Memilih Pemimpin Bangsa
PEMILIHAN presiden masih 16 bulan lagi, tetapi atensi publik bahkan telah dimulai sejak Presiden Joko Widodo dilantik pada periode keduanya. Pemilihan presiden merupakan event terpenting dalam kehidupan politik di Indonesia dan semua negara di dunia. Pada beragam organisasi, diskusi tentang siapa yang akan memimpin menyita atensi anggota organisasi. Visi dan strategi yang dijalankan pemimpin akan menentukan kinerja organisasi yang dipimpinnya. Baik krisis pangan dan energi yang mendorong inflasi, serangan Rusia pada Ukraina, maupun ketegangan Amerika Serikat dan Tiongkok meningkatkan dinamika global. Beberapa negara mengalami krisis parah dan beberapa menunggu giliran. Dibutuhkan pemimpin yang mampu mengorkestrasi bangsanya, agar di tengah dinamika global dan nasional, pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial dan politik terjaga. Silih bergantinya pemimpin bangsa menimbulkan pertanyaan, bagaimana memilih pemimpin organisasi yang memberikan dampak bagi organisasinya? Pemimpin global Negara yang baru menunjuk pemimpin bangsanya ialah Inggris, Rishi Sunak.
Di tengah krisis ekonomi dan jatuhnya nilai tukar pound sterling, menjadi tantangan tersendiri bagi perdana menterinya. Dalam tujuh pekan terakhir, Inggris dipimpin tiga perdana menteri yang berbeda. PM Sunak dilantik Raja Charles III pada Selasa (25/10). Menariknya, dia menjadi PM keturunan India pertama yang memimpin Inggris. Hanya butuh waktu tujuh tahun bagi Sunak untuk menduduki kursi PM. Secara tersirat, publik Inggris mengharapkan solusi-solusi yang out of the box dari pemimpinnya saat ini, agar Inggris segera keluar dari krisis ekonomi. Pada saat yang sama, Tiongkok memberikan sinyal yang berbeda. Dengan melakukan amendemen konstitusi 2018, sangat mungkin Presiden Xi Jinping menjabat ketiga kalinya tahun depan. Secara tersirat, publik Tiongkok dan Partai Komunis nyaman dengan capaian yang telah dicapai Presiden Xi. Harapannya, Tiongkok segera mengalahkan hegemoni Amerika Serikat dalam perekonomian. Track record Xi Jinping dimulai dengan memimpin desa hingga gubernur yang sukses dalam memimpin transformasi ekonomi Provinsi Fujian dan Zhejiang.
Kesuksesan tersebut mengantarkannya menjadi wakil presiden (2008) sebelum menjadi presiden (2013). Di bawah kepemimpinannya, GDP per kapita Tiongkok tumbuh 2 kali lipat, hampir melewati minimal threshold sebagai negara maju menurut Bank Dunia. Saringan pemimpin Leader Filtration Theory (Gautam Mukunda, 2012), menjelaskan pemimpin mana yang akan memiliki dampak berbeda, ketika memimpin negaranya. Ketika pemimpin dihasilkan oleh sistem penyaringan mana kandidat yang ideal dan tidak (belum tentu yang terbaik), lahirlah pemimpin yang tersaring (filtered leader). Kandidat yang ideal akan selalu dalam radar dan naik posisinya untuk bersaing dengan kandidat ideal lainnya yang sejenis. Dapat dipastikan, siapa pun yang menjadi pemimpin nantinya tidak berbeda satu sama lain karena telah melewati saringan yang ketat (ideal). Hasilnya, pemimpin tersebut tidak akan memberikan dampak yang berbeda ketika memimpin organisasi. Sebaliknya, dampak berbeda akan dihasilkan oleh pemimpin yang tidak atau kurang tersaring (unfiltered/less filtered leader). Dalam konteks di atas, PM Sunak mewakili unfiltered leader, sedangkan Presiden Xi mewakili filtered leader.
