar menjaga stabilitas keuangan.

Kebutuhan akan ‘wasit pertandingan’ di arena aset kripto secara konseptual juga terjustifikasi. Pemun­culan aset anyar, semacam aset kripto tadi, niscaya memerlukan pasar yang kuat. Dalam perspektif teoretis, pengembangan pasar aset kripto harus ditopang aspek regulasi dan pasar.

Aspek regulasi diinisiasi regulator dalam bentuk aksi dalam mengatur pasar aset kripto agar kian berkembang. Dominannya aspek regulasi tipikal bercorak top down. Regulator mengondisikan dari atas, sedangkan di lapangan, pelaku pasar mengikuti aturan main yang telah digariskan regulator. Sementara itu, aspek pasar ialah perkembangan ekosistem pasar aset kripto.

Sisi ini melihat sampai sejauh mana para pelaku pasar aset kripto membangun infrastruktur kelem­bagaan secara mandiri dalam memfasilitasi kegia­tan­nya. Keaktifan pelaku pasar aset kripto akan mengarah pada pola bottom up.

Indonesia tampaknya harus menempuh keduanya bersama-sama. Terbentuknya ekosistem kelem­bagaan dalam perdagangan aset kripto akan me­nguntungkan bagi investor dan para pelaku usaha di industri ini. Industri kripto, toh, masih dalam fase perkembangan sehingga perlu dukungan dari berbagai elemen.

Bursa aset kripto yang kuat akan mencegah menjamurnya investasi bodong. Pasar aset kripto secara ekonomi memiliki potensi yang sangat besar. Regulasi yang tepat dan mengedepankan asas keadilan berdampak pada banyaknya investasi yang masuk lantaran konsumen merasa aman dalam bertransaksi.

Momentum

Sampai di titik ini, kesepakatan FMCBG bagi Indonesia menjadi momentum yang sangat strategis. Di saat yang sama, Bank Indonesia tengah menggodok uang digital (central bank digital currency/CBDC) rupiah. Sama-sama berbasis teknologi informasi, peluncuran CBDC dan aset kripto bisa berjalan seiringan.

Dalam sekop yang lebih luas, hasil kesepakatan FMCBG juga bersamaan dengan bergulirnya reformasi sektor keuangan. Omnibus law tentang engembangan dan penguatan sektor keuangan (P2SK) diharapkan bisa menempatkan pasar aset kripto pada posisi yang pas di dalam peta pasar keuangan domestik.

Harus diakui, kesulitan utama otoritas finansial dalam mengatur pasar aset kripto ialah belum ada praktik terbaik sebagai rujukan.

Semua negara sejauh ini masih meraba-raba format regulasi yang paling sesuai, tetapi tetap akomodatif terhadap semua kemungkinan perkem­bangan ke depan.

Kemampuan melihat jauh ke depan dengan kecerdasan berpikir yang spesifik menjadi kuncinya. Jalan masih panjang nan berliku.

Namun, jika semua itu bisa dilalui, ekosistem pasar aset kripto yang tangguh akan tercipta sehingga berkontribusi nyata bagi perekonomian nasional. Bukan begitu? Oleh: Haryo Kuncoro Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta Anggota Focus Group Bidang Fiskal dan Keuangan Negara PP-ISEI (*)