AMBON, Siwalimanews – Penerapan PSBB di Kota Ambon belum efektif. Pada hari kedua, Selasa (7/7) banyak pelanggaran terjadi. Masyarakat dan pelaku usaha belum mematuhi Perwali Nomor 19 Tahun 2020.

Pantauan Siwalima di kawasan Mardika misalnya, banyak toko dan kios pakaian dan aksesoris handphone yang buka. Padahal yang diperbolehkan dibuka hanya toko yang menjual sembako dan obat-obatan. Mereka tak meng­hiraukan petugas PSBB.

Kawasan pasar rakyat di Mar­dika dan Batu Merah juga tetap ramai, walaupun sudah melewati batas jam operasional pukul 18.00 WIT.

Penegasan Walikota Ambon Richard Louhenenapessy untuk menutup sejumlah titik agar tidak ada orang lagi yang masuk ke pasar, setelah pukul 18.00 WIT, ternyata belum dilakukan.

Sejumlah titik yang akan ditutup setelah batas jam operasional pasar yaitu di kawasan SPBU bela­kang kota, Ongkoliong dan depan Hotel Amans. Tetapi hingga pukul 20.00 WIT masih banyak orang di pasar. Malah, ada sejumlah angkot yang keluar masuk Terminal A1 dan A2 Mardika.

Baca Juga: Pertamina Salurkan Bantuan Modal Usaha Rp 2,1 M

Sementara tak satu pun petugas ada di pos-pos penjagaan. Pos-pos sudah terlihat kosong.

Tuti, pedagang aksesoris di terminal Mardika mengatakan, dirinya tetap berjualan meskipun dilarang. “Ini demi hidup,” ujar Tuti.

Rahman, pedagang sepatu di terminal A1 juga mengatakan hal yang sama. “Memang dapa tagor, tapi ini par makan jua,” tandasnya.

Selain Pasar Mardika, sejumlah toko di Maluku City Mall (MCM) yang menjual aksesoris HP, pakaian, mai­nan anak-anak dan optik terpantau kemarin pukul 14.00 WIT, juga tetap beroperasi. Padahal yang diperbo­lehkan hanya restaurant dan café. Itupun hanya melayani pesanan.

Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan walikota dalam ketera­ngan pers di Hotel Marina Minggu (5/7) yang menegaskan, PSBB lebih dipertegas lagi soal aktifitas kegiatan sosial masyarakat, ekonomi dan olahraga di Kota Ambon.

“Yang pertama kantor-kantor leasing tutup, mall tutup tidak ada pe­ngecualian baik Ambon Plaza, MCM dan ACC semua ditutup,” tandasnya.

Selain itu, toko-toko di kawasan pa­sar Batu Merah dan Pasar Mardi­ka juga harus ditutup. Yang dibuka hanya toko sembako dan toko obat. ”Lain dari itu, tutup,” tegasnya.

Koordinator Fasilitas Umum Gustu Kota Ambon, Richard Luhukay mengakui, masih banyak temuan pelanggaran di lapangan, namun pihaknya belum berani menindak.

“Saya harus mengkonfirmasikan dengan pimpinan dulu sebelum bertindak karena takutnya jika kami tindak pihak mereka bisa ngamuk, saya koordinasi dulu,” ujar Luhukay, kepada Siwalima, Selasa (7/7).

Kejar R0 di Bawah 1 Persen

Kendati PSBB belum berjalan efek­tif, namun Gugus Tugas Kota Am­bon berupaya menekan laju per­kembangan Covid-19, sehingga R-naught atau R0 di bawah 1 persen.

R0 merupakan dasar ukuran un­tuk memproyeksi jumlah pasien yang terinfeksi pada beberapa waktu yang akan datang.

Kepala Dinas Kesehatan Ambon, Wendy Pelupessy mengatakan, sebelum pemberlakukan PSBB, R0 di Kota Ambon pada angka 2,89 persen. Artinya 1 orang hampir menu­larkan ke 3 orang.