Untuk melakukan penyaringan, evaluasi menjadi komponen penting untuk mendapatkan informasi terkait dengan kemampuan dan niat dari kandidat mendapatkan kekuasaan. Sebelum kita percaya dengan seseorang untuk memimpin, kita perlu tahu mereka sebenarnya, bukan citranya yang ditampilkan pada media. Ketika sudah mendapatkan kekuasaan, mereka tidak akan berpura-pura lagi untuk menunjukkan karakter aslinya. Baik karakter terbaik maupun terburuknya. Proses evaluasi ini membutuhkan waktu sehingga para elite di organisasi dapat melakukan talent scouting dengan efektif.
Pengalaman dalam organisasi serta interaksi yang panjang dengan para elite, seiring dengan naiknya jabatan dalam organisasi menjadikan kandidat semakin tersaring. Komponen kedua ialah pengambilan keputusan. Bila kandidat terevaluasi secara komprehensif, dan para elite memainkan peran yang signifikan, kandidat akan menjadi filtered leader. Mukunda (2022), memprediksi pemimpin yang seperti ini memiliki dampak yang biasa saja dalam masa kepemimpinannya. Sebaliknya, unfiltered leader sangat mungkin memiliki dampak yang besar, baik atau buruk, pada organisasi. Kajian Mukunda (2022 – Picking Presidents) menunjukkan Top 4 presiden terbaik Amerika Serikat menurut publik merupakan unfiltered leader. Survei tersebut dilakukan C-SPAN Survey, American Political Science Institute (APSA), dan Siena College Research Institute. Keempat presiden tersebut ialah Abraham Lincoln, George Washington, Franklin Roosevelt, dan Theodore Roosevelt. Menariknya, terdapat komposisi yang sama antara presiden yang dianggap sukses dan gagal. Untuk unfiltered president, lima presiden dianggap sukses dan lima presiden dianggap gagal. Adapun filtered president, dua presiden dianggap sukses dan dua presiden dianggap gagal. Data tersebut menunjukkan hal menarik bahwa tidak ada yang superior antara filtered dan unfiltered leader. Pembedanya ialah unfiltered president yang sukses dinilai sebagai pemimpin terbesar yang pernah dimiliki Amerika Serikat, adapun filtered president yang sukses memiliki kinerja baik dan biasa saja.
Baca Juga: Obat Sirop dan KLBRekomendasi Pemimpin yang baik dan hebat bukanlah soal siapa yang lebih kompeten, tetapi dasar keduanya berbeda. Baik dari segi kompetensi, latar belakang, maupun apakah mereka hasil saringan atau tidak. Filtered leader cenderung tidak mengguncang kapal, tepat bagi kondisi yang tenang, dan membutuhkan hasil sesuai ekspektasi semua pihak. Namun, unfiltered leader cenderung mengguncang kapal karena kondisi lingkungan yang dinamis membutuhkan perubahan. Perubahan yang mengguncang status quo, sebagaimana Abraham Lincoln menghapuskan perbedaan dan menjadi presiden terbaik sepanjang masa (hingga saat ini) bagi Amerika Serikat, atau paranoid dari Winston Churchill, yang berhasil membawa Inggris lepas dari ancaman dijajah Adolf Hitler dan Nazi-nya. Kedua pemimpin di atas mampu memanfaatkan karakteristik yang dianggap jelek, menjadi keunggulan, dan membawa dampak perbedaan bagi organisasi yang dipimpinnya. Untuk Indonesia dan organisasi Anda, pilih filtered atau unfiltered leader? Tergantung dari kondisi lingkungan eksternal yang ada, apakah rendah atau tinggi dinamikanya. Tergantung juga ekspektasi yang diharapkan, apakah menginginkan kinerja biasa saja atau yang luar biasa. Semuanya tergantung pada para elite dan publik yang akan memilihnya nanti. Yang jelas, ambisi kolektif menjadi negara maju 2045 menuntut GDP per kapita tumbuh 3-4 kali lipat dari saat ini.Oleh: Badri Munir Sukoco Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
Tinggalkan Balasan