POTENSI pelanggaran Pemilu harus bisa dicegah, termasuk penerapan sanksi dan tindakan tegas dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Panitia Pengawas (Panwas) di tingkat kecamatan maupun desa. Pelanggaran tersebut bisa berupa jadwal kampanye yang tidak sesuai karena ada yang sudah mulai memasang alat peraga sosialisasi berupa baliho atau spanduk yang menyerupai alat peraga kampanye, lengkap dengan nomor urut dan slogannya.

Dengan kata lain, ketaatan penyelenggaraan pada aturan main menjadi kunci menekan kerawanan pemilu.

Panwascam sebagai pengawas pemilu di tingkat kecamatan yang bersentuhan langsung dengan penyelenggara dan peserta pemilu kiranya harus bisa bekerja profesional, bersikap netral atau tidak memihak kepada partai politik tertentu, kepada perseorangan peserta Pemilu.

Tentunya komitmen dan integritas ini harus bisa dipegang teguh Panwas sebagai penjaga nilai-nilai dalam pesta demokrasi, termasuk mencegah praktik politik uang, menyampaikan informasi secara berjenjang ke Bawaslu jika menjumpai adanya dugaan pelanggaran Pemilu.

Ini semua area sensitif yang harus bapak, ibu amankan dari malpraktik pemilu seperti pelanggaran kode etik, suap, hingga gratifikasi yang akan mencederai prinsip etik dan profesionalitas pengawas.

Baca Juga: Kualitas Pilkada Harus Ditingkatkan

Tidak boleh ada niatan sedikit pun dalam benak Panwaslu untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan atau menguntungkan peserta Pemilu sehingga Pemilu 2024 nanti bisa berjalan demokratis dan berintegritas.

Terkait maraknya konten manipulatif atau rekayasa informasi di media sosial, harus juga bisa diwaspadai. Pesan politik bermuatan hoaks, mengadu domba, dan membangun sentimen kebencian di antara warga yang mengancam keberagaman, membahayakan kebinekaan mulai bermunculan di media sosial, termasuk pesan percakapan seperti WhatsApp dan Telegram.

Sehingga selain perlu langkah teknis untuk menangkal peredaran konten sesat ini, penguatan literasi digital masyarakat juga sangat diperlukan, terutama untuk meredam dampak polarisasi, terlebih di kalangan pemilih pemula.

Bawaslu Maluku menyatakan akan menindak tegas setiap pelaku fitnah, hasutan dan ujaran kebencian dalam pelaksanaan kampanye Pilkada serta Pemilu. Hal itu demi menciptakan Pilkada dan Pemilu yang damai.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur, materi kampanye dilarang menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat dan menyerang identitas SARA. Pelanggaran terhadap larangan tersebut akan dikenai sanksi pidana pemilu.

Seperti halnya Abdullah Vanath, calon Wakil Gubernur Maluku yang dilaporkan ke Bawaslu Maluku. Vanath diketahi dalam suatu pertemuan di Pulau Buru mengajak masyarakat untuk tidak memilih Murad Ismail dalam Pilkada mendatang karena saat memerintah telah melakukan penipuan.

Kini laporan terhadap Vanath itu telah dikaji oleh Bawaslu Maluku dan hasilnya akan diplenokan oleh pimpinan Bawaslu Maluku apakah ada unsur pelanggaran pilkada atau tidak.

Publik saat ini sementara menanti putusan Bawaslu Maluku, tentunya ada harapan agar Bawaslu Maluku harus menjaga integritas sebagai penyelenggara Pilkada dan tidak melindungi dan berpihak kepada siapapun. Bawaslu juga harus tetap menjaga netralitasnya sebagai pengawas Pilkada.(*)