Pasca penerapan PSBB I, angka R0 turun ke 2, 24 persen. Artinya 1 orang bisa menularkan ke 2 orang.

“Kalau kita mau masuk ke fase new normal, itu harus R0 kasus di bawah 1 persen baru bisa, ini yang sedang kita kejar,” kata Pelupessy kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Senin (6/7).

Lanjut Pelupessy, PSBB adalah salah satu upaya untuk menekan R0, dan diharapkan  bisa di bawah 1 persen. Artinya satu orang tidak menularkan virus ke orang lain.

“Salah satu cara adalah penera­pan PSBB II, dan dengan begitu diha­rapkan kalau sudah 1 apalagi di ba­wah dua saja sudah mulai baik. Kata harus patut dengan pro­tokol kese­hatan. Masker sudah mu­lai patuh, tapi yang belum disi­plin jaga jarak, dan berkerumun masih saja terjadi,” ujarnya.

Kalau sosial distancing tidak diga­lakan, kata Pelupessy, akan berpo­ten­si menularkan virus. Gugus tu­gas selalu memberikan sosiali­sasi. Tetapi semua pihak juga harus sama-sama mendukung atas upaya yang dilakukan untuk menekan laju Covid-19. “Covid ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi bersama,” tandasnya.

Pelupessy mengungkapkan, orang tanpa gejala (OTG) sangat ber­bahaya, karena menyerang usia produktif.

“OTG yang berbahaya, karena menyerang usia produktif. Memang dia tidak bergejala, tapi apabila dia pulang ke rumah ada keluarga yang rentan seperti ibu hamil, lansia, orang muda yang komorbid darah ti­nggi, ada diabetes bisa menularkan ke keluarga yang bermasalah se­perti itu,” jelasnya.

Ia menjelaskan, saat ini terjadi trend penurunan kasus positif baru. Minggu-minggu sebelumnya terjadi peningkatan, karena gencar dila­kukan tracking. Tetapi belakangan ini banyak yang sembuh, dan kasus baru semakin turun.

“Misalnya dari 100 orang yang diperiksa misalnya, sekitar 30 orang yang positif. Tapi sekarang hanya 11. Artinya, angka pencarian tinggi tapi positif makin rendah. Diharapkan dengan begitu angka penularan semakin kurang,” ujar Pelupessy.

Dijelaskan lagi, Covid-19 identik dengan perkembangan orang. Semakin orang bergerak, kemung­kinan penularan semakin besar. Karena itu, pemerintah meminta agar stay at home, dan PSBB dijalankan untuk membatasi pergerakan orang.

Langkah tracking harus tetap dilakukan. Sebab semakin banyak orang yang ditemukan semakin cepat memutus mata rantai Covid-19. “Yang jelas kita harus tracking. WHO bilang siklus tetap harus dijalankan, temukan kasus, lakukan tes sebanyak mungkin. Semakin banyak orang yang kita dapat, semakin cepat memutus mata rantai,” kata Pelupessy.

Untuk itu bagi masyarakat yang tahu di daerahnya ada warga yang positif terkonfirmasi dan belum ditracking, diharapkan melapor ke Dinas Kesehatan atau puskesmas terdekat untuk bisa dilakukan rapid test atau pengambilan swab.

“Tapi kedepan kita lebih perbanyak swab bagi kontak-kontak erat supaya menegakan diagnosa lebih tepat dengan swab, sedangkan rapid test kita pakai untuk screening,” terangnya.

Pelupessy menambahkan, yang digalakan pemerintah adalah keku­a­tan penta helix, yaitu kekuatan pe­merintah, kekuatan komunitas atau masyarakat, kekuatan para akade­misi, kekuatan dunia usaha, dan ke­kuatan media untuk me­merangi Covid-19. “Penta helix harus berge­rak, sehinggga bisa memutus mata rantai penularan,” tandasnya.(Mg-6/Mg-5)